Manusia serba terbatas. Semua pertanyaan tersebut merupakan suatu misteri
yang tak terjawab. Karena keterbatasannya manusia tidak mampu menjawab semua
pertanyaan tersebut. Pada akhirnya manusia mempercayakan seluruh hidupnya pada
penyelenggaraan Tuhan melalui agama yang dianutnya. Itulah sebabnya hampir
seluruh penduduk dunia ini menganut suatu agama tertentu.
Alasan
manusia bergama. Sebagian
manusia menganut suatu agama karena suatu kewajiban sebagai seorang
warga dari suatu negara, ada pula yang menganut agama karena suatu warisan dari
orang tuanya, ada pula yang menganut agama karena dapat menemukan rasa aman,
ada pula yang menganut agama karena dapat menemukan makna hidupnya, ada pula
yang menganut agama agar hidupnya merasa tenang.
Alasan
menentukan sikap. Dari berbagai alasan manusia
menganut agama, sangat menentukan bagaimana mereka menghayati agama yang
dianutnya. Jika menganut agama sebagai suatu kewajiban sebagai warga
negara,maka orang akan melaksanakan ajaran agamanya sebagai kewajiban saja.
Jika menganut agama karena warisan dari orangtuanya, maka orang akan
melaksanakan ajaran agamanya sesuai/ seturut apa yang telah dilakukan orang
tuanya.
Jika melalui agama yang dianutnya orang merasa aman, maka ia berusaha
mencari perlindungan keamanan melalui agama yang dianutnya. Jika orang dapat
menemukan makna hidupnya melalui agama yang dianutnya maka orang akan terus
melaksanakan ajaran agamanya sampai dapat menemukan makna hidupnya. Pada
kenyataannya banyak orang masih menghayati agamanya secara dangkal. Mereka
mengaku sebagai orang beragama, namun hanya di KTP saja.
Hidup beragama yang
benar harus didasarkan pada keyakinan bahwa Allah telah mengasihi manusia,
Dialah sumber kasih, Sang Penyelenggara kehidupan, sehingga hidup beragama
hendaknya mengarah pada relasi yang semakin dekat dan mendalam dengan Allah.
Benarlah pernyataan ini, “Beragama belum
tentu beriman; beriman pasti beragama.”
Beragama yang benar berarti berusaha mengenal dan menjalin hubungan yang akrab dan mendalam
dengan Allah dan sesamanya. Hidup keagamaan bukan hanya memperhatikan hal-hal
lahiriah, melainkan juga yang batiniah.
Beriman
berarti menjawab atau menanggapi panggilan, sapaan atau cinta kasih Allah.
Kesadaran bahwa Allah sungguh mencintainya mendorong manusia untuk menanggapi
kasih-Nya dengan mengimaninya. Dengan beriman, manusia sungguh sadar akan
konsekuensinya.
Iman adalah hubungan kasih antara manusia dengan Tuhan. Manusia
menyerahkan seluruh hidunya kepada Tuhan, karena manusia mengalami dirinya
dikasihi oleh Tuhan. Dalam hubungan itu manusia secara pribadi mengungkapkan
segala perasaan dan hasrat hatinya kepada Tuhan melalui bermacam ungkapan,
antara lain dengan ibadah, doa dan pujian. Namun iman tanpa
ungkapan atau penghayatan merupakan ungkapan yang tidak bermakna. Karena itu
ungkapan dan penghayatan iman harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan.
Ambil saja
contohnya, untuk bisa menyerahkan dirinya kepada Tuhan manusia
harus mengembangkan kemampuan dalam dirinya yaitu:
Pikiran : manusia mampu berpikir, manusia mengerti dan merasakan Tuhan itu ada
Perasaan : manusia merasakan
bahwa Tuhan itu baik
Kehendak : manusia terdorong untuk melakukan
tindakan
Tindakan : merupakan wujud dari
kehendak manusia
Orang beriman yang baik mengetahui dan memahami kebenaran yang terkandung
dalam iman itu; kemudian mengolah dan menghayatinya dalam hati;
mengungkapkannya melalui doa atu ibadat; akhirnya mewujudkannya dalam tindakan
nyata sehari-hari
Ajaran Yesus dalam
mewujudkan iman. Kita melakukan perbuatan
baik yang berkenan kepada Allah bukan hanya pada perkataan saja
•
Kita harus mau mengasihi
secara radikal, maksudnya dengan sepenuh hati.
•
Kita juga harus mencintai
musuh-musuh kita.
•
Tindakan baik itu perlu
diwujudkan bagi sesama yang lemah, hina, miskin dan tak berdaya
Yohanes 1:1-18, seperti yang dikatakan oleh
Dr. Leimena, adalah suatu bagian yang indah dari Kitab Suci. Malahan lebih
daripada itu, salah satu bagian yang paling indah dan paling penting dari
seluruh Kitab Suci karena Injil Yohanes menekankan mengenai keallahan dan
kemanusiaan Yesus.
Identitas Yesus sebagai Allah dan manusia dijelaskan dalam Yoh. 1:1-18,
dan dipertegas oleh Yohanes melalui
kesaksiannya kepada kepada para utusan dari Yerusalem dalam Yoh. 1:19-28. Dengan demikian Yoh. 1:1-18 jika dilihat dari konteks keseluruhan Injil Yohanes
merupakan bagian dari tujuan Injil Yohanes supaya para pembaca yang belum
percaya dapat percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah dan mereka yang
telah percaya imannya boleh dibangun.
Allah
rela menjadi seperti manusia (namun tanpa menghilangkan aspek keilahian-Nya),
untuk menjangkau dan menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Allah tidak mau
manusia yang telah diciptakan-Nya serupa dan segambar dengan Dia dihancurkan
kuasa dosa. Untuk itu Allah datang sebagai manusia agar manusia menyadari
betapa besarnya kasih Allah akan dunia.
Hidup kita adalah Sebuah Persembahan yang Hidup bagi
Allah. Dalam surat Roma 12:1-2, Rasul Paulus berkata, “Karena itu,
saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
sempurna (Roma 12:1-2)