Pencobaan-pencobaan
yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan yang biasa, yang tidak melebihi
kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan
kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Ia akan memberikan
kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat
menanggungnya (1 Korintus 10:13)
Konon
di Jepang hiduplah seorang petani tua yang setiap hari harus menelusuri jalan
setapak beberapa kilometer ke ladangnya sambil menenteng sebuah ember penuh berisi
air. Karena termakan
usia, lambat-laun ember itu pun aus hingga berlubang pada salah satu sisinya.
Akibatnya jumlah air yang terangkut setiap hari selalu berkurang menjadi dua
pertiga. Meskipun demikian, petani itu tidak pernah bermaksud mengganti ember
kesayangannya itu.
Di sepanjang jalan setapak yang dilalui petani itu, bunga-bunga tapal kuda
senantiasa tumbuh subur bermekaran. Tapi ketika musim kemarau tiba, sedikit demi sedikit bunga-bunga itu layu dan
mati. hanya bunga yang persis dilalui si ember bocor tetap tumbuh dengan indah, membuat Pak Tani tetap bertekun di bawah cuaca
yang kurang bersahabat.
Tapi hal itu tidak disadari oleh si ember. Ia hanya
berpikir tentang dirinya yang sudah usang, tidak berguna dan hanya menyusahkan.
Maka mulailah si ember bocor mengeluh, tidak lagi berminat mengerjakan
tugasnya.
Petani yang menyadari sikap ember itu mulanya hanya diam
saja, hingga pada suatu hari tidak tahan lagi mendengar keluh kesah embernya.
“Hai emberku, mengapa kamu mengeluh terus karena bocor ?”
“Iya, Tuan,” jawab ember dengan lunglai, “Aku frustrasi
karena tidak bisa melaksanakan tugasku dengan baik.”
“Apa benar begitu ?” tanya petani lagi, “Siapa yang
setiap hari selalu menemaniku membawa air ?”
“Saya Tuan,” ember bocor itu menjawab, masih dengan tanpa
semangat, “Tapi saya tak sanggup lagi membawa semuanya kan, Tuan ?”
“Betul,” kata petani, “Terus memang kenapa kalau bocor ?”
petani balik bertanya.
“Ya, saya merasa tidak berguna. Cuma merepotkan tuan saja,” ungkap
si ember.
Melihat ember yang begitu kehilangan jiwa, petani mulai
memperlambat bicaranya. Dengan penuh
kesabaran, ia berkata, "Coba layangkan matamu ke sekeliling dan ceritakan
apa yang engkau lihat?”
Si ember memalingkan mukanya ke kiri dan kekanan. “Tidak
ada yang istimewa Tuan, hanya bunga tapal kuda yang setiap hari aku lihat.”
“Benar sekali,” kata sang petani tua, “sekarang kamu coba
melayangkan pandanganmu lebih jauh lagi, apakah
kamu juga menemukan hal yang sama ?”
Kembali si ember melihat kiri kanan. beberapa saat
kemudian dia punmenjawab, “Kegersangan Tuan. Hanya tanah gersang yang aku lihat. Bunga-bunga mengering, debu-debu berterbangan,
tidak ada kehidupan sama sekali …”
“Tepat sekali wahai emberku,” kata petani, “Apakah kamu
tidak merasa aneh dengan semuanya itu ? Kegersangan ada di mana-mana, namun di dekat kita justru tumbuh dengan subur bunga
tapal kuda yang indah. Kamu tahu kenapa bisa begitu ?”
“Tidak Tuan. Bisa Tuan jelaskankepadaku ?”
“Ember … ember. Itu semua berkat kamu. Selama ini tidak
pernah kamu sadari, bahwa kamu adalah sumber kehidupan bagi bunga tapal kuda di
sekeliling kita. Memang kamu bocor, tapi justru dari sanalah mereka mendapatkan
air dan kesegaran, sehingga mereka bisa bertahan hidup. Jadi janganlah pernah menganggap dirimu gagal, tetapi berbanggalah untuk itu.”
Semenjak itu si ember menemukan kembali kegembiraan dan
kebahagiaan dalam melaksanakan tugasnya.
Sahabat, bila kita merefleksikan kisah Pak Tua dan si
ember bocor tadi, maka kehadiran Tuhan dalam hidup kita, dapat kita gambarkan seperti Si Pak Tua yang menelusuri jalan setapak beberapa
kilometer di ladang-Nya sambil menenteng sebuah ember penuh berisi air. Dan posisi kita, sama
seperti Si ember yang penuh berisi air. Karena termakan usia, maka ember itu
pun aus hingga berlubang pada salah satu sisinya. Akibatnya, jumlah air yang
terangkut setiap hari selalu berkurang, menjadi dua sepertiga. Jadi walau pun
usia kita sudah semakin tua, dan kondisi tubuh kita renta, Tuhan tidak pernah
bermaksud mengganti kita dengan ember yang baru. Persoalannya, adalah ketika
usia kita sudah semakin tua; ketika kesehatan kita kerapkali terganggu; ketika
beban kehidupan melibas kita; ketika kita kehilangan suami atau istri yang kita
kasihi; kita melihat diri kita seperti ember bocor, yang sudah tidak berguna.
