"DOA BAPA KAMI" (2)
Doa
Bapa Kami atau yang dikenal dengan sebutan “The Pater Imon”, “Paster Noster”
atau “Our Father” (English), atau "“Oratio Dominica” (Latin) yang berasal dari Kitab Suci Vulgata, karya Santo Hironimus (347-420 M),
berbunyi:
Pater noster, qui es in caelis,
sanctificetur nomen tuum.
Adoeniai regnum tuum.
Fiat oolunias tua,
sicut in caelo et in terra.
Panem nostrum quotidianum da nobis h6die.
Et dimitte nobis debita nostra,
sicut et nos dimittimus debit6ribus nostris.
Et ne nos inducas in tentati6nem:
sed li bera nos a malo.
Amen.
sanctificetur nomen tuum.
Adoeniai regnum tuum.
Fiat oolunias tua,
sicut in caelo et in terra.
Panem nostrum quotidianum da nobis h6die.
Et dimitte nobis debita nostra,
sicut et nos dimittimus debit6ribus nostris.
Et ne nos inducas in tentati6nem:
sed li bera nos a malo.
Amen.
Menurut versi King James Version terjemahan dalam Matius
6:9-13
Our Father
which art in heaven,
Hallowed
be thy name. Thy kingdom come.
Thy will
be done in earth, as it is in heaven.
Give us
this day our daily bread. And forgive us our debts, as we forgive our debtors.
And lead
us not into temptation, but deliver us from evil:
For thine
is the kingdom, and the power, and the glory, for ever. Amen.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia,
Bapa kami yang di sorga,
Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah
Kerajaan-Mu,
jadilah kehendak-Mu di bumi
seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini
makanan kami yang secukupnya,
dan ampunilah kami akan kesalahan
kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke
dalam pencobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada
yang jahat.
(Karena Engkaulah yang empunya
Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)
Mungkin karena terlalu sering didoakan
"luar kepala," keagungan dan keindahan "Doa Bapa Kami"
sudah terabaikan oleh sebagian besar warga gereja sekarang ini. "Doa Bapa
Kami" memang masih diucapkan dengan bibir, namun tidak lagi dihayati di
dalam hati ((bnd. Yes 29:13; Mat
15:8; Mrk 7:6). Menurut informasi dari Didakhe (Ajaran Kedua Belas Rasul versi Gereja
Roma Katolik), sejak abad pertama, Doa Bapa Kami sudah dianggap sebagai doa
khusus bagi orang yang sudah dibaptis atau mengaku percaya (atau menjadi
anggota gereja penuh). Konon, orang yang belum dibaptiskan tidak diijinkan
untuk mengucapkan "Doa Bapa Kami." Mereka baru diperbolehkan, pertama
kali untuk mendoakan doa tersebut sesudah mereka menerima Sakramen Baptisan
Kudus, yakni pada saat mereka hendak menerima pelayanan meja Perjamuan Kudus. Sebab itu di kelas Katekisasi dan persiapan
Baptisan Kudus/Sidi, para calon diwajibkan untuk menghafal Doa Bapa Kami, agar
pada waktu dibaptiskan/mengaku percaya mereka sudah dapat mengucapkan doa
tersebut dengan baik. Dengan menerima Sakramen Baptisan Kudus dan Mengaku
Percaya/Sidi mereka sudah menjadi anggota gereja penuh, dan boleh mendoakan
"Doa Bapa Kami" setiap hari.
Ada beberapa penjelasan tentang enam bagian paralel yang terdapat dalam "Doa Bapa Kami." Untuk dapat menghayati arti dan makna Doa Bapa Kami, penjelasan di bawah ini mungkin dapat menolong kita.
1.
