Halaman

Kamis, 15 Desember 2011

PANGGILAN SEORANG GURU


Apa sesungguhnya yang diajarkan guru kepada muridnya? Apakah ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai, kerohanian? Mengajarkan ilmu pengetahuan, kebaikan, nilai-nilai dan kerohanian memang menjadi bagian penting dari kinerja seorang guru. Namun, menyitir pendapat Parker J. Palmer, yang sering dilupakan dan jarang disadari oleh guru adalah bahwa ia sebenarnya sedang mengajarkan dirinya sendiri, dan hidupnya sendiri. Ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai dan kerohanian itu adalah ekspresi luar dari apa yang dimilikinya. Karena itu, guru akan cepat merasa kering, bosan, tanpa semangat, jika mengajarkan sesuatu yang tidak pernah menjadi miliknya. Dengan kata lain, guru harus senantiasa memperbarui semangat dan akar yang mendasari panggilannya sebagai guru. Setiap guru tertantang untuk kembali mengenali dan menegaskan siapa identitas dirinya ketika ia berhadapan dengan para muridnya. Dengan mendasarkan diri pada inspirasi Sabda Allah, disertai dengan tekad untuk berkembang dan bertumbuh dalam iman dan keyakinan mendalam tentang makna panggilan hidupnya sebagai guru, maka akar panggilan kita sebagai orang Kristiani yang terpanggil menjadi guru akan semakin dalam dan kokoh. Setiap guru perlu menimba inspirasi yang sangat kaya dari kisah-kisah perjumpaan dengan Yesus, Sang Guru Sejati. dalam Injil Lukas 9:48, Yesus bersabda, "Barangsiapa menyambut anak ini dalam namaKu, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Dia yang menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku." Sabda Yesus ini menjadi dasar para guru Kristiani. Anak-anak yang dipercayaka kepada kita perlu kita sambut seperti kita menyambut Yesus. Di sinilah kita memahami lebih dalam makna paggilan kita sebagai guru Kristiani. Hari ini Yesus menyapa dan menantang kita, "Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna" (Matius 5:48).

Sumber:
A. Mintara Sufiyanta, Roh Sang Guru. Jakarta: Penerbit Obor, Cet-2, 2011.

Jakarta, 16 Desember 2011

Minggu, 11 Desember 2011

HIDUP INI ADALAH HADIAH DARI TUHAN


Kita semua dikejutkan dengan sebuah trend baru, yakni Mall Menjadi Tempat Favorit Untuk Bunuh Diri. Pada tanggal 5 Desember yang lalu, kita dikejutkan dengan berita Cavin Moniaga, yang menjatuhkan diri dari gedung parkir lantai 10 Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan kasus yang ketiga yang terjadi di Grand Indonesia. Masih banyak kasus bunuh diri lainnya. Pada tanggal 30 Nopember 2009, misalnya Ice Juniar menjatuhkan dirinya dari Lantai V Grand Indonesia, dan pada hari yang sama, Reno melompat dari pembatas kaca Lantai V Senayan City. Sangat sulit bagi kita untuk memahami, mengapa sebagian kaum muda, lebih senang melakukan aksi bunuh diri dengan cara melompat dari gedung tinggi, seperti Mall atau pun Gedung. Dari data-data yang diperoleh VIVanesw, pada tanggal 21 Januari 2009, Jamaludin nekad mengakhiri hidupnya dengan menjatuhkan dirinya dari Lantai VI Gedung Walikota Jakarta Utara. Bulan berikutnya, 12 Januari 2009, Jimmy Martin menjatuhkan dirinya dari Lantai VI Toko Elizabeth, Bandung. Selanjutnya, 13 Agustus 2009, percobaan bunuh diri dilakukan oleh Ibu Sutowo. Ia melompat dari Lantai V Mall Slipi Jaya. Pada tahun 2008, Nova Mirawati, seorang mahasiswi Psikologi UI, terjun dari Lantai VII Pusat Grosir Cililitan (PGC) Kramat Jati. Tercatat tanggal 17 Desember 2008. Dua hari sebelumnya, Hendrawan Winata, mahasiswa YAI, tewas setelah terjun dari Lantai VI Kampus Atmajaya. Fenomena merebaknya kasus bunuh diri di kalangan kaum muda ini, membuat kita semua bertanya-tanya, “Ada apa sebenarnya dengan anak-anak muda ini? Mengapa mereka mengambil jalan pintas dengan bunuh diri di Mall-mall dan Gedung-gedung yang tinggi?”

