Bacaan Alkitab:
Ayub 38:1-11, Markus 4:35-41
Ada sebuah nasihat yang mengatakan, "Dari pada mengutuki kegelapan,
lebih baik mengambil sebuah lilin dan menyalakannya." Sebuah nasihat yang
sederhana' tetapi tidak mudah untuk dilakukan. Mengapa? Kegelapan seringkali
kita identikkan dengan masalah, persoalan, kesulitan, ancaman dan tantangan. Reaksi
yang biasa ditunjukkan seseorang ketika ada dalam kegelapan adalah mengeluh,
marah, kecewa, dan putus asa. Bahkan tidak jarang dalam kegelapan, orang
mengambil keputusan dengan meninggalkan iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Nasihat sederhana ini mau mengajak kita untuk mengambil sikap dan tindakan yang
berbeda, atau lebih dari yang biasa. Ketika diperhadapkan dengan segala
bentuk masalah, persoalan, dan kesulitan dan di dalam pekerjaan, di dalam
keluarga dan pelayanan, ambil lah sebuah lilin dan nyalakan. Artinya, jangan
biarkan kegelapan menguasai dan membelenggu hidup kita. Yang harus kita lakukan
adalah berjuang untuk berkuasa atas kegelapan itu. Nah, apa yang harus kita lakukan? Kita bisa
berusaha keras dan berjuang dengan akal budi kita. Tapi hasilnya, kita pasti
kecewa karena berulang kali kita dapat mengalami kegagalan. Bersandar, berharap
dan percaya kepada Tuhan, adalah pilihan yang terbaik agar kita terluput (dalam
arti terhindar atau terlepas) dari badai kehidupan ini.
Bukankah hidup kita manusia tidak selamanya senang, tetapi juga tidak selalu susah? Sampai
hari ini rasa senang dan sedih, tawa dan air mata,
tenang dan badai selalu datang silih berganti. Ada saat-saat dimana kita merasa
begitu senang dan bahagia. Namun ada saat-saat di mana kita merasa begitu lelah dan tertekan. Dalam keadaan seperti itu, Allah adalah satu-satunya
penolong yang sungguh-sungguh dapat kita harapkan, kita andalkan dan kita percayai.
Bisa saja kita mencari kebahagiaan yang semu, dengan berjam-jam berdiam di
mall-mall atau tempat-tempat hiburan. Namun itu semua tidak akan mampu menolong
kita untuk menjadi lebih tegar dan tangguh dalam menjalani hidup ini.
Melalui Ayub 38:1-11, Markus 4:35-41, Alkitab mau memperlihatkan kepada
kita, bahwa kenyataan hidup kita tidak selalu berjalan sesuai dengan yang kita
inginkan, dan hidup ini tidak selalu memberikan apa yang kita harapkan. Ada
banyak persoalan, pergumulan, ancaman, dan bahkan tantangan yang harus kita
hadapi di sana dan di sini. Tapi tak perlu kita berkecil hati, karena Tuhan itu
baik! Dia tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita, sekali pun kita harus
mengalami tekanan dan pergumulan yang tak ada habisnya.
Salah satu contohnya adalah melalui kehidupan Ayub. Siapakah Ayub, tokoh
yang kita bicarakan ini? Dia adalah seorang laki-laki di tanah Us. Orangnya
saleh dan jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Ia mendapat tujuh
anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing
domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina,
dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu menjadi
orang yang terkaya dari semua orang di sebelah timur pada saat itu. Namun apa
yang terjadi? Ayub mengalami musibah. Ia kehilangan semua harta benda dan semua
anak-anaknya. Ayub sendiri mengalami sakit kulit yang menjijikan.
Penderitaan Ayub bertambah lagi karena sikap Elifas, Bildad, Zofar, dan Elihu, yang
menghakimi dan memojokkan Ayub. Teman-teman Ayub beranggapan, bahwa musibah itu
terjadi karena Ayub telah berbuat dosa kepada Tuhan, dan mereka mendesak Ayub untuk mengakui dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Mungkin suatu saat dalam
hidup ini, Anda pernah mengalami, dalam keadaan atau posisi terjepit. Mengalami
musibah, tapi masih juga dipersalahkan dan dipojokkan oleh suami atau istri,
orang tua atau anak, dan aktivis di gereja. Rasanya sungguh sangat menyakitkan!