"Bapa Kami yang ada di surga"
Sapaan
"Bapa kami yang ada di surga" merupakan terjemahan Indonesia dari
sapaan Latin "Pater noster qui es in caelis". Dalam bahasa Yunani,
sapaan tersebut berbunyi " Pater
hemon ho (ei) en tois ouranois ," yang berarti
"Bapa kami yang (ada) di Surga",
tanpa kata "ei" atau "ada". Jika sapaan Indonesia
memakai kata "ada" (mengikuti sapaan Latin yang memakai kata "es"), sapaan Yunani tidak
memakai kata "ei."
Dalam
pengajaran-Nya kepada para murid, Yesus sering kali menyebut Allah sebagai
"Bapamu yang di surga" (bdk Mat 5:16.45.48; 6:14.26.32; 7:11; 18:14)
atau "Bapa-Ku yang di surga" (bdk Mat 7:21; 10:32.33; 12:50;
18:10.19.35) , sebab "Bapa" para murid dan "Bapa" Yesus
adalah sama (bnd. Yoh 20:17), karena mereka hanya mempunyai satu
"Bapa", yaitu "Dia yang di surga" (bnd. Mat 23:9). Dengan
menyebut Allah sebagai "Bapa", relasi manusia dengan Allah telah
ditingkatkan dari relasi antara "ciptaan" dan "Pencipia"
menjadi relasi antara "Anak" dan "Bapa" (bdk Mrk 14:36; Rom
8:15; Gal 4:6). Para murid dapat mengenal "Bapa" dengan baik, karena
Yesus telah memperkenalkan-Nya kepada mereka (bdk Yoh 1:18; 14:6-11). Jadi dengan berseru: "Bapa kami yang di
surga" (bdk Mat 6:9), para murid membangun relasi yang akrab dengan Allah,
sehingga mereka dapat berdoa, tanpa takut untuk menyampaikan permohonan mereka
kepada Allah. Untuk menumbuhkan
semangat kebersamaan di antara para murid, dipakai kata "kami", bukan
kata "aku," sebab Allah memang bukan Bapa untuk satu orang atau
sekelompok orang saja, melainkan Bapa bagi semua orang (bnd. Mat 5:45).
2.
"Dikuduskanlah nama-Mu"
Dalam bahasa Latin permohonan tersebut berbunyi "Adveniat
regnum tuum," atau dalam bahasa
Yunani, "Hagiastheto
to onoma sou, " yang berarti "Dikuduskanlan nama-Mu." Bagi bangsa
Israel, nama bukan hanya
sekedarsebutan, panggilan atau
tanda pengenal; tetapi menyatakan sifat, karakter
atau kepribadian yang
memilikinya (bnd. 1 Sam 25:25). Jadi "menguduskan nama Allah"
berarti memuliakan, membesarkan atau meninggikan
Allah yang memerintah dengan
keadilan, kebenaran dan kesetiaan-Nya. Para nabi sering mengungkapkan
keinginan Allah untuk "menguduskan nama-Nya"
di tengah
bangsa-bangsa (bnd. Yeh 36:23), khususnya di kalangan bangsa Israel
(bnd. Yes 29:23). Sehubungan dengan hal tersebut, bangsa Israel harus berusaha
untuk memelihara "kekudusan nama Allah" (bnd. Im 18:21; 19:12; 21:6),
dengan hidup kudus sesuai dengan
perintah Allah (bnd. Im 18:1-5;19:1-2; 20:7.26). Dalam konteks
itulah, Yesus mengajak para murid-Nya untuk "menguduskan nama
Allah," dengan melakukan perbuatan- perbuatan
baik di tengah-tengah orang banyak, supaya dengan melihat perbuatan- perbuatan baik tersebut, mereka pun akhirnya
"memuliakan Bapa yang di surga" (bnd. Mat 5:16).
Jadi nama Allah dikuduskan pertama-tama dengan
"perbuatan baik", bukan dengan
"ucapan bibir" (bnd. Yes 29:13; Mat 15:8;
Mrk 7:6). Tidak cukup dengan berseru: "Kudus, kudus, kuduslah
Tuhan!" (bnd. Yes 6:3;
Why 4:8), melainkan dengan berbuat baik dalam hidup sehari-hari (bnd. Mat
7:21; 2 Tes 3:13; Yak 2:14).
