Halaman

Jumat, 13 Oktober 2017

KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN PERKEMBANGAN ANAK




Kemajuan Teknologi dan Perkembangan Anak
Kemajuan teknologi adalah berkat Tuhan bagi kehidupan manusia. Ibarat mata uang, pengaruh kemajuan teknologi dalam kehidupan keluarga memiliki dampak positif dan negatif, tetapi tidak dapat dipisahkan. Kita dapat menikmati film drama Korea terbaru, dan belajar masak bagaikan chef profesional. Mau belajar membuat pasta, macroni schotel, cheese cake, pizza, dolsot bimbimbap, tinggal buka Google, atau Youtube dengan Ipad dan Hp. Semua resep dan bagaimana cara mengolahnya tersedia. Namun di sisi lain, kemajuan teknologi juga membawa dampak negatif dalam kehidupan keluarga. Dengan kemajuan teknologi, kita jadi lebih senang berinteraksi dengan computer, Ipad atau gadget yang serba canggih daripada berinteraksi dan berelasi dengan orang lain.
Kemajuan teknologi juga membawa pengaruh (baik positif mau pun negatif) terhadap perkembangan anak usia dini, baik secara kognitif, afektif, dan motoris. Daya kreatifitas anak, jika pemanfaatannya diimbangi dengan interaksi anak dengan orang tua dan lingkungannya, akan berdampak positif. Namun anak-anak juga bisa berperilaku agresif (kejam dan sadis) karena meniru adegan kekerasan, mengkonsumsi pornografi, dan menjadi target dari kejahatan orang dewasa (pedofilia). Oleh karena itu kita perlu memahami psikologi perkembangan anak-anak dan tahap-tahap pengenalan gadget pada anak berdasarkan usia.


Tahap Pengenalan Gadget Pada Anak Berdasarkan Usia

Usia 2 sd 4 tahun:
Anak-anak yang mulai berinteraksi dengan komputer harus didampingi oleh orangtua atau orang dewasa. Hal tersebut bukan sekedar persoalan keselamatan anak, tetapi juga untuk meyakinkan bahwa anak tersebut bisa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan sekaligus memperkuat ikatan emosional antara anak dengan orangtua

Usia 4 sd 7 tahun:
Anak-anak mulai tertarik untuk melakukan eksplorasi sendiri. Dalam usia ini, orangtua harus mempertimbangkan untuk memberikan batasan-batasan situs yang boleh dikunjungi, berdasarkan pengamatan orangtua sebelumnya.

Usia 7 sd 10 tahun:
Dalam masa ini, anak-anak mulai mencari informasi dan kehidupan sosial di luar keluarga mereka. Inilah saatnya dimana tekanan pertemanan dan kelompok bermain menjadi dampak yang signifikan. Pada usia ini pulalah anak-anak mulai meminta kebebasan lebih banyak dari orangtua. Anak-anak memang harus didorong untuk melakukan eksplorasi sendiri, meskipun tidak berarti tanpa adanya partisipasi dari orangtua
Usia 10 sd 12 tahun:
Pada masa pra-remaja ini, banyak anak yang membutuhkan lebih banyak pengalaman dan kebebasan. Pada usia 12 tahun, anak-anak mulai mengasah kemampuan dan nalar berpikir mereka sehingga mereka akan membentuk nilai dan norma sendiri. Anak-anak perlu memahami bahwa tidak semua yang dilihatnya di Internet adalah benar dan bermanfaat, sebagaimana belum tentu apa yang disarankan oleh teman-temannya memiliki nilai positif
Usia 12 sd 14 tahun:
Inilah saat anak-anak mulai aktif menjalani kehidupan sosialnya. Bagi yang menggunakan Internet, kebanyakan dari mereka akan tertarik dengan online chat . Dalam masa ini, orang tua harus waspada terhadap apa yang dilakukan anaknya. Masa ini merupakan masa yang tepat bagi kebanyakan orang tua untuk bercerita dan berbagi informasi tentang hal-hal seksual kepada anaknya
Usia 14 s/d 17 tahun
Masa ini adalah masa yang paling menarik dan menantang dalam kehidupan seorang anak remaja dan orangtua. Seorang remaja akan mulai matang secara fisik, emosi dan intelektual.
Dampak negatif Terhadap Anak-anak
  • Kemajuan teknologi berpotensi membuat anak cepat puas dengan pengetahuan yang diperolehnya sehingga menganggap bahwa apa yang dibacanya di internet adalah pengetahuan yang terlengkap dan final
  • Kemajuan teknologi membawa banyak kemudahan, maka generasi mendatang berpotensi untuk menjadi generasi yang tidak tahan dengan kesulitan
  • Kemajuan teknologi membawa banyak kemudahan, maka generasi mendatang berpotensi untuk menjadi generasi yang tidak tahan dengan kesulitan
  • Kemajuan teknologi juga berpotensi mendorong anak untuk menjalin relasi secara dangkal
  • Mengalami penurunan konsentrasi
  • Mempengaruhi kemampuan menganalisa permasalahan
  • Malas menulis dan membaca
  • Penurunan dalam kemampuan bersosialisasi Ekternal dan internal

