Para arkeolog di Israel menemukan bukti arkeologis pertama
tentang Simson (SH News, 22 November 2012). Bukti itu berupa segel batu kuno
yang menggambarkan pertarungan Simson dengan singa muda. Dalam penggalian di
Tel Beit Semes di Perbukitan Yudea, dekat Yerusalem, para arkeolog Israel
menemukan segel berdiameter kurang dari satu inci yang menunjukkan hewan besar
dengan ekor kucing menyerang sosok manusia. Segel seukuran kancing yang ditemukan
pada lokasi sekitar abad ke-11 SM. Menurut The Telegraph, Senin (30/7),
ini adalah masa setelah suku Israel di bawah pimpinan Yosua telah masuk ke
tanah Kanaan. Pemimpin Yahudi pada masa ini dikenal sebagai hakim, salah
satunya adalah Simson.
Lokasi penemuan dekat Sungai Sorek yang menandai batas
antara Israel dan Filistin yang pada waktu itu menguasai orang Yahudi. Angka
pada pada segel menurut arkeolog Israel dapat mewakili Simson. Dalam kitab
Hakim-hakim 14:6 diceritakan kepada kita, bagaimana Simson yang mendapatkan
kekuatan dari Tuhan mencabik-cabik singa--dengan tangan kosong seperti mencabik
anak kambing--dalam perjalanan untuk melamar gadis Filistin di Timna. Meski
mencintai istrinya—yang mati dibakar orang Filistin--, Simson tidak suka pada
orang-orang Filistin. Suatu ketika dia membunuh 1.000 orang Filistin dengan
tulang rahang keledai yang baru mati.
Simson akhirnya tidak berkutik setelah menceritakan sumber
kekuatannya pada Delilah, istrinya yang juga dari Filistin. Orang Filistin
kemudian menangkap dia, mencungkil matanya, dan memenjarakan dia di Gaza. Di
akhir hidupnya, Simson yang 20 tahun lamanya menjadi hakim Yahudi, mendapatkan
kekuatannya kembali dan mendorong dua tiang penyangga pangung yang menaungi
3.000 orang Filistin hingga robohlah gedung itu.
Dari pengalaman hidup Simson, kita belajar untuk mengasihi
Allah dengan segenap kekuatan dan kemampuan, bukan sebagai sebuah pilihan,
tetapi keharusan. Rancangan Tuhan dalam kehidupan Simson benar-benar luar
biasa, karena Dia bukan hanya memilih dan menetapkan Simson sebagai alat-Nya.
Namun juga memberikan orangtua yang baik, yang mengasihi dan takut akan Tuhan.
Sayangnya, Simson melanggar kaidah atau perintah untuk menyucikan diri bagi Allah
(Hakim-hakim 14:1-16:21). Di akhir
hidupnya, Simson tidak hanya kehilangan kekuatan yang dianuegrahkan Allah
kepadanya tetapi juga kehilangan kehormatan dirinya (Hakim-hakim 16:23-31).
Kalau saja Simson mau mengasihi Allah dengan segenap kekuatan dan kemampuannya,
tentu kisah hidupnya akan berbeda.
Allah
mengasihi bangsa Israel, seperti tampak dalam perjanjian di Gunung Sinai. Dalam
perjanjian itu Allah berjanji untuk menghantar mereka sampai ke tanah Kanaan
dan akan selalu menyertai mereka. Dari pihak Israel, dituntut kesetiaan kepada
hukum Allah. Salah satu bentuk kesetiaan yang dituntut Allah dari mereka
adalah, “Mengasihi Tuhan, Allah, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa
dan dengan segenap kekuatan mereka” (Ulangan 6:5). Salah satu bentuk mengasihi
Allah dengan segenap kekuatan dan kemampuan, adalah menunjukkan perhatian dan
belas kasih kepada para janda, anak yatim piatu dan orang-orang miskin.
Perhatian dan belas kasih Israel kepada sesama, harus lahir dari kesadaran akan
belas kasih dan perhatian Allah kepada mereka.
Dengan demikian cara terbaik mengasihi Allah, adalah
menunjukkan (1) kesetiaan, (2) penghormatan, dan (3) kesediaan untuk mengasihi
dan melayani sesama. Menurut Thomas Aquinas, untuk membuktikan kasih manusia
kepada Allah, maka kita harus melakukan tiga hal, yaitu: (1) Tidak mempunyai
“allah” lain atau yang diperallah, seperti uang, jabatan dsb; (2) Harus memberikan
kepada Allah penghomatan, seperti menguduskan hari Tuhan dan melakukan
kehendak-Nya; (3) Mengasihi dan melayani sesama, dapat kita lakukan dengan
mengasihi orangtua kita dan tidak melukai sesama kita. Kita tidak boleh melukai
sesama kita dengan perkataan, perbuatan dan pikiran, dengan merusak perkawinan
seseorang, mengambil barang atau harta milik sesama.
Hukum utama dalam kehidupan ini adalah Kasih. Kasih yang
seimbang antara kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Menariknya, bagi
kita, mengasihi ternyata bukan sebuah anjuran atau nasehat dari Tuhan, tetapi
PERINTAH. Kalau anjuran atau nasehat, orang bisa dengar dan bisa juga tidak
dengar; orang bsa ikut, dan bisa juga tidak. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama
ternyata bukan anjuran atau nasehat dari Tuhan Yesus, tetapi perintah, “Inilah perintah-Ku kepadamu, kasihilah seorang akan yang lain” (Yohanes
15:17).
Mengasihi sesama harus menjadi
syarat dan tolok ukur dari segala perkataan dan perbuatan kita, sebab kasih
tidak egois, atau mengarah pada dirinya sendiri (1 Korintus 13:4-7). Kasih
Kristus merangkul kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, sebab kasih
Kristus memungkinkan kita untuk berjumpa dengan siapa saja, tanpa memandang
perbedaan suku, ras, agama dan budaya. Dalam kasih, yang adalah amanat dan
perintah itu, pengikut Kristus menjalankan panggilan kudus dan mulia menjadi
“altar Kristus.” Keberanian untuk menerima dan mengasihi sesama - termasuk mereka
yang membenci kita - adalah perwujudan dari kasih sebagai hukum yang terutama,
seperti yang Yesus ajarkan. Hanya dengan mengasihi manusia, kita melakukan
kehendak Bapa dalam segalanya, serta membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan
pengabdian terhadap sesama.
Di dalam Injil Markus 12:30-31,
Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan denga segenap kekuatanmu. Dan
hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini.” Lalu kata ahi
Taurat itu kepada Yesus, “Tepat sekali Guru, benar kata-Mu itu … Memang
mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan
segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah
jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan” (Markus
12:32-33). Yesus melihat, bagaimana bijaksananya orang itu, dan Ia berkata
kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.” Semoga kita bertumbuh dalam
kasih, sebab kita semua diciptakan untuk mengasihi Allah dan sesama (GKKB, 25 November 2012)