3.
"Datanglah Kerajaan-Mu"
Dalam bahasa
Yunani, permohonan
tersebut berbunyi " Eliheio he basileiasou," yang berarti "Datanglah
kerajaan-Mu." Menurut keyakinan bangsa
Israel, "Tuhan adalah Raja
untuk seterusnya dan selama-lamanyaa" (bnd.
Mzm 10:16; 29:10; 146:10). Bukan
hanya Raja atas bangsa Israel , melainkan Raja atas seluruh bumi (bnd. Mzm
47:3.8; Za 14:9. Jadi memohon agar
"Kerajaan Allah datang" berarti memohon supaya Allah segera menjadi
Raja atas seluruh bumi, sehingga
semua orang sujud menyembah Dia sebagai Raja semesta
alam dengan berhiaskan kekudusan hidup (bnd. 1 Taw 16:29-31; Mzm 96:8-10). Jika Allah sudah meraja di atas
bumi, permusuhan dan peperangan tidak
akan ada lagi (Yes 9:4; 11:6-8). Seluruh bumi akan dipenuhi dengan damai sejahtera yang abadi dan tidak
berkesudahan, (Yes 9:6a). Sebagai "Raja Damai" (bnd. Yes 9:5), Allah akan memerintah
dengan keadilan, kebenaran, kejujuran dan
kesetiaan (bdk Yes 9:6b; 11:4-5); sehingga tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk" sebab
"seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan
Tuhan" (bnd. Yes 11:9). Dengan kedatangan Yesus untuk menyatakan Allah di bumi ini ( Yoh 1:18), sesungguhnya
"Kerajaan Surga (Allah) sudah dekat"
(Mat 4:17; Mrk 1:15). Nubuat Nabi Yesaya tentang tahun rahmat Tuhan (Yes 61:1-2) telah mulai terpenuhi (bdk
Luk 4:17-21), sebab di dalam Yesus, mulai
terbit kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh kudus (bnd. Rom 14:17).
4. "Jadilah kehendak-Mu" - di atas bumi seperti di dalam surga"
merupakan terjemahan Indonesia dari bahasa Latin "Fiat voluntas tua, sicut in
caelo et in terra," yang secara harafiah berarti "Jadilah
kehendak-Mu, seperti di dalam surga juga di atas bumi." Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi
" Genetheio to thelema sou,
hos en ourano kai epi ges", yang secara harafiah berarti
"Jadilah kehendakMu, seperti di dalam surga juga di atas bumi." Perubahan urutan dalam terjemahan Indonesia
yang menyebutkan bumi lebih dulu, baru kemudian surga, tidak mengubah arti dan
maknanya tetap sama.
5.
"Berilah kami rezeki pada
hari ini"
Dalam
bahasa Yunani permohonan tersebut berbunyi
"Ton
arton hemon ton epiousion dos hemin semeron," dan dalam bahasa Latin
"Panemnostrum quotidianum da nobis hodie," yang secara
harafiah kedua-duanya berarti "Roti kami sehari-hari berilah kami hari
ini." Terjemahan Indonesia mengganti kata "roti sehari-hari"
dengan kata Arab "rezeki," yang berarti "makanan
sehari-hari." Dengan pergantian kata ini, isi permohonan menjadi lebih
terbuka. Makanan tidak hanya terbatas pada roti saja, tetapi juga makanan
lainnya, sesuai dengan adat istiadat dan kebiasaan masing-masing orang.
6.