Ada banyak alasan yang mungkin dapat dikemukakan mengapa anak-anak muda ini bunuh diri. Salah satu di antaranya, adalah sengaja mengambil tempat di Mall atau Gedung yang bergengsi, agar semua perhatian orang tertuju kepada mereka, dan masuk dunia dalam berita, baik di layar Televisi mau pun Media Cetak. Saya berpikir, mungkin selama ini, mereka merasa dirinya “bukan siapa-siapa” dan dengan “aksi bunuh diri di Mall dan Gedung bergengsi” tiba-tiba mereka menjadi “selebirtis” karena seluruh media cetak dan stasiun Televisi menyampaikan “breaking news tentang kematian mereka.” Karena itu ada beberapa hal penting yang dapat kita refleksikan dari fenomena merebaknya aksi bunuh diri di kalangan anak-anak muda tersebut. Pertama, anak-anak muda ini bisa jadi, atau sangat mungkin mengalami problem perasaan diri tidak berharga. Bagi kita mungkin aneh, mengapa orang-orang yang pandai, sukses dalam studi, karier dan pekerjaan koq merasa diri tidak berharga?! Biasanya perasaan diri tidak berharga muncul sebagai akibat karena seseorang gagal memiliki sesuatu atau tidak berhasil mencapai sesuatu yang dianggap paling berharga dalam hidupnya. Sesuatu itu mungkin prestasi kerja yang ingin dicapai, promosi jabatan dan atau pasangan hidup yang diidam-idamkan, kesalah-pahaman dan konflik dengan ortu yang tidak terselesaikan, dst, dsb. Kedua, anak-anak muda ini mempunyai akseptasi atau tuntutan yang sangat tinggi terhadap orang lain, tanpa mengukur kemampuan dirinya. Akibatnya, ketika orang lain tidak mampu memenuhi keinginan hatinya, muncul pikiran pendek, ingin mati atau bunuh diri. Beberapa kesempatan, saya melihat di Facebook, bagaimana anak-anak sekolah yang punya segudang masalah, curhat dan mengemukakan kekesalan dan kemarahan mereka terhadap ortu dan ingin mati. Ketiga, tingkat pendidikan yang cukup tinggi, sukses dalam studi dan karier dan pekerjaan, tidak dengan sendirinya dapat membentuk karakter dan kepribadian Kristiani yang tangguh. Buktinya, koq mereka bunuh diri. 

Bunuh diri dengan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan, karena hidup ini adalah HADIAH dari TUHAN. Perasaan diri berharga seharusnya tidak lagi ditentukan karena kita memiliki banyak hal atau berhasil mencapai sesuatu. Kita semua berharga dan mulia karena kita dapat mengalami, bagaimana kita dicintai tanpa syarat oleh ALLAH, SANG SUMBER KEHIDUPAN. Bagaimana kasih Allah yang tanpa syarat itu, menghisapkan diri kita sebagai ANAK-ANAKNYA. Sabda Tuhan dalam kitab Yesaya  43:4 mengatakan, "Oleh karena engkau berharga di mataKu dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau."  Penyingkapan diri Allah tidak pernah lepas dari KASIHNYA yang menghubungkan, menjembatani dan merangkul kita. Oleh karena itu nilai kemuliaan atau keberhargaan manusia merupakan wujud pemberian Allah dalam karya penebusan Kristus. Tanpa anugerah dan rahmat Allah kita manusia hanyalah makhluk yang celaka dan hidup dalam kesia-siaan.

