GURU YANG MERANCANG PEMBELAJARAN
YANG AKTIF, INOVATIF, KREATIF DAN MENYENANGKAN
Maryam Kurniawati D.Min
Pengantar
"Apa pun
pekerjaan kita, jika ditekuni dengan maksimal, akan berbuah manis bagi diri
sendiri dan orang lain." Demikian prinsip yang selalu memotivasi Niken
Kencono (30), seorang guru di SMK Yudha Karya, Magelang, Jawa Tengah untuk
berprestasi dan berkarya hingga diakui di tingkat nasional.[1]
Bagi Niken,
menjadi seorang guru bukanlah cita-citanya sejak kecil. Dulu ia bercita-cita
ingin menjadi seorang dokter. Bahkan sempat diterima di Fakultas Kedokteran
sebuah universitas ternama. Namun karena keterbatasan ekonomi orangtuanya,
Niken pun akhirnya kuliah di Universitas Negeri Tidar Magelang, jurusan Bahasa
Inggris pada tahun 2004. Sambil kuliah, ia mengajar di SD Muhammadiyah 2
Magelang hingga saat ini, ketika ia sedang menyelesaikan pendidikan S-2 di UST
Yogyakarta.
"Saya
ingat pesan Ibu. Tidak perlu malu apa pun profesi kita, yang penting bekerja
secara maksimal, maka akan berbuah manis bagi diri kita dan orang lain.
Bekerjalah dengan ikhlas, biarkan Tuhan yang menghitungnya," ujar Niken.
Niken mendapat
penghargaan Best Practise Teacher 2014 dari Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, berkat inovasinya dalam menciptakan pembelajaran
Bahasa Inggris dengan metode yang sederhana, menyenangkan, dan mudah diingat
oleh siswa. Niken menyebut metodenya dengan "Tepuk Tangan Keledai
Cerdik."[2]
Gagasan atau
ide metode tersebut tercetus karena pengalaman pribadinya, bahwa ia selalu
merasa kesulitan jika belajar Bahasa Inggris. Selama ini pelajaran bahasa asing
itu menjadi momok yang menakutkan sehingga siswa menjadi malas untuk belajar.
"Saya
tidak ingin anak-anak didik saya takut dengan Bahasa Inggris. Saya mulai
berpikir, hingga terciptalah metode Tepuk Tangan Keledai cerdik pada tahun
2011. Metode ini memudahkan siswa menjawab soal-soal dengan sebuah trik
sederhana," ujar Ibu empat putra itu. Sementara itu metode "Tepuk
Tangan Keledai cerdik," lanjut Niken merupakan pengembangan dari metode
sebelumnya, yakni penerapan metode "Keledai cerdik" yang disertai
dengan tepuk tangan. Metode ini pun ia peroleh dengan berimajinasi saat
bersantai di rumahnya yang terletak di Jalan Ketepeng 3, Kampung Trunan,
Magelang Selatan.
"Saya berimajinasi
dan iseng-iseng saja, bagaimana membuat metode belajar yang asyik dan
menyenangkan bagi siswa. Awalnya, saya praktikkan kepada anak saya yang masih
SD, ternyata dia bisa menjawab soal-soal Bahasa Inggris dengan benar. Kemudian
saya memberanikan diri untuk saya terapkan kepada siswa-siswa di SMK Yudha
Karya setahun yang lalu," kata Niken.
"Respon
siswa beragam ketika metode tersebut diperkenalkan, bahkan ada yang menganggap
metode tersebut seperti cara belajar anak Taman Kanak-kanak (TK). Namun lambat
laun, siswa justru menyukainya," ucap Niken. Selain menyenangkan, metode
"Tepuk Tangan Keledai cerdik" sangat mudah diingat dan effektif untuk
menjawab soal-soal Bahasa Inggris dan mata pelajaran lainnya.[3]
"Sekarang
siswa tidak perlu bersusah-payah menghafal rumus grammar Bahasa Inggris yang
panjang dan banyak. Hanya dengan tepuk tangan saja, mereka bisa menjawab soal
dengan cepat dan benar," kata Niken sambil memeragakan cara "Bertepuk
Tangan Keledai cerdik" tersebut. Menurut NIken, tepuk tangan ternyata
memiliki manfaat luar biasa. Tepuk tangan yang benar dapat membuka dan
menghubungkan ribuan syaraf ke berbagai organ dan otak manusia.
Ide tepuk
tangan itulah yang membuat para juri tercengang. Mereka tidak mengira, bila
perempuan kelahiran 24 Agustus 1984 itu mampu menciptakan metode yang sangat
berbeda dengan para kontestan lainnya. Padahal hampir semua kontestan yang
terdiri dari para guru SMA/SMK/SMAN dari seluruh Indonesia itu mempresentasikan
karya yang lebih modern dan "berkelas."