Pengaruh Positif Gadget Terhadap Anak
·        Informasi Update
·        Media membangun relasi
·        Membangun kreativitas anak

Saran Terhadap Orang tua
1.      Memberi pengertian
2.      Menjadi gerbang teknologi
3.      Mengakomodasi kesenangan anak
4.      Membatasi waktu pemakaian gadget
5.      Membangun keterbukaan komunikasi
6.      Harus terlibat dengan Anak ketika online



“Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu” (Amsal 29:17)

Kata "didiklah" dalam bahasa Yunani berasal dari akar kata "ektrepho" yang artinya memelihara, menyediakan dengan penuh perhatian sampai seorang anak menjadi dewasa. Ayat ini berisi kalimat perintah yang ditujukan kepada para orang tua untuk dilakukan, karena ada faedah atau keuntungan yang akan diperoleh orang tua, yaitu berupa ketentraman dan sukacita. Oleh karena itu mendidik seorang anak, bukan hanya dengan memberi mereka makan dan pendidikan formal saja, tetapi dengan hikmat dan kebijaksanaan orang tua harus mendidik anak-anak mereka untuk bertumbuh kembang dengan disiplin dan tanggung jawab terhadap Tuhan – orang tua dan diri sendiri, agar di kemudian hari mereka tidak memalukan orang tua dan merusak diri mereka sendiri. Bahkan menjadi teladan di dalam ajaran dan nasehat Tuhan. Penulis Amsal 22:6 mengatakan, “Didiklah anak muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.”


Tangerang, 13 Oktober 2017
Disarikan dari berbagai sumber oleh
Rev. Maryam Kurniawati D.Min

Rabu, 27 September 2017

THE POWER OF FORGIVENESS




Kekuatan dari Pengampunan
Rev. Maryam Kurniawati D.Min

Mengampuni bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Kita berhadapan dengan yang namanya, kemarahan, kepedihan, kepahitan dan rasa sakit hati yang mendalam. Mungkin kita mempunyai segudang pengalaman disakiti, dilukai, dikhianati yang dilakukan oleh orang-orang terdekat, orang-orang yang kita hormati, orang-orang yang kita anggap bagian dari kehidupan kita. Oleh karena itu kalau kita bertanya, mengapa kita harus mengampuni? Jawabannya, pengampunan adalah salah satu aspek kehidupan yang penting dalam Kerajaan Allah. Yesus mengatakan, bila kita ingin mengetahui – mengenal dan mengalami damai sejahtera dan sukacita Kerajaan Allah, kita harus mengampuni siapa saja yang bersalah kepada kita dan sering mengampuni. 
Sampai berapa kali kita harus mengampuni? Tujuh kali tidaklah cukup, melainkan harus tujuh puluh kali tujuh kali atau dengan kata lain tak terbatas. Perikop Matius 18:21-35 menceritakan betapa pentingnya mengampuni dan berbelas kasih kepada sesama, karena kita semua telah menerima belas kasih dan pengampunan dari TuhanDi dalam Alkitab, banyak tokoh Perjanjian Lama yang memberikan contoh kepada kita untuk mengampuni. Yusuf yang telah dicelakai dan dijual oleh saudaranya, akhirnya mau memaafkan saudara-saudaranya (Kej. 45:5-15; Kej 50:10-21). Musa mengampuni Harun dan Miryam yang memberontak (Bil 12:1-13). Daud juga mengampuni Saul, walau pun Saul berusaha berkali-kali membunuhnya (1Sam 24:10-12; 1Sam 26:9; 1Sam 26:23; 2 Sam 1:14-17 ). Daud juga mengampuni Simei yang sebelumnya telah menghina Daud (2 Sam 16:9-13; 2Sam 19:23; 1Raj 2:8-9). Akhirnya, contoh paling sempurna dari tindakan mengampuni adalah Yesus, ketika di kayu salib Dia mengatakan “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:34).

Dalam bahasa Yunani, mengampuni (aphiemi) berarti membatalkan, melepaskan atau membebaskan. Pengampunan merupakan perwujudan dari belas kasih Allah Bapa kepada umat manusia, yang memberikan Putera-Nya yang dikasihi untuk datang ke dunia dan menebus dosa dunia, sehingga barang siapa percaya kepada-Nya akan mendapat kehidupan yang kekal (Yoh 3:16). Karena itu mengampuni sesama adalah perwujudan dari kasih kita kepada Allah. Dalam Matius 6:15, Yesus berkata, “Jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

Pengampunan adalah penyembuh terbesar dari semua. Bayangkan kedamaian akan datang ke planet kita, jika semua orang di dunia mau melepaskan masalah lama dengan tetangga mereka (tetangga yang dimaksud di sini lintas agama, budaya dna bahasa). Bayangkan apa yang akan terjadi jika kita dapat melepaskan diri dari semua sengketa yang telah terjadi berabad-abad, perbedaan ras, agama, dan luka masa lalu pada yang lain.

