Lidah tak bertulang adalah sebuah peribahasa Indonesia. Lidah
tak bertulang memiliki arti ucapan seseorang sulit dipercaya, sebab kata-kata
yang diucapkannya bisa berubah-ubah, tidak tetap. Sebuah lagu keroncong
berjudul "Seribu Tahun" telah turut mempopulerkan peribahasa
"lidah tak bertulang." Lagu itu dinyanyikan oleh Bob Tutupoly, tetapi
entah mengapa, judulnya bisa berubah menjadi "Tinggi Gunung Seribu Janji." Mungkin klop dengan peribahasa lidah tak
bertulang yang dipopulerkan olehnya, karena seseorang sangat mudah untuk
berbohong dan mengumbar janji.
Selain peribahasa lidah tak bertulang, sebenarnya masih ada beberapa peribahasa lainnya yang berkaitan dengan lidah. Contohnya orang yang senang menyampaikan rumor atau gosip dikiaskan sebagai "nenek tua yang berlidah panjang." Lidah yang panjang dengan motif yang jahat dapat menghancurkan kehidupan seseorang, menyebabkan keretakan di dalam gereja dan melukai hati banyak orang.
Ronin Shimizu, bocah
12 tahu asal California adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menjadi
"korban" akibat lidah yang panjang. Pada bulan Desember tahun 2014, Ronin
memilih pemandu sorak (cheer leader) sebagai kegiatan ekstra kulikuler
di Sekolah Menengah Pertama Folsom, Sacramento tempat ia menuntut ilmu. Dari
sekian banyak teman-temanya yang ikut kegiatan ekstra kulikuler pemandu sorak itu
hanya dia lah satu-satunya anak laki-laki. Petaka terjadi ketika teman-teman
Ronin yang lain mengejek dan menyebutnya "gay." Semua teman-teman
Ronin tidak menduga, si periang itu pergi dengan cara tragis, yaitu bunuh diri
(3/12/14). Pantas bila Yakobus memberi perhatian yang besar kepada lidah dan
memberikan peringatan keras, bahwa “Lidah pun adalah api; ia dapat merupakan
suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita
sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh” (Yakobus 3:6a).
Selain lidah yang
panjang, ada pula lidah penjual obat. Lidah penjual obat berarti pembual atau
pembohong. Seorang penjual obat di tepi jalan, bila ingin menarik perhatian para
pembeli, pasti akan membual dan mengatakan, bahwa obat yang dijualnya adalah
yang nomor satu di dunia. Banyak orang yang senang membual untuk menaikan
reputasi atau harga dirinya di hadapan orang banyak, dan kejujuran seolah tak
lagi mendapat ruang dan tempat. "Di
dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya,
berakal budi" (Amsal 10:19).
Masih ada satu
lagi, yaitu lidah yang berbisa. Lidah yang berbisa adalah orang yang senang
menghasut/mengadu domba, menghina dan menjatuhkan orang lain dengan
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan/diucapkannya. Dalam kitab Mazmur 140:4,
Pemazmur mengatakan, "mereka menajamkan lidahnya seperti ular, ular senduk
ada di bawah bibirnya." Lidah yang berbisa jauh lebih dasyat dan
mematikan. Tubuh kita yang besar ini ternyata berada di bawah pengaruh lidah.
Menurut pengarang surat Yakobus, "dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita;
dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah. Dari
mulut yang satu keluar berkat dan kutuk" (Yakobus 3:9-10).
Banyak orang
menderita gara-gara "lidah yang berbisa," tidak terkecuali di rumah,
di keluarga, di kantor, di gereja, di sekolah dan lain sebagainya. Contohnya,
"Kamu bodoh!" "Kamu tidak berguna!" "Ini semua
salahmu!" "Kamu jelek!" "Otak kamu di dengkul!"
"Hai monyet!" "Seleranya kampungan!" Ternyata selama ini kita
sering menyiksa dan menghukum orang dengan mengutuk, mencaci maki,
menjelek-jelekan dan mempermalukan orang lain. Sebab itu pergunakan lidah untuk
mempermuliakan Tuhan. Betapa terhormatnya kita bila kita dikenal sebagai
orang-orang yang senantiasa penuh kasih dan bertutur kata lembut.
"Barangsiapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada
kesukaran" (Amsal 21:23)
"Perkataan yang baik, yang menyejukkan
dan penuh kasih berasal dari lidah manusia yang dipimpin oleh Roh Kudus"