MEMBUAT KRISTUS HIDUP, NYATA DAN DIALAMI OLEH BANYAK ORANG

Bacaan: Yohanes 1:6-8, 19-28


Hari Rabu, tanggal 7 Desember 2011 yang lalu, saya bersama dua orang Pengurus berada di Nanggroe Aceh Darussalam. Kami melakukan kunjungan dan evaluasi terhadap tiga orang guru yang dikirimkan dari Jakarta untuk membantu Sekolah Metodist di Banda Aceh, dan kami sungguh menikmati pelayanan ini. Proyek kerjasama dengan Sekolah Metodist telah dilakukan sejak tahun 2005, sesudah peristiwa Tsunami. Bekerjasama dengan sekolah Ipeka, Lemuel, dan sekolah Ketapang, kami melakukan pembinaan dan pelatihan guru-guru di sana dan mendatangkan guru-guru dari Jakarta untuk kelangsungan hidup Sekolah tersebut. Hari itu kami dikejutkan dengan berita dari Jakarta.  Seorang laki-laki membakar dirinya di depan Istana Merdeka, sebagai protes keras atas korupsi dan pelanggaran Hak-hak Azasi Manusia yang dilakukan oleh para pejabat tinggi di negara ini. Siapakah laki-laki itu? Dia adalah Sondang Hutagalung, salah seorang mahasiswa Universitas Bung Karno. Selain itu, ia adalah salah seorang sahabat Munir, yang telah tewas dibunuh beberapa tahun yang lampau. Hari Sabtu malam, bersama seluruh rakyat Indonesia yang pernah berjuang bersamanya, kita turut berduka, karena Sondang Hutagalung telah menghembuskan nafas terakhirnya dan pengorbanannya, sungguh amat menyesakkan hati kita, karena kasus-kasus korupsi dan pelanggaran Hak-hak Azasi Manusia masih terus-menerus dibiarkan terjadi di negara ini. Bagaimana pun juga Sondang adalah pribadi yang heroik, yang berani menolak dengan tegas ketidakadilan dan dosa yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara ini.



Alkitab memperlihatkan kepada kita dua pribadi yang radikal dan heroik, yaitu Yohanes Pembaptis dan Elia. Bertahun-tahun lamanya sebelum kelahiran Yesus Kristus, nabi Maleakhi mempermaklumkan, bahwa nabi Elia akan datang kembali ke dunia sebelum kedatangan hari Tuhan. Dalam kitab Maleakhi 4:5 dikatakan, “Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan yang besar dan dasyat itu.” Empat ratus kemudian, Simon Petrus memproklamasikan bahwa “Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” (Matius 16:16) Namun bukankah Elia harus datang dulu sebelum kedatangan Sang Mesias? Hal ini membingungkan para murid, sehingga Yesus menjelaskan kepada para murid bahwa Elia telah datang dan menderita di tangan orang-orang yang tidak percaya (Matius 17:12). Dari kata-kata Yesus itu, para murid memahami bahwa yang dimaksudkan oleh Yesus adalah Yohanes Pembaptis, bentara Tuhan yang dipenggal kepalanya oleh Herodes (Matius 14:1-12).

Baik Yohanes Pembaptis maupun Elia dipandang sebagai pribadi-pribadi yang radikal. Kedua-duanya tinggal di padang gurun; menghayati suatu kehidupan yang ekstrim dan keras; tidak memiliki apa-apa; dan jauh dari hiruk-pikuknya kehidupan kota (lihat Matius 3:4, 1 Raja-raja 17:1-7). Dua-duanya adalah nabi, yang menolak dengan tegas ketidakadilan dan dosa yang ada dalam kehidupan mereka yang berkuasa. Yohanes Pembaptis melihat dosa Herodes, karena mengambil istri saudaranya sebagai “istri,” dan Yohanes Pembaptis kemudian melakukan penentangan dan protes keras terhadap sang Raja (Matius 14:3-5). Sedangkan Elia, ia mengenali tipu muslihat yang dilakukan oleh para nabi Baal, dan ia menantang para nabi Baal itu dalam sebuah “duel mati-hidup ilahi” (1 Raja2 18:17-39). Ia juga melakukan penentangan dan protes keras terhadap Raja Ahab da istrinya yang bernama Izebel, karena pembunuhan atas diri Nabot untuk mendapatkan kebun anggurnya (1 Raja2 21:17-29).