 (Forgiveness: The Greatest Healer of All. “Imagine the peace that could come to our planet if all the people of the world would let go of old grievances with their neighbors. Imagine what could happen if we would all let go of centuries-old battles over racial differences, religious differences, and past injuries to one another!” – Gerald G. Jampolsky)

Pengampunan tidak menghapus masa lalu yang pahit. Memory yang sembuh bukanlah memory yang terhapus. Sebagai gantinya mengampuni apa yang tidak dapat kita lupakan, membuat suatu cara baru untuk mengingatnya. Kita mengubah memory masa lalu menjadi sebuah harapan untuk masa depan kita.
(Forgiving does not erase the bitter past. A healed memory is not a deleted memory. Instead, forgiving what we cannot forget creates a new way to remember. We change the memory of our past into a hope for our future” - Lewis B. Smedes)
Mengampuni sesama adalah perwujudan dari kasih kita kepada Allah. Hanya orang yang kuat, yang mampu mengampuni. Contohnya adalah Malala Yousafzai. Dengan mengampuni penyerangnya, Malala telah mengambil langkah pertama menuju penyembuhan dengan terus menerus menawarkan harapan kepada orang lain.
Siapakah Malala Yousafzai? Malala lahir di Mingora, Distrik (Lembah) Swat, Pakistan, 12 Juli 1997. Ayahnya bernama Ziauddin Yousafzai, dan ibunya bernama Tor Pekai Yousafzai Dengan dua adik laki-lakinya, Khushal dan Atal, dari suku Pusthun. Pada 9 Oktober 2012, sebuah truk yang dimodifikasi sebagai bus Sekolah “Khushal” – sekolah milik ayah Malala - di kota Mingora, sedang membawa sejumlah murid perempuan pulang dari sekolah mereka, salah satunya adalah Malala.
Tiba-tiba truk itu dihadang oleh dua laki-laki muda bersenjata dari Taliban. Salah satunya menaiki belakang truk itu, lalu bertanya, “Yang mana Malala?” Itulah pertanyaan yang sempat didengar oleh Malala, sebelum dia kehilangan kesadaran. Pemuda Taliban itu menembaknya dua kali, tembakan pertama mengena kepala di dekat mata kirinya, dan yang kedua mengena lehernya.  Malala roboh bermandikan darahnya sendiri.
Malala ditembak dengan maksud dibunuh oleh Taliban, karena dia seorang anak perempuan yang berani menantang  Taliban yang melarang anak-anak perempuan sekolah. Tak perduli dia hanya seorang anak perempuan remaja yang baru berusia 16 tahun. Saat itu Taliban di bawah pimpinan Maulana Fazlullah yang menguasai Lembah Swat melarang semua anak perempuan sekolah.
Meskipun Malala menderita luka sangat parah, nyawanya berhasil diselamatkan. Setelah dioperasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di kepalanya, dan beberapa hari dirawat di sebuah rumah sakit militer  di Peshawar,  Pakistan, dia diterbangkan ke Inggris, untuk menjalani operasi dan perawatan intensif yang jauh lebih baik di Rumah Sakit Queen Elizabeth, di Birmingham.
Enam bulan Malala harus berada di rumah sakit untuk menjalani beberapakali operasi dan perawatan pemulihan. Malala melanjutkan sekolahnya di Birmingham, tinggal di sebuah rumah yang disediakan oleh pemerintah Inggris bekerjasama dengan pemerintah Pakistan, bersama ayah, ibu dan dua adik laki-lakinya itu. Pada tanggal 12 Juli 2013, bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang keenam belas, Malala berpidato di Forum Majelis Kaum Muda di Markas Besar PBB, di New York, Amerika Serikat. Inti pidatonya berbicara mengenai hak-hak (anak) perempuan untuk bersekolah, perlawanan terhadap terorisme dan kebodohan. Salah satu kalimatnya yang terkenal adalah, dengan ”Satu anak, satu guru, satu buku, satu pena, bisa mengubah dunia.”