"Saya sempat
ditanya oleh Dewan Juri, mengapa saya menggunakan metode ini untuk siswa SMK.
Saya lalu menjawab bahwa saya tidak mungkin mengajarkan siswa-siswa saya yang
memiliki kemampuan ekonomi dan kecerdasan menengah ke bawah dengan metode yang
rumit dan canggih. Wong menggunakan gadget saja mereka banyak yang belum bisa,
apalagi siswa-siswa saya terkenal karena "hobby tawuran. Saya tidak mau
mereka tambah terbebani dan stress," ucap guru yang gemar menyanyi ini.
Selain mendapat
penghargaan bergengsi itu, ternyata Niken termasuk perempuan yang memiliki
segudang prestasi. Tidak terhitung karya tulis ilmiah dan fiksi yang dibuatnya.
Belum lagi prestasi dari berbagai kejuaraan tingkat kota, kabupaten, provinsi,
hingga nasional.[4]
Kisah Niken
dengan metodenya "Tepuk Tangan Keledai Cerdik." menginspirasi kita
untuk memahami kondisi dan kebutuhan siswa kita yang berbeda-beda (latar
belakang suku, ras, agama, budaya dan golongan). Seorang guru yang cerdas dan
bijak akan menganalisa apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan siswa-siswa yang
ada di kelasnya, mencari sumber-sumber (kepustakaan dan non-kepustakaan) yang
sesuai dengan program pembelajaran siswa di kelasnya dan merancang pembelajaran
yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Rencana program pembelajaran
seperti ini disebut dengan Program Pembelajaran Individual (PPI) atau Individualized Education Program (IEP).
Merancang Model Pembelajaran yang Aktif,
Inovatif, Kreatif dan Menyenangkan
Untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, konstruktif dan kreatif setiap guru perlu merancang suatu model
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM). Dalam
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan
Pasal 19:1 diamanatkan bahwa Proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.[5]
Di sini guru mempunyai peran sebagai "agen pembelajaran" (learning agent) - sebagai fasilitator, motivator dan pemberi inspirasi bagi
peserta didik mereka. Seperti halnya seorang "tour leader" yang membawa kelompoknya untuk mengekspolrasi
obyek wisata yang dikunjunginya, demikian pula peran seorang guru di kelas.
Banyak guru yang
lebih fokus pada pencapaian target materi kurikulum dengan mendominasi kegiatan
pembelajaran di dalam kelas. Dalam merancang pembelajaran, guru hanya
menggunakan "metode instruksional" (dalam bentuk ceramah,
menghafalkan konsep dll), dan siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa
yang disampaikan guru dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya dan
mendiskusikan materi pembelajaran di kelas. Hasilnya, siswa tidak hanya
bersikap pasif, tetapi juga tidak mampu berpikir kritis, konstruktif dan kreatif.
Pada tahun
2012, saya dan teman-teman dari BPK Penabur Jakarta melakukan studi banding ke
tiga sekolah di Singapore. Satu sekolah yang berafiliasi agama dan dua sekolah
(SMP dan SMA) yang tidak berafiliasi agama tertentu, namun menjadi nilai
"compassion" (belas kasih" sebagai nilai utama yang
diintegrasikan di dalam seluruh program dan kegiatan pembelajaran sekolah.
Selain melihat design atau konsep pembelajaran yang diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, kami diberi kesempatan untuk melihat praktiknya di
lapangan, bagaimana interaksi guru dan siswa di kelas dan di lapangan.
Yang menarik
adalah guru yang kreatif membuat pembelajaran di kelas dan di lapangan sekolah
menjadi menarik dan disukai oleh para peserta didik. Suasana kelas direncanakan
dan dibangun sedemikian rupa, dengan model pembelajaran yang tepat guna
sehingga siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain,
bahkan berinteraksi dengan kami sebagai "tamu yang mengunjungi
mereka" sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang
optimal.
Hal ini
mengingatkan setiap guru bahwa proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat
satuan Pendidikan menuntut partisipasi aktif dari seluruh siswa, sehingga
kegiatan belajar mengajar berpusat kepada siswa, dan guru hanya mengambil peran
sebagai fasilitator dan motivator. Peran aktif siswa sangat penting dalam
rangka membentuk generasi yang kritis, aktif dan kreatif, guna menghasilkan
sesuatu bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi juga bermanfaat
bagi banyak orang. Selain memilih metode pembelajaran yang mempermudah
pemahaman siswa tentang materi yang diberikan dan memilih media yang tepat
untuk memperlancar proses pembelajaran, serta menemukan instrumen evaluasi yang
tepat untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan, guru
harus menciptakan suasa belajar mengajar yang membuat siswa senang sehingga
memusatkan perhatiannya secara penuh untuk belajar secara optimal.