Lalu
keluarlah orang-orang Farisi itu dan membuat rencana untuk membunuh Dia. Tetapi
Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana.
Banyak
orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. Ia dengan keras
melarang mereka memberitahukan siapa Dia, supaya digenapi firman yang
disampaikan oleh Nabi Yesaya, “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang
Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya
dan Ia akan menyatakan keadilan kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan
tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan.
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar
nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan
pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.” (Mat 12:14-21)
Selama
hidupnya di dunia, kehadiran Yesus kerapkali menimbulkan pertentangan dan
penolakan dari sejumlah orang Farisi. Mengapa begitu? Pada hari Sabat, Yesus
menyembuhkan seseorang yang tangannya lumpuh sebelah di dekat Synagoge, dan
tindakan Yesus itu akhirnya membuat mereka berencana untuk membunuh dia (Matius
12:9-13).
Injil Matius menceritakan kepada kita,
bahwa Yesus mengetahui niat jahat orang-orang Farisi itu, lalu Dia menyingkir
dari sana tanpa mampu disentuh sedikit pun oleh orang-orang jahat itu. Yesus
berpindah ke tempat yang lain, dan melanjutkan perbuatan baik-Nya; menyembuhkan
orang dari sakit penyakit dengan segala mukjizat dan tanda heran yang
mengiringinya. Semua itu dilakukan Yesus karena Dia sangat mengasihi umat-Nya.
Yesus tidak membiarkan ancaman-ancaman terhadap diri-Nya melumpuhkan diri-Nya
dengan rasa takut dan juga melumpuhkan pelayanan-Nya guna menyembuhkan,
mengampuni dan mengubah jiwa-jiwa yang terluka.
Yesus melakukan semua tindakan kebaikan
itu bukan lah untuk pencitraan diri-Nya sebagai Mesias yang kedatangan-Nya
dinanti-nantikan oleh umat, atau untuk tebar pesona dan sejenisnya.
Khotbah-khotbah-Nya mengenai Kerajaan Allah bukanlah sekadar “pepesan kosong.” Dia
hanya ingin setiap orang menjadi percaya kepada-Nya, dan melalui diri-Nya percaya
kepada kasih Bapa kepada mereka. Sebaliknya, para lawan Yesus tidak sedikitpun
berhasil memperoleh petunjuk tentang motif sejati di belakang segala mukjizat
dan tanda heran lainnya yang diperbuat oleh Yesus. Nah apakah sebenarnya motif
Yesus itu? Sederhana saja: KASIH!! Sebuah pesan yang sangat sederhana, namun
mengiring diri-Nya kepada kesengsaraan dan kematian-Nya di atas kayu salib,
dengan tujuan supaya “Ia hukum/keadilan itu menang” (Matius 12:20). Yesus
menunjukkan dengan jelas, bagaimana Allah itu dapat dipercaya. Melalui teladan
hidup-Nya, Yesus menunjukkan bagaimana seharusnya kita menyerahkan diri kita
kepada Bapa Sorgawi setiap hari. Ancaman apa pun yang dihadapi-Nya, dan kelelahan
badani bagaimana pun yang dialami-Nya, Yesus sepenuhnya menggantungkan diri-Nya
kepada Bapa. Kita juga dapat mempunyai pengharapan dan menaruh kepercayaan
kepada Allah, sumber segala kebaikan itu. Dengan cara seperti ini, kita akan
dapat melihat “keajaiban-keajaiban Tuhan” yang terjadi atas hidup kita. Betapa
pun mengagumkannya segala mukjizat Yesus, semua itu tidak ada artinya apabila
dibandingkan dengan perubahan diri yang kita alami sementara kita menyerahkan
hati kita kepada-Nya.
(Disarikan dari Sang Sabda, 12 Juli
2016)
Noted:
Orang-orang Farisi adalah, sebuah kelompok
religius di dalam Yudaisme. Mereka perjuangkan pengetahuan yang mendasar
tentang Taurat dan tradisi para nenek-moyang (Misna; Talmud). Mereka menuntut
penafsiran yang paling keras, terutama tentang soal-soal yang berhubungan
dengan Sabat, kebersihan rituil (tahir) dan yang berkaitan dengan soal
persepuluhan, dan mereka cenderung
memandang rendah orang-orang yang bukan Farisi.