Bagaimana pun juga Yohanes Pembaptis dan Elia adalah pribadi-pribadi yang radikal dan heroic, yang menempatkan diri mereka dalam resiko – untuk setia memproklamasikan Sabda Allah. Di atas segalanya, taat kepada Allah adalah hal yang terpenting bagi mereka. Dalam masa Adven ketiga ini, kita diingatkan untuk meneruskan apa yang telah dilakukan oleh Yohanes Pembaptis, dan juga Elia. Membuat Kristus sungguh-sungguh hidup, nyata dan dialami oleh banyak orang, melalui kesaksian hidup kita itu adalah tugas terpenting bagi kita. Nah apa yang harus kita lakukan agar orang dapat melihat Kristus hidup, dan nyata dalam kehidupan kita? Sampai hari ini kita memang tidak makan belalang dan madu, hidup menyendiri di padang gurun, atau seorang diri melawan para penguasa jahat seperti yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis atau Elia. Namun demikian, kita semua dipanggil untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati kita, seperti kedua nabi itu. Dalam kehidupan kita yang lebih “biasa-biasa/normal”, kita dapat mohon kepada Allah agar memberikan kepada kita suatu visi yang lebih besar tentang apa artinya melayani Tuhan dalam situasi kita sehari-hari. Seringkali kita membatasi diri kita karena pandangan yang keliru - karena kita tidak dapat sehebat atau sebesar Yohanes Pembaptis atau Elia di masa lampau, maka tidak banyaklah yang dapat kita persembahkan. Akan tetapi, apabila kita membuka diri bagi kehendak Bapa, maka Dia dapat bekerja melalui kita sehebat yang telah dilakukan-Nya melalui Elia dan Yohanes Pembaptis. Contohnya adalah Florence Nightingale.

Pada masa Perang Krim, Perang yang terjadi sekitar tahun 1853-1856 yang melibatkan Kekaisaran Rusia melawan sekutu: Perancis, Britania Raya, Sardinia, dan kesultanan Utsmaniayah. Ada tokoh yang mencuat dan menjadi terkenal. Florence Nightingale, wanita cantik kelahiran tahun 1820 yang kelak menjadi pelopor pendidikan keperawatan modern. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli statistik. Lahir dari keluarga bangsawan Italia. Tuan tanah yang kaya raya. Namun, hatinya terenyuh pada penderitaan yang terjadi di hadapannya. Peperangan telah membuat banyak orang menderita. Ia tidak memilih hidup di istana atau kastil. Ia memilih menjadi seorang juru rawat. Pada masa itu profesi perawat bukanlah sebuah profesi yang dapat dibanggakan. Tidak ada orang tua bangsawan yang rela apalagi bangga, jika anaknya memutuskan menjadi perawat. Pekerjaan perawat hampir sama dengan pekerjaan budak.

Pada suatu malam, Nigthingale berjalan di dalam rumah sakit. Ia menyempatkan diri untuk berhenti sejenak di samping tempat tidur seorang prajurit yang luka parah. Ketika ia membungkuk mendekati prajurit itu, maka prajurit itu menengadah kepadanya dan berkata :”Bagiku Anda sungguh nampak seperti Kristus.” Florence Nigthingale telah membuat Kristus menjadi hidup, nyata, dan dialami oleh orang yang ia layani. Nah sekarang, bagaimanakah halnya dengan kita? Apakah yang akan kita lakukan, agar Kristus menjadi hidup, nyata dan dialami oleh banyak orang? Maukah kita membuka visi kita lebar-lebar tentang melayani Tuhan dalam situasi hidup kita sehari-hari, seperti halnya Yohanes Pembaptis dan Elia?

Minggu, 04 Desember 2011

IMAN YANG MENGUBAH KEADAAN SESEORANG


Bacaan Alkitab: Yosua 2:8-24


Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik
(Ibrani 11:31)