(“Dear sisters and brothers, I am not against anyone. Neither am I here to speak in terms of personal revenge against the Taliban or any other terrorists group. I am here to speak up for the right of education of every child. I want education for the sons and the daughters of all the extremists especially the Taliban.”)
Pada tanggal 10 Oktober 2014, Malala memperoleh hadiah Nobel bidang Perdamaian bersama dengan Kailash Satyarthi dari India. Malala adalah penerima Nobel termuda dalam sejarah untuk semua kategori. Sejak usia 12 tahun, Malala  sudah dengan luar biasa gigihnya memperjuangkan hak anak perempuan untuk sekolah, meskipun itu sama dengan menantang Taliban. Apa yang dilakukan Taliban terhadap Malala untuk membunuhnya, sedikit pun tidak membuat Malala mundur. Ia terus berjuang, agar anak laki-laki dan anak-anak perempuan lainnya dapat bersekolah. Untuk melawan terorisme dan kebodohan, Malala menegaskan, ”Satu anak, satu guru, satu buku, satu pena, bisa mengubah dunia.”
Pengampunan merupakan perwujudan dari belas kasih Allah Bapa kepada umat manusia, yang memberikan Putera-Nya yang dikasihi untuk datang ke dunia dan menebus dosa dunia, sehingga barang siapa percaya kepada-Nya akan mendapat kehidupan yang kekal (Yoh 3:16). Oleh karena itu mengampuni orang lain yang telah melukai atau menyakiti kita, atau berbuat kesalahan kepada kita adalah perwujudan dari kasih kita kepada Allah.





Jumat, 08 September 2017

INKUISISI



INKUISISI

Sejarah mencatat, ada suatu masa Lembaga Gereja dengan kekuasaannya yang otoriter membunuhi (membakar, memancung dan menyiksa) orang-orang yang dianggap berdosa atau dianggap sesat. Gereja-gereja justru menjadi pelanggar HAM yang serius. Pengucilan (atau disebut dengan istilah "ekskomunikasi") kala itu menjadi suatu momok yang amat sangat menakutkan, karena konsekuensinya adalah siksaan yang diakhiri dengan hukuman mati. Semangat Gereja-gereja dalam menumpas kesesatan dan menumpas pendosa saat itu memang luar biasa, namun di saat yang sama gereja-gereja justru melupakan kasih. "Orang-orang saleh" di dalam gereja menjadi algojo-algojo atas nama Tuhan. Gereja untuk waktu yang panjang menjadi momok dan mesin pembunuh untuk "para pendosa" (orang yang dianggap berdosa). Jangan lah hal ini terulang lagi. 

HUKUM KASIH harus menjadi patokan yang terutama, dan yang tertinggi daripada segala macam hukum-hukum atau peraturan-peraturan hasil dari Persidangan gerejawi manapun dan apa pun.


Catatan pinggir Goenawan Mohamad (20 Februari 1993, http://caping.wordpress.com/ yang berjudul "Michael Servetus" merupakan contoh dari bahaya yang luar biasa dari pemberian kekuasaan yang tak terbatas atas tubuh dan kehidupan orang-orang yang tidak kudus yang menyatakan diri kudus.


Michael Servetus

Iman --atau bagaimana iman itu ditafsirkan-- terkadang bukan lagi sebuah cahaya lampu yang menemani kita dalam perjalanan mencari; ia menjadi lidah api, yang menyala, membakar, kuat, kuasa, gagah, tapi juga pongah.

Terutama ketika masa terasa gelap.

Seperti di sebuah hari musim gugur di tahun 1553. Michael Servetus, seorang ahli agama asal Spanyol, dihukum mati di bukit Champel, di selatan Kota Jenewa. Ia diikat ke sebuah tiang, dan dibakar pelan-pelan. Ia tewas kesakitan dengan jangat yang jadi hitam, hangus.

Apa salahnya? Ia menulis buku, ia menulis surat, ia berpendapat. Tetapi ia punya kesimpulannya sendiri tentang Tuhan, dan sebab itu mengusik para penjaga iman Protestan di Jenewa, kota yang telah jadi sebuah teokrasi yang lebih keras ketimbang Roma. Adalah Jean Calvin sendiri yang menyeret Servetus ke dalam api. Pelopor dahsyat dari Protestantisme itulah yang memimpin Jenewa ke suatu masa ketika iman sama artinya dengan ketidaksabaran.

Servetus sebenarnya hanya salah satu suara yang mengguncang, di zaman ketika doktrin retak-retak seperti katedral tua yang digocoh gempa. Ia lahir di Villanueva, Spanyol, mungkin di tahun 1511. Ia bermula belajar ilmu hukum di Toulouse, Prancis. Di sini ia menemukan injil, yang ia baca "seribu kali" dengan haru. Tapi kabarnya ia juga membaca Quran dan terpengaruh oleh Yudaisme, dan sebab itu sangat meragukan doktrin Trinitas. Marin Luther menjulukinya "Si Arab".

Di tahun 1531 ia menerbitkan bukunya, De Trinitatis erroribus libri vii. Konon ia mengemukakan bahwa inilah arti Yesus sebagai "Putra Allah": Tuhan Bapa mengembuskan Logos ke dalam dirinya, tapi Sang Putra tak setara dengan Sang Bapa. Seperti dikutip oleh Will Drant dalam jilid ke-6 The Story of Civilization, bagi Servetus, Yesus "dikirim oleh Sang Bapa dengan cara yang tak berbeda seperti salah seorang Nabi".

