“Mengapa
Orang tua Memainkan Peran Paling Penting
Dalam
Pendidikan Anak?”
Oleh:
Pdt. Maryam Kurniawati D.Min
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripada jalan itu”
(Amsal 22:6)
Menjadi
orang tua, dalam pemikiran saya adalah sebuah anugerah atau hadiah dari Tuhan.
Masih melekat dalam ingatan saya, ketika Brian (anak laki-laki kami yang
pertama) lahir pada tanggal 14 Mei 1992 (dengan berat 3,7 kg dan panjang 51 cm),
dan ketika Justin (anak laki-laki kami yang kedua) lahir pada tanggal 3 Januari
1997 (berat 3,85 kg dan panjang 51 cm). Kehadiran Brian dan Justin tentu saja menambah
keceriaan di dalam keluarga kami. Namun tugas dan tanggung jawab untuk mendidik
dan membesarkan dua anak laki-laki, bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dilakukan. Kami (sebagai ayah dan ibu) memiliki waktu yang terbatas (karena
sama-sama bekerja dan aktif dalam pelayanan). Namun kami terus belajar dan
berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan mereka, baik emosional, intelektual mau
pun spiritual.
Selama
lebih dari delapan tahun, kami di rumah tidak memiliki pembantu, atas
permintaan Brian dan Justin. Semua pekerjaan di rumah, menjadi “pe-er” kami
bersama. Tidak ada jenis pekerjaan laki-laki atau pun perempuan, karena semua
pekerjaan di rumah adalah tanggung jawab kami bersama dan kami harus
gotong-royong. Begitu pula, permasalahan yang terjadi di rumah atau pun di
sekolah dan gereja, menjadi topik diskusi bahkan perdebatan kami yang hangat.
Dalam usia 21 tahun, Brian sudah bekerja dan tidak lama lagi akan melanjutkan
kuliah. Sedangkan Justin, dalam usia 16 tahun, masih berada di bangku Sekolah
Menengah Atas. Kedua-duanya, sejak awal bulan Mei ini – terpaksa tinggal di
kost, karena sewa rumah kontrak kami berakhir pada tanggal 9 Mei 2013, dan kami
pindah ke Tangerang, yang jauh dari sekolah dan tempat mereka beraktivitas.
Memasuki babak kehidupan yang
baru, karena terpisah oleh jarak dan waktu, kami belajar untuk memberi
kepercayaan kepada Brian dan Justin untuk lebih mensyukuri “kehidupan bersama
keluarga” (menurut istilah mereka), serta memberi ruang dan waktu bagi mereka
untuk belajar mandiri, lebih matang dan dewasa karena harus belajar berhemat
serta mencukupi kebutuhan sehari-hari di sekolah dan di tempat kost dengan
cerdik.
Sebagai ibunya, saya belajar
untuk memberi kepercayaan dan tanggung jawab bagi Brian dan Justin untuk
bersikap matang dan dewasa. Dari seorang Ibu yang setiap hari bangun pagi-pagi,
menyediakan makanan dan memasok kebutuhan mereka (sampai bekal di sekolah dan
di kantor setiap hari), menjadi seorang Ibu yang hanya menyediakan makanan dan
memasok kebutuhan mereka dua minggu atau sebulan sekali. Satu minggu pertama,
ada perasaan “kosong” dan “hampa” ketika kembali ke rumah, setiap sore.
Kalau ditanya, apakah ada rasa
cemas dan kuatir “melepaskan” anak-anak untuk kost dan mandiri? Jawabnya
adalah, kami sangat cemas dan kuatir karena baru untuk pertama kalinya kami
harus “menyapih” Brian dan Justin. Mempunyai dua anak laki-laki, mendidik dan
mengajar saya (khususnya) untuk memahami dan menyadari, bahwa memberi waktu dan
ruang bagi anak-anak untuk bertumbuh makin dewasa melalui tantangan dan
permasalahan kehidupan, merupakan suatu keharusan. Setiap anak perlu menyadari,
bahwa mereka belajar tidak hanya di bangku sekolah tetapi juga di sekolah
kehidupan dengan segala bentuk permasalahan yang ada di dalamnya, agar kelak
mereka lebih siap, matang dan dewasa dalam menjalani kehidupan.
Oleh
karena itu memanjakan anak dengan uang dan fasilitas, tidak pernah ada di dalam
benak kami. Brian dan Justin bisa menghitung, berapa biaya yang harus
diperlukan untuk membayar uang Sekolah dan keperluan sekolah, les tambahan dan
keperluan mereka setiap tahunnya. Dan mereka juga memahami, acara berlibur
keluarga perlu dipersiapkan satu sampai dua tahun di muka, karena harus
berhemat dan menabung. Mengurangi “jatah uang jajan keluarga” dan keperluan
lainnya, untuk berlibur ke Bali dan tempat lainnya.
Sebagai orang tua, saya dan
suami saya bukan malaikat. Kami hanya orang tua sederhana yang punya cita-cita
besar bagi masa depan anak-anak kami. Selaras dengan apa yang dikatakan oleh
penulis kitab Amsal, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripada jalan itu” (Amsa
22:6). Oleh karena itu ada juga keceriaan di dalam hati, karena jarak dan waktu
yang memisahkan, membuat kami “semakin melekat dan merindukan” satu sama lain.
Hal
ini mengingatkan saya pada seorang ahli antropologi, yang bernama James
Prescott. Ia mengatakan, bahwa jika anak-anak dibesarkan dalam kasih sayang,
mereka akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang lebih sehat, dan lebih bahagia.
Sebaliknya anak-anak yang masa kanak-kanaknya penuh dengan penolakan dan
kekerasan, kelak akan bertumbuh menjadi anak-anak yang sangat tertekan dan
jahat. Kami berdoa, semoga Brian dan Justin terus bertumbuh menjadi seorang
dewasa yang sehat dan bahagia karena mereka dibesarkan dalam kasih sayang dan
penuh cinta. <3