Apa yang terjadi jika seorang perempuan memiliki iman yang luar biasa dan berpandangan luas? Hasilnya adalah luar biasa. Pertama, karena perempuan itu tidak kalah terhadap keadaan, tapi mengalahkan keadaan. Orang-orang yang membawa perubahan dalam dunia ini adalah orang-orang yang tidak kalah terhadap keadaan. Kedua, perempuan itu juga  mampu melihat peluang dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebaik-baiknya. Biasanya orang-orang yang seperti ini memiliki iman yang besar, sehingga ia mampu memanfaatkan peluang dan mengubah keadaan yang biasa-biasa menjadi luar biasa. Inilah iman yang mengubah keadaan seseorang. Mungkin Anda dapat mengatakan bahwa saya mengada-ada, dan itu omong kosong belaka. Namun fakta itulah yang terjadi dan Alkitab memberikan buktinya. 
Kalau kita membaca kisah Rahab dalam Kitab Yosua, mungkin kita akan berkata, “Sungguh tak masuk di akal” karena kita menemukan Rahab, seorang perempuan yang cerdik dan berpandangan luas pada masa itu. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah yang dilakukan Rahab, sehingga ia bisa menyentuh hati Allah dan mengubah kehidupannya, bagaikan mimpi di siang hari?! Saudara2, kita semua tahu bahwa pekerjaan Rahab adalah seorang PSK (Pekerja Seks Komersial). Pekerjaan yang jauh dari cita-cita kebanyakan orang, karena dianggap rendah dan hina. Namun ada hal yang sangat unik di sini karena Rahab bukan PSK biasa. Ia seorang primadona kelas atas dan cukup terkenal. Rahab juga bukan seorang yang tenar saja, tetapi ia juga dekat dengan para pembesar di papan atas. Darimana kita mengetahuinya? Pertama, Rahab mempunyai informasi yang banyak dan akurat. Ia bisa mengetahui keadaan negerinya yang sedang terancam (Yosua 2:9-11). Kedua, Rahab juga mempunyai kemampuan untuk bernegosiasi yang baik sekali. Kemungkinan itu diperoleh dari pengalamannya, sehingga ia bisa dekat dengan kalangan atas. Hal ini dapat kita lihat, pada saat ia berbicara dengan kedua pengintai tersebut. Ketiga, Rahab juga disegani. Ketenaran Rahab inilah yang menarik kedua orang pengintai garis depan Israel untuk singgah di rumahnya (Yosua 2:1).

Karena Rahab cukup terkenal, kabar ini langsung sampai di telinga penguasa Yerikho. Rumah Rahab segera dikepung para prajurit untuk menangkap kedua pengintai itu. Tentu saja, hal ini mengancam nyawa Rahab dan seisi rumahnya. Maklum saja, kota Yerikho dalam keadaan darurat perang dan upah pengkhianat adalah hukuman mati. Sekali lagi dengan modal koneksitasnya, para perwira pasukan Yerikho menerima mentah-mentah saja keterangannya. Ini membuktikan bahwa Rahab cukup disegani di kota tersebut. Saudara dan saya mungkin berkata, itu biasa saja. Tetapi apakah kita bisa menghadapi seorang perwira Kopassus yang berdiri di depan pintu rumah kita dengan anak buahnya yang bersenjata lengkap, dan menuding kita sebagai pengkhianat? Polisi saja sudah membuat kita gelisah, apalagi tentara. Kalau kita tidak punya koneksi, tentu saja kita akan mati konyol.