"Ampuni kesalahan kami" - seperti kami
pun mengampuni yang bersalah kepada kami." Permohonan ini merupakan
terjemahan Indonesia dari permohonan Latin "Dimiiie
nobis debita nostra, sicut et nos dimittimus debitoribus nostris," yang
secara harafiah berarti "Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga
kami menghapuskan bagi mereka yang berhutang kepada kami." Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi
" Aphes hemin ta opheilemata
hemon, hos kai heme is aphekamen to is opheiletais hemon, " yang secara
harafiah berarti "Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga kami
telah menghapuskan bagi pengutang-pengutang kami." Jadi terjemahan
Indonesia "Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang
bersalah kepada kami" sudah merupakan suatu terjemahan bebas, berdasarkan
pengertian bahasa Aram, yang menyamakan "utang' dengan "dosa"
atau "kesalahan." Menurut
kepercayaan Israel, Tuhan adalah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
sehingga suka mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa manusia (Kel 34:6-7;
Bil 14:18; Neh 9:17; Mzm 78:38; 86:5; 103:3; Mikha 7:18). Sebagai anak-anak
Allah, para murid dituntut untuk menjadi sempurna sama seperti Allah ("Karena
itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah
sempurna," Mat 5:48). Mereka juga harus murah hati sarna seperti Allah
("Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati!,"
Luk 6:36). Tidak hanya terhadap teman, melainkan juga terhadap musuh (Mat 5:44;
Luk 6:27-28.35). Dalam hal pengampunan, mereka harus bersikap seperti Allah
yang sudi dan murah hati mengampuni dosa, tanpa memakai perhitungan (Mat
18:21-22; Luk 17:3-4). Apabila Allah rela mengampuni dosa mereka, maka
seharusnya mereka juga rela mengampuni dosa orang lain (bnd. Mat 18:23-35). Kerelaan
untuk mengampuni dosa sesama akan membuat Allah juga rela mengampuni dosa
mereka ("Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di
surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang,
Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu!," Mat 6:14-15; Mrk
11:25-26; Luk 6:37-38)
7.
"Jangan membawa kami ke dalam
pencobaan"
Permohonan terakhir
ini merupakan terjemahan Indonesia dari "Ne nos inducas in tentationem, sed libera nos a
malo" (Latin), yang secara harafiah berarti "Janganlah kami Kaubawa ke dalam
pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari kejahatan."
Dalam bahasa Yunani, permohonan tersebut berbunyi "Me eisenegkes hemas eis peirasmon, alla rusai hemas apo tou
ponerou ,"
yang secara harafiah berarti
"Janganlah Kaubawa kami ke dalam pencobaan, tetapi selamatkanlah kami dari kejahatan." Permohonan agar tidak dibawa ke dalam pencobaan ini sangat senada dengan doa malam
orang Yahudi, yakni: "janganlah
mengantar kakiku ke dalam kekuasaan dosa, dan janganlah membawa saya ke dalam kekuasaan ketidakadilan, ke dalam kekuasaan pencobaan, dan ke dalam kekuasaan apa saja
yang memalukan" Dengan doa malam
ini, orang Yahudi memohon pedindungan dari segala jenis kejahatan, agar mereka tidak dikuasai oleh kejahatan
tersebut. jadi permohonan "janganlah membawa
kami ke dalam pencobaan" tidak meminta supaya dihindarkan dari pencobaan, tetapi supaya dilindungi
dalam pencobaan , (bdk Mat 26:41; Mrk 14:38;
Luk 22:40.46).
Pencobaan adalah ujian
terhadap iman seseorang (bnd. Yak 1:2-3.12). Pelaku
pencobaan bisa Allah sendiri (Kej 22:1-19), tetapi bisa juga Iblis dengan seizin Allah (bnd. Ayb
1:1-2:13). Meskipun demikian, sesungguhnya pencobaan
tidak datang dari Allah atau Iblis, melainkan dari keinginan manusia sendiri (bnd. Yak 1:13-14). Dalam
sejarah keimanan manusia, tidak banyak orang
yang lulus ujian iman, seperti Abraham (Kej 22:1-19), Ayub (Ayb 1:1-2:13), Eleazar (2 Mak 6:18-31) dan
Yesus (Mat 4:1-11; Mrk 1:12-;1.3; Luk 4:1- 13).