Entah mengapa, dalam situasi-situasi yang terbaik sekali pun, orang masih saja
senang menyalahkan orang lain, padahal dia sendiri juga melakukan banyak kesalahan. Satu-satunya yang kita lakukan mungkin adalah mengeluh,
marah, kecewa, dan putus asa. Sama seperti Ayub!
Namun di tengah pergumulan dan
ketidakmengertian Ayub atas semua yang terjadi dalam hidupnya, Tuhan berbicara
kepadanya dalam badai. Hal itu mau menunjukkan, bahwa sama seperti cara badai
bekerja, begitu pula cara Tuhan hadir untuk memberi kekuatan dan menolong Ayub untuk mengatasi
persoalan dan pergumulan hidupnya, dan tidak ada satu pun manusia yang dapat
melakukan hal itu. Hanya Tuhan yang bisa!
Dari kisah Ayub ini, kita dapat melihat bahwa hidup kita manusia tidak
terlepas dari badai, sekali pun dia adalah orang yang baik dan saleh. Yang
penting bukan soal “Kenapa aku, kok bukan yang lain?” tetapi "Bagaimana aku
menghadapinya?" "Bagaimana aku mengatasinya?"
Dari Ayub, kita belajar untuk tidak berharap kepada manusia, tetapi
berharap kepada Tuhan. Manusia hanya akan membuat kita kecewa, karena memberikan penghakiman, tetapi Tuhan
akan memberikan kelegaan dan kemenangan! Oleh karena itu, belajar untuk tidak
menempatkan atau memposisikan diri kita sebagai “korban.”
Dari Rasul Paulus, kita belajar untuk tetap
sabar, dan tabah dalam menjalani hidup yang diwarnai dengan suka dan duka,
tenang dan badai ini. Di dalam Filipi 4:13 Rasul Paulus berkata, “Segala
perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku!” Sebab itu, jangan
takut menghadapi persoalan, tekanan dan pergumulan dalam hidup ini. Persoalan, pergumulan dan badai hidup bisa datang kapan saja dalam hidup
kita, dan membuat kita menjadi sangat takut. Sama seperti para murid, ketika
mereka menghadapi badai yang mengguncang serta menakutkan di danau Galilea.
Takut
adalah realitas yang tak terhindarkan, dan yang ada pada setiap orang, termasuk
kita. Setiap hari kita merasa takut. Setiap hari kita bisa merasa terancam,
merasa tidak aman, dan ketakutan karena tidak memiliki kepastian. Begitu juga
dengan para murid. Mereka mengalami ketakutan yang luar biasa ketika badai dan
angin kencang melibas mereka di dalam kapal. Nah apa yang dilakukan para murid ketika mereka berada dalam ketakutan yang
begitu mendalam? Mereka datang kepada Yesus. Hasilnya? Angin ribut itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.
Apa
artinya itu bagi kita? Artinya, ketika badai dan angin ribut mengguncang dan
melibas kehidupan kita, datanglah kepada Tuhan, dan jangan kepada yang lain. Ia
berkuasa atas badai kehidupan yang kita hadapi. ketakutan dan ketidakpercayaan
kita tidak akan pernah dapat menolong kita. Pernyataan Yesus di Markus $:40 mau
menegaskan kepada kita supaya kita sungguh-sungguh bersandar, percaya dan
berharap kepada Dia! Dalam hidup ini, Yesus adalah satu-satunya penolong yang
sungguh-sungguh dapat kita harapkan, kita andalkan dan kita percaya! Pemazmur di dalam Mazmur 46:2 berkata, “Allah itu bagi kita tempat perlindungan
dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti!” Sebab itu
jadikanlah Allah itu sebagai satu-satunya sumber pertolongan hidup Anda!
Orang
yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan dan kenyamanan. Mereka
dibentuk melalui Kesukaran, Tantangan dan Air mata! Sebab itu lakukanlah apa
yang menjadi bagian kita dengan baik dan benar, maka Tuhan akan melakukan apa
yang menjadi bagian-Nya, sehingga segala sesuatunya menjadi indah dan sempurna
pada waktu-Nya!