Rahab seorang perempua yang cerdik, beriman dan berpandangan luas. Ia telah mendengar keajaiban yang telah dilakukan Allah bagi bangsa Israel, dan ia melihat Allah bangsa Israel telah melakukan hal-hal yang sungguh tak masuk di akal. Melalui sedikit analisa, Rahab menarik kesimpulan, kalau Allah bangsa Israel dapat melakukan perkara-perkara yang besar dan tidak masuk di akal, tentunya Ia dapat membebaskannya dari keadaannya sekarang. Rahab melihat sedikit terang dalam kegelapan hidupnya, dan ia berusaha untuk meraihnya! Ia juga telah mempertimbangkan resiko atau kematiannya, kalau hal tersebut gagal. Jadi di kala semua prajurit Yerikho melakukan pengejaran dan pemblokiran di setiap jalan, sekali lagi ia melakukan perjanjian dengan kedua pengintai Israel untuk keselematannya dan seisi rumahnya. Da akhirnya, seperti yang kita ketahui, hanya rahab dan seisi rumahnya yang selamat saat seluruh Yerikho dihancurkan. Namun kisah Rahab tidak berakhir di sini. Karena imannya yang besar, dan kemauannya yang keras, Tuhan memulihkan hidup Rahab, dan bahkan Tuhan memberikan seorang suami kepadanya yang bernama Salmon (Matius 1:5). Suatu keadaan yang mustahil, jika mengingat latar belakang hidupnya. Namun Rahab dan keluarganya, menjadi salah satu keluarga yang terpandang di Betlehem dan bakal menjadi keluarga yang disegani di Israel. Dari kisah Rahab ini kita dapat mengambil satu kesimpulan, bahwa Tuhan tidak pernah memandang rendah latar belakang hidup seseorang. Bagaimana pun buruknya mereka. Tetapi Tuhan sangat menghargai iman dan kepercayaan, yang mampu mengubah keadaan biasa-biasa menjadi luar biasa, dan Rahab melakukannya. Nah bagaimana sekarang dengan Anda dan saya?  Bila kita memiliki iman yang mengubah keadaan kita, maka kita harus membongkar kemapanan berpikir kita tentang stigma diri seorang perempuan dan memberi makna baru pada status sosial perempuan itu. Kita semua harus belajar dari Yesus untuk menghargai harkat dan martabat seorang perempuan di dalam khasanah kehidupan kita. Saudara2, dalam konteks budaya Yahudi, perempuan tidak dihargai dan dianggap sebagai kaum yang lebih rendah martabatnya. Perempuan juga diperlakukan tak ada bedanya dengan barang atau benda, yang dapat dimiliki dan dibuang. Berbeda dengan orang-orang Yahudi lainnya, Yesus sebagai orang Yahudi justru sangat menghargai harkat dan martabat perempuan sebagai manusia. Dalam Injil Lukas kita dapat jumpai beberapa sosok perempuan seperti Elisabet, Maria dan Marta, Maria Magdalena dan perempuan janda yang berasal dari Nain. Potret perempuan sangat menonjol dalam Injil Lukas. Elisabet dan Maria, misalnya digambarkan sebagai dua orang perempuan yang dipakai Allah terkait dengan rencana-Nya untuk menyelamatkan dunia. Dalam pelayanannya, Yesus-pun melakukan berbagai mukjizat terhadap beberapa perempuan, seperti menyembuhkan mertua Petrus yang sedang sakit keras dan perempuan yang selama 18 tahun kerasukan roh. Membangkitkan anak perempuan janda di Nain, dan memberi diri-Nya disentuh perempuan yang sedang mengalami pendarahan. Perempuan tidak sekadar tampil sebagai kaum yang dibela, tetapi juga sebagai kaum yang terlibat aktif dalam pelayanan Yesus. Lukas melaporkan ada sejumlah perempuan yang menjadi murid Yesus. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa, laki-laki dan perempuan, keduanya diciptakan Allah sebagai manusia yang setara dan sederajat dalam kesamaan dan perbedaan mereka. Oleh karena itu mereka harus menghayati kemanusiaannya dalam hubungan timbal balik. Rosemary Radford Ruether, dalam bukunya yang berjudul Perempuan dan Tafsir Kitab Suci  (1998) menyatakan, bahwa “apa pun yang mengurangi kemanusiaan penuh kaum perempuan harus dianggap bukan merefleksikan yang ilahi atau relasi yang otentik dengan yang ilahi” dan prinsip kemanusiaan yang penuh harus didasarkan pada konsep “Imago Dei” – bahwa perempuan secara setara dibebaskan oleh Kristus, dan secara setara dikuduskan oleh Roh Kudus. Inilah agenda yang harus kita lakukan, bila kita memiliki iman yang mengubah keadaan kita.

MENGAPA KOMUNIKASI SUAMI DAN ISTERI SERINGKALI TIDAK BERKEMBANG?



Pernikahan dapat kita umpamakan sebagai sebuah perjalanan yang panjang. Perjalanan tersebut dapat saja menyebalkan, membuat kita sedih, kecewa, stress dan tertekan, bila jalannya penuh dengan onak dan duri, krikil dan lubang-lubang. Sebaliknya, perjalanan itu dapat menyenangkan dan membahagiakan kita, bila ikatan kasih di antara suami-istri dipupuk sehingga bertambah kuat dan mendalam. Dari berbagai pengalaman yang saya hadapi di lapangan kehidupan, ada banyak pasangan suami dan istri yang tidak dapat menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi dalam perkawinan, bukan karena hebatnya persoalan yang mereka hadapi, tetapi karena komunikasi yang terhambat dan tidak berkembang di antara mereka. Entah mengapa, pada umumnya mereka tidak lagi memiliki keyakinan diri dan percaya akan pasangannya. Ada kecurigaan dan ketakutan, bahwa suami atau istri ada main dengan orang lain atau dengan teman sekantornya, karena dirinya sudah tidak lagi ramping, ganteng atau cantik dan menarik. Ada kecurigaan dan ketakutan, bahwa suami atau istri mereka akan menolak, bersikap kasar dan melukai hati mereka. Oleh karena itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengenal lebih dekat pasangan kita, adalah memahami perbedaan-perbedaan yang dimiliki baik oleh suami mau pun istri kita. Perbedaan-perbedaan inilah yang seringkali menjadi pangkal sebab dari kesalah-pahaman yang menganggu ketenangan dan suasana aman dalam rumah tangga. Perlu kita sadari, bahwa sebagai suami dan istri, kita semua tidak sempurna dalam aspek-aspek tertentu. Maka dengan mengetahui keterbatasan dan kekuatan masing-masing, kita bisa melihat dengan perspektif yang benar dan mengetahui ke arah mana perbaikan harus diusahakan.