Kebanyakan manusia sama seperti Adam dan Hawa, cenderung tergoda dan jatuh ke dalam dosa (Kej 3:1-7). Apabila
berhadapan dengan tipu daya dan kesenangan
duniawi, mereka mudah jatuh ke dalam pencobaan (bnd. Mat 13:22; Mrk 4:19; Luk 8:14; 1Tim 6:9-10).
Demikian pula, jika mengalarni penindasan dan
penganiayaan karena iman, mereka dengan gampang murtad. (bnd. Mat 13:21; Mrk 4:17; Luk 8:13). Sadar akan
kelemahan manusiawi tersebut, Yesus menasihati
para murid-Nya untuk berjaga-jaga dan berdoa, supaya mereka jangan jatuh ke dalam pencobaan, "Berjaga-jagalah
dan berdoalah, supaya kamu jangan
jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah!" (bdk Mat 6:41; Mrk 14:38;
Luk 22:40,46) Untuk mencegah kejatuhan tersebut.
mereka perlu memohon kepada Allah: agar dikuatkan dalam pencobaan dan dilepaskan dari kejahatan (bnd. Mat 6:13;
Luk,11:4) .
8. "Karena Engkaulah yang
empunya Kerajaan dan Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin."
Doksologi (seruan
pujian) kepada Allah ini tidak terdapat dalarn manuskrip (naskah) tertua Injil Matius, dan
sama sekali tidak terdapat dalam semua manuskrip
Injil Lukas. Doksologi ini pertama kali terdapat dalam Didakhe atau Ajaran Keduabelas Rasul, yang juga berasal dari
abad pertama Masehi, yakni sekitar
tahun 50-70 Masehi. Dalam 'doksologi' versi Didakhe, tidak disebutkan "kerajaan", hanya
"kuasa" dan "kemulia-an" (bdk Did 8:2). Kata
"kerajaan" baru ditambahkan
kemudian oleh Konstitusi Apostolik (bdk KA 7,24,1).
Menurut kebiasaan orang
Yahudi, doa harus ditutup dengan suatu doksologi. Jadi dapat dipahami, jika doa "Bapa Kami" juga
ditutup dengan suatu doksologi. Dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama, Allah memang sering dipuji sebagai yang empunya kerajaan (bdk. 1Taw 29:11; Mzm
22:29; Ob 21), kuasa (bdk Mzm 62:12;
68:35; Ayb 25:2) dan kemuliaan (bdkl Taw 29:12; Mzm 29:1; 96:7) untuk selama-lamanya. Jadi dengan
mengucapkan doksologi tersebut, para murid menegaskan
kembali harapannya agar kedaulatan Allah segera dipulihkan (Why 11:6; ,4:11; 5f~13). Doksologi sesudah
doa "Bapa 'Kami" ini senada dengan doksologi
yang diucapkan Daud, "Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allahnya bapa kami Israel, dari selama-Iamanya sampai
selama-lamanya. Ya Tuhan, punyamulah
kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!
Ya Tuhan, punyamulah kerajaan dan
Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari
pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa
atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan
mengokohkan segala-galanya"
(1 Taw 29:10-12).
Dengan penjelasan tersebut, diharapkan kita dapat
menyelami setiap permohonan dalam Doa Bapa Kami, sehingga dapat mengucapkan/mendaraskannya
dengan penuh penghayatan
iman. Sebab doa yang baik adalah doa yang diucapkan dan dihayati dengan iman,
bukan hanya "dengan bahasa roh," tetapi juga dengan "akal
budi" (1 Kor. 14:15). Bukankah doa yang lahir dari iman, bila dengan yakin
didoakan sangat besar kuasanya? (bnd. Yak. 5:15-16). Adakah
doa yang lebih agung dan indah daripada doa "Bapa Kami"?!