Ditulis dalam usia 20-an tahun, dengan bahasa Latin yang masih kaku, buku itu cukup membuat amarah para imam Katolik dan pemimpin Protestan sekaligus, di tengah suhu panas (dan berdarah) yang menguasai mereka. Di tahun 1532, Servetus pun buru-buru pindah ke Prancis.

Tapi di sana ia dihadang. Badan Inkuisisi Gereja Katolik -- yang bertugas mengusut lurus atau tidaknya iman seseorang, dengan cara menginterogasinya dan kalau perlu menyiksanya -- mengeluarkan surat perintah penangkapan. Servetus lari lagi sampai Wina, dengan nama samaran Michel de Villeneuve. Selama itu ia berhasil menguasai ilmu kedokteran, tetapi ia toh selalu ingin mengemukakan pendapatnya tentang agama. Di tahun 1546 ia menyelesaikan Christianismi Restitutio, dan mengirim naskahnya ke Calvin. Mungkin ia ingin menunjukkan oposisinya terhadap tafsir Calvin atas injil. Bagi Servetus, Tuhan tak menakdirkan sukma manusia ke neraka. Baginya, Tuhan tak menghukum orang yang tak menghukum dirinya sendiri. Iman itu baik, tetapi Cinta Kasih lebih baik.

Calvin, yang memandang Tuhan seperti yang tergambar dalam Perjanjian Lama -- angker dan penghukum -- tak melayani Servetus. Ia hanya mengirimkan karyanya, Christianae Religionis Institutio. Servetus pun mengembalikannya -- dengan disertai catatan yang penuh hinaan, disusul dengan serangkaian surat yang mencemooh. "Bagimu manusia adalah kopor yang tak bergerak, dan Tuhan hanya sebuah gagasan ganjil dari kemauan yang diperbudak." Calvin tak bisa memaafkan cercaan ini.

Calvin pula, lewat orang lain, yang memberitahu padri inkuisitor di Prancis tentang tempat bersembunyi Servetus. Kerja sama Protestan-Katolik yang tak lazim ini yang akhirnya membuat Servetus tertangkap di Wina. Ia memang berhasil melarikan diri. Tapi nasibnya sudah diputuskan: pengadilan sipil Wina, dengan napas Gereja Katolik, memvonisnya dengan hukuman bakar bila tertangkap.

Anehnya ia lari ke Jenewa, tempat Calvin berkuasa. Mungkin Servetus berpikir bahwa orang protestan, yang di Prancis dianiaya karena berbeda keyakinan, akan lebih toleran di kota itu. Tapi tidak. Mereka membakarnya.

Calvin kemudian membela kekejaman di bukit Champel itu dengan sebuah argumen yang kita kenal: Aku beriman kepada Kitab Suci, maka akulah yang tahu kebenaran itu. Yang tak sama dengan aku adalah musuh ajaran, musuh Tuhan, harus ditiadakan.

Argumen dengan api itu masih bisa kita dengar kini, dalam pelbagai versinya, dalam pelbagai agama, meskipun di tahun 1903, seperti sebuah sesal, sebuah monumen untuk Servetus dibangun di bukit Champel. Salah satu donaturnya: gereja Protestan yang dulu dipimpin Calvin. Tampaknya manusia sudah lebih sadar tentang kerumitannya sendiri, sedikit.

(Sumber: http://www.sarapanpagi.org/inkuisisi-dalam-sejarah-gereja-vt1554.html)

Kamis, 04 Mei 2017

REFLEKSI ATAS KEHIDUPAN DAN KEMATIAN




Kematian adalah sebuah fakta yang tidak kita ketahui kapan datangnya. Kita mungkin takut dan agak menghindarinya, agar kematian tidak membayangi hidup kita. Menurut statistik, setiap detik rata-rata ada dua orang yang mati atau meninggal dunia secara normal, baik karena usia lanjut mau pun karena suatu penyakit. Hal ini berarti dalam satu menit ada 120 orang yang mati dan dalam satu jam ada 7200 orang yang meninggal dunia. Dalam satu hari ada 172.800 orang. Data ini belum termasuk orang yang mati atau meninggal dunia secara tidak normal. Misalnya karena kecelakaan, kebakaran, peperangan dan bencana alam. Jika orang yang mati secara normal saja rata-rata per tahun mencapai 58.000.000 orang, ditambah orang yang mati secar atidak wajar, jumlahnya mencapai sekitar 60.000.000 orang.

Dalam kehidupan sehari-hari, selama masih sehat jarang sekali orang berpikir mengenai saat kematiannya. Seakan hidup ini masih lama berakhir, bahkan terasa tidak akan berakhir. Padahal setiap detik kematian datang untuk menjemput rata-rata dua orang, tanpa dapat dihindari oleh siapa pun juga. Jadi setiap kali melewati satu detik kehidupan kita, kita patut bersyukur kepada Tuhan karena belum termasuk di antara dua orang yang dijemput oleh kematian. Dan setiap kali kita merayakan ulang tahun, kita harus bersyukur kepada Tuhan, karena belum termasuk 60.000.000 orang yang dijemput  oleh kematian.