Pertama-tama, dalam hidup berdampingan tidak mungkin semua hal harus sama. Kita perlu mengetahui perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Contohnya, cara memandang dan melihat hal-hal tertentu, berbeda antara laki-laki dan perempuan. Bagi laki-laki, rumah lebih merupakan tempat bersantai, melepaskan segala kepenatan. Karena itu pekerjaan rumah dan anak-anak, tidak menjadi prioritas. Sebaliknya, bagi istri, urusan kantor bisa dibawa ke rumah. Melihat rumah yang berantakan dan tumpukan piring kotor, dapat membuat istri gampang kesal dan marah. Berikutnya, laki-laki dan perempuan memiliki sifat, karakter dan kepribadian yang berbeda. Perempuan, memiliki  derajat kematangan emosional lebih dari laki-laki, karena itu perempuan siap untuk peran dan pekerjaannya di rumah. Sebaliknya, laki-laki justru mencari harga diri dan suksesnya di luar rumah, karena itu dalam hal-hal tertentu istri dapat berperan membimbing. Namun pada kesempatan lain, suamilah yang berperan. Diperlukan keterbukaan hati, dan bukan sikap kasar dan agresif yang mengurangi rasa hormat atau harga diri pasangan. Dengan demikian kecenderungan untuk merendahkan atau melecehkan pasangan patut kita hindari. Sebagai gantinya, berupaya lah terus untuk menjadi pendamping yang terbaik bagi pasangan kita dan pupuklah minat bersama, bukan minat dan keinginan kita sendiri. Kesemuanya ini dapat kita laksanakan dengan, cinta kasih, sebagai landasannya. Kasih yang membebaskan dalam hubungan mana pun dapat dirumuskan sebagai kepedulian dan komitmen dari kita secara timbal balik, sehingga pasangan hidup kita dapat mewujudkan jati dirinya secara penuh. Ketidakbahagiaan dan konflik dalam perkawinan, kerapkali disebabkan karena hubungan yang tampaknya baik, tetapi bagaikan api dalam sekam, karena jalur komunikasi tertutup dan terjadi lingkaran saling menyerang dan mendendam. Dalam Kolose 3:12-15 Rasul Paulus mengemukakan, bahwa Cinta kasih dapat membuat orang bersikap toleran (dalam arti sabar, lemah-lembut dan mau mengampuni) terhadap orang yang dicintai. Cinta kasih menjadi pengarah perbuatan-perbuatan yang bijaksana dan membangkitkan respon yang benar (yakni sabar, lemah-lembut, rendah hati dan mau mengampuni).  Cinta itu tidak mementingkan diri sendiri, tidak egoistis, melainkan mencari kesempatan untuk lebih banyak memberi daripada menerima. Oleh karena itu cinta kasih patut kita tumbuhkembangkan, kita pelihara dan kita pertahankan sebagai bagian dari kehidupan.  Ungkapan cinta kasih dan cara-cara untuk menumbuhkembangkan cinta kasih yang langgeng dapat kita wujudkan, bukan hanya dalam bentuk seks, tetapi memelihara keintiman dan romantisme dalam kehidupan sehari-hari, agar hubungan kita sebagai suami dan istri tidak hambar dan dingin .