Selalu gagal dan hanya merepotkan saja.
Dulu mungkin kita punya pekerjaan dan penghasilan yang
tetap. Sekarang, kita hanya mengandalkan pensiunan dan bantuan dari anak. Dulu mungkin kita bisa aktif di gereja, dan melakukan
berbagai kegiatan
pelayanan. Namun
sekarang, karena berbagai gangguan kesehatan (sakit jantung, darah tinggi,
ostheophorosis, dll) tidak ada lagi kegiatan lain yang kita lakukan, selain
nonton TV, baca koran dan jaga rumah. Anak-anak, menantu dan cucu-cucu sudah tidak lagi punya
banyak waktu, dan kita merasa sepi, seorang diri. Akibatnya, kita jadi suka
mengeluh dan tersinggung. Persoalan kecil saja sudah memancing kemarahan kita.
Jangan-jangan keadaan kita sama seperti orang-orang
Israel di padang gurun. Perjalanan yang sulit di tengah padang belantara,
membuat orang-orang Israel terkabar kulitnya pada waktu siang hari, dan
kedinginan di waktu malam hari. Persediaan makanan dan minuman yang terbatas
atau yang hanya itu-itu saja (yaitu roti mana, roti tidak beragi, dan air minum
seadanya. Tidak ada lagi daging yang enak untuk di makan), membuat orang-orang
Israel jadi ember bocor. Mereka merasa
diri tidak berguna, dan gagal. Hanya merepotkan Tuhan dan Musa saja. Karena lapar dan haus, mereka jadi gampang marah dan
tersinggung. Mempersalahkan Tuhan dan mempersalahkan Musa. Selalu teringat masa
lalu di tanah Mesir, dan gamang melihat masa depan, tanah Kanaan yang
dijanjikan oleh Tuhan. Setiap hari mereka bersungut-sungut dan berkeluh kesah,
bahkan menghujat Tuhan. Akibatnya mereka digigit ular tedung, dan tidak
diijinkan oleh Tuhan masuk ke tanah Kanaan.
Menurut Rasul Paulus, apa yang dialami oleh orang-orang
Israel di padang gurun itu, menjadi pelajaran buat kita agar kita semua
bersikap hati-hati dan mawas diri. Jangan focus, hanya pada kekurangan diri
kita, tetapi lihatlah anugerah dan berkat Tuhan yang terus dilimpahkan dalam
kehidupan kita. Usia
kita mungkin sudah semakin tua, dan kemampuan kita semakin terbatas, tetapi
semangat karena Tuhan tetap mau memakai kita untuk menjadi alat-Nya. Memberi
siraman yang menyejukkan hati dan pikiran orang lain, melalui pikiran, sikap
dan tutur kata kita setiap hari. Karena itu Rasul Paulus berkata, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan yang biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab
Allah setia dan karena
itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu
dicobai, Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1 Kor. 10:13).
Oleh karena itu ada tiga hal penting yang dikemukakan oleh Rasul Paulus
kepada kita. Pertama, seberat apa pun ujian dan pencobaan yang harus kita
hadapi, percayalah bahwa semuanya itu tidak akan pernah melampaui batas
kekuatan kita. Jadi sekali waktu, mungkin kita dilibas oleh segudang persoalan
dan pergumulan, atau tubuh kita digerogoti oleh sekian banyak penyakit
tertentu, dan kondisi kita saat itu sudah tidak tertahankan lagi. Ingatlah,
bahwa kita selalu mempunyai topangan yang menguatkan dan meneguhkan hati kita,
yakni kehadiran Allah dalam hidup kita. Karena itu, hal kedua, yang dikatakan
oleh Rasul Paulus adalah, Allah itu setia. Dia tidak akan membiarkan kita
dicobai melampaui kekuatan kita. Kalau ujian dan pencobaan itu, begitu berat,
yakinlah bahwa Allah itu setia. Dia tidak akan pernah membiarkan dan
meninggalkan kita. Ketiga, pada saat kita dicobai, Allah pasti akan memberikan
kepada kita jalan keluar, sehingga kita dapat menanggungnya. (Reminded song :
Di tengah ombak, dan arus pencobaan … Yesus perhatikan, kehidupan tiap orang …)
Selama ini mungkin kita belum atau kurang menyadari, bahwa kehadiran
kita masih dapat menjadi sumber kehidupan dan sumber penghiburan bagi
orang-orang yang ada di sekeliling kita. Usia kita memang sudah semakin tua,
kesehatan kita sudah semakin rapuh, tetapi kehadiran kita (kebaikan hati dan
pelayanan kasih kita) menyegarkan hidup mereka, dan membuat mereka bisa
bertahan dalam hidup karena keteladanan dan kasih kita. Karena itu janganlah
memusatkan perhatian kita selalu kepada diri kita, tetapi lihatlah di
sekeliling kita … karena Tuhan mau menghadirkan kita untuk menyegarkan hati
anak-anak, menantu dan cucu-cucu kita. Janganlah beranggapan diri kita sudah tua, hanya menjadi
sampah dan tidak berguna. Tetapi berbanggalah. Sebab dalam Yesaya 46:4,
Firman Tuhan berkata, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih
rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu
terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu!” Soli Deo Gloria!