Buku Beyond the Mirror adalah buku renungan atas kematian dan kehidupan yang ditulis oleh Henri J.M. Nouwen setelah kecelakaan yang dialaminya. Ia mengalami luka yang serius ketika terserempet kaca spion sebelah kiri dari mobil van yang melaju kencang ketika ia sedang mencari tumpangan pada pagi di musim dingin, gelap dan tertutup salju tebal dan es di sepanjang sisi jalan.

"Kecelakaan yang saya alami membawa saya ke ambang kematian dan menuntun saya masuk ke dalam pengalaman yang baru akan Allah. Saya dibebaskan dari nafsu untuk membuktikan kehebatan saya kepada dunia …Saya menjadi tidak putus asa berhadapan dengan berbagai interupsi kehidupan yang menakutkan dan merusak. Saya mengalami kehadiran Allah yang keibuan dan saya menemukan panggilan untuk menyentuh Allah dalam diri orang-orang yang budi dan tubuhnya cacat..."

Menurut Nouwen, kesadaran akan kematian dapat memperkaya hidup kita, karena mengingatkan betapa pendeknya hidup kita dan betapa mulianya setiap moment hidup kita. Nouwen memberikan kepada kita Keberanian dan Harapan bila kelak kita mengalaminya. Kematian menjadi sebuah cermin yang menuntun kita kepada kesadaran bahwa Yesus mengasihi kita tanpa syarat dan kita diutus ke dunia untuk berbicara dan berkarya seperti yang dulu dilakukan oleh Yesus.


"Easter reminds us that hope must never be lost for as dark as the road may seem, there always lies light at the end of it. May all your prayers be fulfilled. May you have a pleasant Easter!"

Pdt. Maryam Kurniawati D.Min

Sabtu, 15 April 2017

MISTERI KEBANGKITAN YESUS



Misteri kebangkitan Yesus tidak mudah ditangkap oleh nalar manusia. Para imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi merekayasa sebuah cerita bohong dan menyogok para serdadu Romawi agar tidak menyebar luaskan cerita kebangkitan itu (bnd. Matius 28:11-15). Sangat memalukan sebenarnya bagi para pemuka agama Yahudi untuk "bersekongkol" dengan serdadu-serdadu Romawi yang mereka benci. Namun apa boleh buat, gengsi, prestise dan otoritas mereka jauh lebih penting daripada mengungkap kebangkitan Yesus. Bukankah kisah sejarah kerapkali berulang, demi mempertahankan gengsi, prestise dan otoritas, "kebenaran" kerapkali diputar-balikkan, bahkan dipinggirkan dan dikesampingkan? Konon tidak ada lembaga/institusi yang steril dari kecenderungan ini. Sampai sekarang, cerita bohong masih digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menutupi kebenaran atau fakta yang sesungguhnya.


Bagi para murid, kabar kebangkitan Yesus telah mengubah segalanya. Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus (Markus 28:1) yang pergi ke kubur dengan rasa sedih yang mendalam, kembali dengan penuh sukacita dan tujuan yang baru, karena Yesus sudah bangkit. Kebangkitan Yesus mengubah kesedihan menjadi sukacita; keputus-asaan berubah menjadi pengharapan, dan ketiadaan tujuan berganti dengan pengetahuan bahwa dalam iman, kita dipersatukan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Untuk bertemu dengan Yesus yang sudah bangkit, kita harus membuang segala kesombongan dan ketegaran hati kita. Dengan menyangkal diri, kita akan dibebaskan dari "liang kubur cinta diri" dan menuntun kita menuju cahaya Kristus yang bangkit. Selamat Paskah!

(Sumber: Unknown)

Sabtu, 25 Maret 2017

JANGAN MENILAI ORANG DARI RUPANYA



Lizzie Velasquez terlahir dengan penyakit genetik yang sangat langka.  Tubuhnya tidak bisa menyimpan lemak dan dia tidak bisa menambah berat tubuhnya lebih dari 62 pon. Kondisi ini membuat tubuhnya berbeda dengan kebanyakan perempuan normal dan akhirnya dia dijuluki di Youtube sebagai,”Perempuan Terjelek di Dunia.” Mata sebelah kanan Velasquez  juga tidak bisa berfungsi.

"Ini tidak mudah, saya akan menjadi yang pertama untuk memberitahu Anda,” kata Velasquez. " Orang mungkin mengatakan, “Dia bisa menghandle semuanya, karena dia telah berurusan dengan hal ini begitu lama, " dan “saya harus jujur​​, bahwa saya hanyalah manusia dan tentu saja hal-hal ini melukai saya. "

Ketika Velasquez  masih di SMA,  ia menemukan sebuah video dirinya di YouTube berlabel " Wanita Terjelek  di Dunia " sebelum tahun pertamanya . Orang tua Velasquez berusaha untuk menghapusnya, tapi sosok tak dikenal yang memposting video itu mengakui bahwa dia tidak akan menghapusnya.