Sahabat,
Dalam perjalanan hidup pernikahan, kadang-kadang timbul masalah yang harus diatasi, baik di dalam mau pun di luar lingkungan keluarga, yang tidak jarang menimbulkan kesalahpahaman dan konflik dalam hubungan suami dan istri. Karena itu dibutuhkan upaya untuk mencapai kata sepakat upaya untuk menunjukkan pengertian, menghargai, saling memberi dukungan dan semangat, yang semuanya berperan dalam memupuk hubungan yang baik dan juga pada hubungan intim. Kunci dari komunikasi yang baik adalah kerelaan dan kemampuan untuk mendengarkan, menerima, memperhatikan dan  saling mengerti satu sama lain. Dalam kehidupan bersama yang begitu dekat dan akrab, pasti akan ada benturan emosional yang harus diterima. Namun masing-masing hendaknya tidak selalu mengingat kesalahan dan kegagalan pasangannya, tetapi justru menghargai kebajikan, kesetiaan dan pengabdian pasangan hidupnya. Dengan demikian,  bertambahnya usia pernikahan, maka bertambah pula kemahiran mengatasi masalah. Demikian pula membina dan memelihara komunikasi yang baik, membutuhkan tekad yang baik dan derajat toleransi yang tinggi untuk mengatasi bermacam-macam masalah, Kadang-kdang terlihat bahwa lebih mudah “menjalin” hubungan dengan orang lain di luar ikatan keluarga. Lebih banyak kesempatan untuk memupuk hubungan di tempat pekerjaan, karena hubungan dengan pasangan di rumah, justru terbentang jarak dan terbentur tembok yang tidak dapat ditembus. Oleh karena itu suami dan kistri perlu menunjukkan masih adanya kasih sayang, yang diungkapkan dalam ucapan-ucapan mau pun dalam perbuatan. Harus saling menghargai dan mengampuni peristiwa atau hal yang merusak hubungan baik antar suami dan istri. Berdua menghadapi masalah dan bersama-sama mengatasi kesulitan, adalah nasehat yang terbaik. Jangan menyimpan marah dan dendam, sehingga setiap hari yang baru dapat dimulai dengan suasana yang segar dalam “kasih dan damai” yang memberi kekuatan dan kesempatan bagi suami dan istri untuk mengembangkan dirinya. Untuk membina hubungan suami-istri yang serasi dibutuhkan upaya secara aktif dari suami untuk menciptakan hubungan serasi dengan istri, demikian pula sebaliknya. Dibutuhkan keterbukaan agar masing-masing memahami kekurangan, kelemahan dan kesediaan untuk berubah dan mengubah diri, sejauh diperlukan, untuk menciptakan suasa penuh kedamaian, keakraban dan kehangatan.  Karena itu, ada sepuluh tips yang perlu kita perhatikan untuk mengembangkan komunikasi yang baik dengan pasangan. Pertama, Perlu keyakinan diri dan percaya akan pasangan. Dua, Tetap punya waktu untuk diri sendiri. Tiga, Memelihara keintiman dan romantisme. Empat, Mengatur Keuangan Keluarga secara bersama-sama. Lima, Berbagi tugas rumah tangga dan pengasuhan anak. Enam, Jujur dan terbuka. Tujuh, Tidak memendam masalah. Delapan, Menghargai masing-masing pribadi yang berbeda. Sembilan, Bersikap ramah dan lemah-lembut. Sepuluh, Mengingat hal-hal yang terbaik yang dimiliki oleh pasangan. Tuhan memberkati! Amin.

The art of Marriage
A good marriage must be created
In marriage the little things are the big things
It is never being too old to hold hands
It is remembering to say, “I love you”
It is never going to sleep angry
It  is having a mutual sense of values and common objectives
It is standing together facing the world
It is forming a circle of love that gathers in the whole family
It is speaking words of appreciation and demonstrating gratitude in thoughtful ways
It is having the capasity to forgive and to forget
It is giving each other an atmosphere in which each can grow
It is not only marrying the right person
It is being the right partner.

Bacaan Alkitab:  3:12-15

Doa :
Terimakasih ya Tuhan, bila kami disadarkan betapa pentingnya komunikasi yang jujur dan terbuka bagi hubungan kami sebagai suami dan istri, sehingga kemarahan – sakit hati – kebencian yang belum teratasi tidak semakin berkembang dan memisahkan kami. Oleh karena itu bantulah kami, agar sebagai suami-istri kami sungguh-sungguh dapat mengenali dan meneguhkan kekuatan dan potensi yang terdapat dalam diri kami masing-masing sehingga dengannya kami dimampukan untuk membangun hubungan yang hangat, penuh perhatian dan cinta kasih. Kami berdoa, agar nyala ikatan kasih kami tak kan pernah padam, namun senantiasa menghangatkan hati kami untuk terus mau belajar menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan yang ada di antara kami, dengan terus saling berbagi dan peduli. Demi Putra-Mu Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.