Halaman

Minggu, 08 Januari 2017

Hidup Serupa Dengan Gambar Allah



Desmond Tutu adalah seorang teolog yang berasal dari Afrika Selatan, ditahbiskan menjadi uskup berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan. Ia mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, merangkul seluruh orang Afrika Selatan dan mengkampanyekan slogan "Kebenaran itu menyakitkan, tapi diam itu membunuh” untuk mengungkap kebenaran & rekonsiliasi. Menurut Desmond Tutu, “Setiap manusia terkait dengan yang lainnya. Keselamatan adalah sebuah pemberian, bukan hasil dari usaha kita sendiri, melainkan diberikan secara cuma-cuma oleh Allah. Sebab itu kita dipanggil untuk hidup serupa dengan gambar Allah. Berekonsiliasi demi menyembuhkan dan memulihkan keadaan setiap pribadi, kehidupan sosial, ekonomi, dan politik sesuai dengan kehendak Allah terhadap manusia yaitu kedamaian…
Hidup seturut gambar Allah dan berekonsiliasi demi menyembuhkan dan memulihkan keadaan setiap orang, dalam pemikiran saya, bagaikan ulat yang berubah menjadi kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu yang indah. Terjadi proses transformasi yang mengubah diri sendiri, sekaligus mengubah sudut pandang terhadap dunia dan orang lain yang ada di sekelilingnya. Dari keinginan untuk memuaskan ambisi, obsesi dan cinta diri sendiri, menjadi hasrat dan kerinduan untuk melayani Allah dan sesama. Hidup tidak lagi berpusat pada ambisi dan obsesi.

Kisah penampakan Yesus di Danau Tiberias dapat menjadi sumber inspirasi kita. Di Danau Tiberias, tujuh orang murid Yesus pergi menangkap ikan. Mereka sedih & kecewa karena ambisi & obsesinya dalam mengikut Yesus tidak terwujud (Yohanes 21:1-19). Mereka bekerja semalaman, tetapi tidak memperoleh apa-apa. Ketika siang hari, Yesus berdiri di tepi pantai … “Hai anak-anak, adalah kamu memperoleh lauk pauk?” Mereka menjawab “Tidak ada!”
Yesus minta kepada mereka untuk menebarkan jala di sebelah kanan perahu, dan jala mereka penuh dengan ikan-ikan. 157 ekor banyaknya! Mata mereka segera terbuka, dan sekarang mengenali siapa orang yang di tepi pantai itu, yakni Yesus yang bangkit! Dalam perjumpaan itu Yesus bertanya kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi (agapan & filein) aku lebih dari hal-hal lainnya? Lebih dari pekerjaan yang sedang ia tekuni, juga ketika pekerjaan itu menghasilkan sesuatu yang luar biasa (ikan yang berlimpah)?
Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itu mengubah sudut pandang, pemikiran, keinginan, hasrat dan nafsu para murid, terutama Petrus. Sama seperti Petrus, mungkin kita mengalami banyak hal yang melukai hati dan mengecewakan dalam mengikut Tuhan, karena ada banyak keinginan, harapan, bahkan obsesi yang kita letakkan di bahu Yesus, dan kita tidak memperolehnya. Sekian puluh tahun mungkin kita telah terlibat secara aktif dalam pelayanan, lalu  tiba-tiba dideportasi untuk keluar dari pelayanan yang kita tekuni.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita mengasihi Yesus  lebih dari semua yang ada? Apakah kita mau sungguh-sungguh mengasihi Dia melebihi kasih kita kepada posisi, jabatan, popularitas, uang, harta, pekerjaan, bahkan diri kita sendiri? Apakah kita mau sungguh-sungguh mengasihi-Nya dengan meninggalkan segala keinginan, hasrat dan cinta diri kita?

Alkitab memberikan kepada kita sebuah contoh, yakni Saulus. Saulus berambisi dan terobsesi memurnikan ajaran Yudaisme. Hatinya berkobar-kobar untuk menangkap, menganiaya, bahkan membunuh murid-murid Tuhan. Ia merasa sedang berada di jalan Allah & membela Allah. Mungkin ada banyak orang seperti Saulus. Merasa superior. Sedang berada di jalan Allah dan membela Allah, namun pada kenyataannya melukai serta tidak segan-segan meniadakan kehadiran dan peran serta orang lain dengan alasan klise, mengundurkan diri.
Kita lihat, dengan semangat menggebu-gebu penuh kebencian, Saulus mengejar murid-murid Tuhan. Namun kasih Tuhan mengubah hidupnya. Di Damsyik, muncul cahaya dari langit yang menghampiri, mengugat dan merobek ambisi & obsesinya. Saulus mengalami “jeda” dalam hidupnya. Tiga hari ia buta. Namun kebutaannya justru memberi pencerahan. Kini mata hatinya dibukakan. Ia melihat Yesus yang teraniaya ada di hadapannya. Terkadang Tuhan tidak kekurangan cara untuk bertindak, untuk menghentikan ambisi, keinginan & obsesi manusia. Petrus, Saulus, dan masih banyak lagi tokoh Alkitab lainnya. Mereka semua pernah jatuh dalam ambisi & obsesi yang keliru. Namun mereka membuka diri. Mau dipulihkan, dan dibaharui melalui perjumpaan mereka dengan Tuhan.
Terkadang kita terjatuh pada ambisi & obsesi yang keliru dalam mengikut Tuhan, sehingga sangat sulit bagi kita untuk merasakan kehadiran-Nya dan sapaan-Nya yang tidka hanya menghangatkan hati dan jiwa, tetapi juga menggugat dan merobek ambisi dan obsesi kita. Sapaan  itu mungkin membuat kita merasa tidak nyaman, karena serta merta dapat meluluh-lantakkan ketegaran & kekerasan hati kita. Namun Francois Fenelon pernah berkata, “Allah tidak pernah berhenti berbicara kepada kita; tetapi keributan dari dunia luar, dan kebisingan dari nafsu-nafsu kita di dalam, membuat kita bingung & menjauhkan kita dari sikap mendengarkan. Semua di sekitar kita harus senyap, dan semua di dalam diri kita harus hening, jika kita ingin mendengar suara-Nya dengan segenap jiwa kita. Suara itu kecil & tenang, dan hanya bisa didengar oleh mereka yang tidak mendengarkan suara-suara lainnya.” So be transformed by the renewing of your mind! (Rom. 12:2) Soli Deo Gloria!