Alih-alih menderita karena sedih, kecewa, marah dan putus asa, Velasquez mengambil pendekatan yang berbeda untuk menentukan sikapnya.

Dibesarkan di Gereja Katolik, Velasquez memutuskan untuk mengikut Kristus di akhir bangku terakhir menengah ke atas. Dia mengakui bahwa Yesus Kristus memberinya kekuatan untuk menghadapi tingkah polah orang-orang yang membencinya.

Setelah mengedukasi beberapa lulusan sekolah tinggi tentang sindromnya yang langka, dia menantang issue bullying secara face to face. Hasilnya, Velasquez muncul di beberapa program televisi yang memungkinkannya untuk menghasilkan tiga buku. termasuk "Be Beautiful, Be You.”

"Adalah hal yang sangat berat melalui semua ujian ini. Hanya dengan memiliki waktu untuk menyendiri, berdoa dan berbicara kepada Tuhan dan tahu bahwa Dia selalu ada untuk saya,” kata Velasquez .

Ia terus  berencana untuk terus mencurahkan waktu dan energinya untuk mengungkapkan kisah ketekunan imannya.

"Jika Anda memiliki iman dan terus memotivasi diri sendiri, Anda akhirnya akan bisa melaluinya,” ujar lulusan Texas State University ini.

Kisah Velasquez ini mengingatkan kita, seburuk apa pun rupa seseorang, mereka adalah manusia ciptaan Tuhan, sama seperti kita. Sesuatu yang bersifat lahiriah adalah apa yang dipandang baik dan menarik di mata manusia, dan manusia hanya menilai sesamanya dengan memandang muka, penampilan lahiriah, atau apa yang tampak secara kasat mata.  Namun ternyata ukuran yang dipakai Tuhan untuk menilai seseorang berbeda. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati"  (1 Samuel 16:7b).
Mengapa Tuhan memperhatikan hati?  "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu”  (Amsal 27:19).  Hati adalah dasar untuk menentukan kualitas pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang.  Ketika hati kita bersih akan berdampak positif terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Kita bisa mengelabui sesama kita dengan penampilan lahiriah kita atau melakukan operasi plastik yang tampak cantik dan menarik dari luar untuk menutupi hatinya. Seperti yang dikatakan oleh Thomas Aquinas, “Tuhan ada di dalam segala sesuatu, dan di tempat yang paling dalam. Tuhan ada di dalam segala sesuatu dengan kehadiran-Nya. Setiap tindakan dan gerakan hati kita diketahui & dikenal oleh Tuhan lebih sempurna daripada kita dan Ia dapat melakukan  apa saja seturut kehendak-Nya. Sebab “tidak ada yang mustahil bagi Tuhan” (Lukas 1:37). 
Sebab itu pilihan yang terbaik bagi kita adalah, jangan menilai orang hanya dari rupanya. Pandangan mata manusia sangat terbatas, dan penampilan lahiriah dapat menipu pandangan kita. Arahkanlah pandangan kita kepada hati, karena keberadaan kita bukan milik kita, tetapi milik Tuhan.


Minggu, 08 Januari 2017

Hidup Serupa Dengan Gambar Allah



Desmond Tutu adalah seorang teolog yang berasal dari Afrika Selatan, ditahbiskan menjadi uskup berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan. Ia mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, merangkul seluruh orang Afrika Selatan dan mengkampanyekan slogan "Kebenaran itu menyakitkan, tapi diam itu membunuh” untuk mengungkap kebenaran & rekonsiliasi. Menurut Desmond Tutu, “Setiap manusia terkait dengan yang lainnya. Keselamatan adalah sebuah pemberian, bukan hasil dari usaha kita sendiri, melainkan diberikan secara cuma-cuma oleh Allah. Sebab itu kita dipanggil untuk hidup serupa dengan gambar Allah. Berekonsiliasi demi menyembuhkan dan memulihkan keadaan setiap pribadi, kehidupan sosial, ekonomi, dan politik sesuai dengan kehendak Allah terhadap manusia yaitu kedamaian…
Hidup seturut gambar Allah dan berekonsiliasi demi menyembuhkan dan memulihkan keadaan setiap orang, dalam pemikiran saya, bagaikan ulat yang berubah menjadi kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu yang indah. Terjadi proses transformasi yang mengubah diri sendiri, sekaligus mengubah sudut pandang terhadap dunia dan orang lain yang ada di sekelilingnya. Dari keinginan untuk memuaskan ambisi, obsesi dan cinta diri sendiri, menjadi hasrat dan kerinduan untuk melayani Allah dan sesama. Hidup tidak lagi berpusat pada ambisi dan obsesi.

Kisah penampakan Yesus di Danau Tiberias dapat menjadi sumber inspirasi kita. Di Danau Tiberias, tujuh orang murid Yesus pergi menangkap ikan. Mereka sedih & kecewa karena ambisi & obsesinya dalam mengikut Yesus tidak terwujud (Yohanes 21:1-19). Mereka bekerja semalaman, tetapi tidak memperoleh apa-apa. Ketika siang hari, Yesus berdiri di tepi pantai … “Hai anak-anak, adalah kamu memperoleh lauk pauk?” Mereka menjawab “Tidak ada!”
Yesus minta kepada mereka untuk menebarkan jala di sebelah kanan perahu, dan jala mereka penuh dengan ikan-ikan. 157 ekor banyaknya! Mata mereka segera terbuka, dan sekarang mengenali siapa orang yang di tepi pantai itu, yakni Yesus yang bangkit! Dalam perjumpaan itu Yesus bertanya kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi (agapan & filein) aku lebih dari hal-hal lainnya? Lebih dari pekerjaan yang sedang ia tekuni, juga ketika pekerjaan itu menghasilkan sesuatu yang luar biasa (ikan yang berlimpah)?
Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itu mengubah sudut pandang, pemikiran, keinginan, hasrat dan nafsu para murid, terutama Petrus. Sama seperti Petrus, mungkin kita mengalami banyak hal yang melukai hati dan mengecewakan dalam mengikut Tuhan, karena ada banyak keinginan, harapan, bahkan obsesi yang kita letakkan di bahu Yesus, dan kita tidak memperolehnya. Sekian puluh tahun mungkin kita telah terlibat secara aktif dalam pelayanan, lalu  tiba-tiba dideportasi untuk keluar dari pelayanan yang kita tekuni.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita mengasihi Yesus  lebih dari semua yang ada? Apakah kita mau sungguh-sungguh mengasihi Dia melebihi kasih kita kepada posisi, jabatan, popularitas, uang, harta, pekerjaan, bahkan diri kita sendiri? Apakah kita mau sungguh-sungguh mengasihi-Nya dengan meninggalkan segala keinginan, hasrat dan cinta diri kita?

Alkitab memberikan kepada kita sebuah contoh, yakni Saulus. Saulus berambisi dan terobsesi memurnikan ajaran Yudaisme. Hatinya berkobar-kobar untuk menangkap, menganiaya, bahkan membunuh murid-murid Tuhan. Ia merasa sedang berada di jalan Allah & membela Allah. Mungkin ada banyak orang seperti Saulus. Merasa superior. Sedang berada di jalan Allah dan membela Allah, namun pada kenyataannya melukai serta tidak segan-segan meniadakan kehadiran dan peran serta orang lain dengan alasan klise, mengundurkan diri.
Kita lihat, dengan semangat menggebu-gebu penuh kebencian, Saulus mengejar murid-murid Tuhan. Namun kasih Tuhan mengubah hidupnya. Di Damsyik, muncul cahaya dari langit yang menghampiri, mengugat dan merobek ambisi & obsesinya. Saulus mengalami “jeda” dalam hidupnya. Tiga hari ia buta. Namun kebutaannya justru memberi pencerahan. Kini mata hatinya dibukakan. Ia melihat Yesus yang teraniaya ada di hadapannya. Terkadang Tuhan tidak kekurangan cara untuk bertindak, untuk menghentikan ambisi, keinginan & obsesi manusia. Petrus, Saulus, dan masih banyak lagi tokoh Alkitab lainnya. Mereka semua pernah jatuh dalam ambisi & obsesi yang keliru. Namun mereka membuka diri. Mau dipulihkan, dan dibaharui melalui perjumpaan mereka dengan Tuhan.
Terkadang kita terjatuh pada ambisi & obsesi yang keliru dalam mengikut Tuhan, sehingga sangat sulit bagi kita untuk merasakan kehadiran-Nya dan sapaan-Nya yang tidka hanya menghangatkan hati dan jiwa, tetapi juga menggugat dan merobek ambisi dan obsesi kita. Sapaan  itu mungkin membuat kita merasa tidak nyaman, karena serta merta dapat meluluh-lantakkan ketegaran & kekerasan hati kita. Namun Francois Fenelon pernah berkata, “Allah tidak pernah berhenti berbicara kepada kita; tetapi keributan dari dunia luar, dan kebisingan dari nafsu-nafsu kita di dalam, membuat kita bingung & menjauhkan kita dari sikap mendengarkan. Semua di sekitar kita harus senyap, dan semua di dalam diri kita harus hening, jika kita ingin mendengar suara-Nya dengan segenap jiwa kita. Suara itu kecil & tenang, dan hanya bisa didengar oleh mereka yang tidak mendengarkan suara-suara lainnya.” So be transformed by the renewing of your mind! (Rom. 12:2) Soli Deo Gloria!