MENCEGAH
TERJADINYA KDRT
Oleh
Maryam Kurniawati D.Min
Pengantar
Dulu
kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dianggap mitos dan persoalan pribadi
(private), kini menjadi fakta dan relita dalam kehidupan rumah tangga. Apakah
itu KDRT? KDRT adalah tindak
kekerasan yang dilakukan dalam
rumah tangga, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, dan psikologis. Contohnya, suami mengancam, memaksa dan
menyerang istri; Orangtua memukuli anak; Siswa membully temannya di sekolah
(verbal-non verbal). Kasus KDRT terjadi, karena penyelesaian masalah dilakukan
dengan menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik (Bnd. Pasal
1 UUD No. 23 Tahun 2004). Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan
dan pelakunya adalah suami. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai
hubungan darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan
satpam, dan pembantu rumah tangga.
Empat
Bentuk KDRT
Kekerasan
Ekonomi merupakan
upaya sengaja, yang menjadikan korban bergantung atau tidak berdaya secara
ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Contohnya, Suami tidak memberi
nafkah kepada istri, atau orangtua menghukum anak dengan tidak memberi uang
saku/uang bulanan
Kekerasan
Seksual. Melakukan
kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa,
merangkul serta perbuatan lainnya. Pemaksaan hubungan seksual, tanpa
persetujuan atau pada saat korban tidak menghendaki.
Pelecehan
Seksual Secara Verbal mewujud
dalam bentuk komentar atau gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dengan
ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang bersifat
menghina atau melecehkan korban.
Kekerasan
Psikis merupakan
Tindakan manipulasi/eksploitasi (ancaman, penghinaan, isolasi, pelecehan) yang
mengakibatkan penderitaan psikis berat seperti gangguan tidur, makan,
ketergantungan obat, depresi, stress yang berkepanjangan, gangguan jiwa dan
bunuh diri.
Kekerasan
Fisik mewujud
dalam bentuk Menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang
mengakibatkan cidera berat/ringan (cacat, lumpuh dsb),
trauma (histeria, gangguan jiwa), gugurnya kandungan, dan kematian korban.
Kasus
Valerie VS Tony
Pada
malam pertunangan kami, Troy menampar saya dengan sangat keras sampai saya
memar selama seminggu. Dia memohon-mohon maaf dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi. Saya dihantui rasa takut. Kadang saya harus kabur dari
rumah sampai Troy tenang. Meski pukulannya menyakitkan, saya merasa caci
makinya lebih sulit ditanggung daripada kekerasan fisik (Valerie)
Apa
pun bisa bikin saya marah - makanan yang belum siap, misalnya. Pernah, saya
menghantam Valerie dengan pistol. Suatu kali, saya memukuli dia habis-habisan sampai
saya kira dia sudah mati. Lalu, saya coba menakut-nakuti dia dengan mengancam
akan membunuh putra kami sambil menaruh pisau di leher putra kami (Tony)
Penyebab
KDRT
1.
Masalah ekonomi rumah tangga, kemiskinan
2. Budaya
yang menempatkan posisi laki-laki sebagai tuan atau majikan, dan perempuan
sebagai hamba atau pelayan
3. Pola
asuh dan didikan keluarga yang menghalalkan kekerasan dalam segala bentuknya.
Seorang anak yang dididik dan dibesarkan dengan kekerasan, biasanya akan
bertumbuh menjadi orang dewasa, yang menghalalkan kekerasan sebagai jalan
keluar dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Di sini kita melihat
"korban" berubah "menjadi pelaku"
4. Ajaran
agama yang dipahami secara keliru (Misalnya: Hai istri, tunduklah kepada
suamimu, seperti kepada Tuhan)
Tony
Sejak
kecil saya tumbuh di lingkungan yang penuh kekerasan. Ayah sering memukuli Ibu
di depan saya dan saudara-saudara saya. Setelah ia meninggalkan kami, Ibu
tinggal dengan pria lain, dan pria itu juga memukuli dia. Pria itu juga
memerkosa kakak perempuan saya—dan saya. Akibatnya, ia dijebloskan ke
penjara…
Bagaimana
mencegah KDRT?
Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT), memberi perlindungan,
rasa aman dan bantuan hukum terhadap korban serta menindak pelakunya.
Apa
pun alasannya, Kekerasan bukanlah gaya hidup dan cara menyelesaikan masalah
dalam Keluarga. Setiap bentuk dan tindak kekerasan yang dilakukan, sekalipun
bertujuan baik adalah melawan kehendak Tuhan. “Tuhan menguji orang benar
dan orang fasik, dan ia membenci orang yang mencintai kekerasan” (Mzm. 11:5)
Dalam
perspektif saya, rumah tangga ataupun keluarga adalah suatu kehidupan yang
dibentuk dan diprakarsai oleh Allah. Kita yakin Allah yang mempersatukan
manusia didalam kehidupan rumah tangga, dan tidak ada satu pun aspek
pandangan dalam Alkitab, bahkan dalam pandangan Paulus yang menyetujui tentang
tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Bagaimana
pun juga Tuhan adalah kepala dari rumah tangga itu sebab itu juga apapun yang
terjadi didalam rumah tangga itu harus seturut dan sesuai dengan kehendak Tuhan.
Abigail
adalah perempuan bijaksana yang menikah dengan Nabal, seorang suami yang
memiliki karakter bebal. Nabal digambarkan sebagai laki-laki yang kaya raya,
namun kasar dan jahat serta tidak menghargai isterinya. Abigail yang bijaksana
menunjukkan komitmen dan kesetiaannya terhadap rumah tangganya (1 Samuel 25).
Hidup
sebagai manusia baru dan anak-anak terang seharusnya tidak menjadikan kekerasan
dalam segala bentuknya sebagai jalan keluar dari setiap permasalahan yang
dihadapi,apalagi membenarkannya! Keluarga, dan rumah tangga merupakan
tempat pembelajaran dalam membangun relasi hubungan interpersonal, dan kasih adalah cara yang paling ampuh
dalam menyelesaikan setiap permasalahan, termasuk juga didalamnya masalah rumah
tangga. Sebab itu kekerasan bukanlah jalan menyelesaikan permasalahan
tetapi hal itu akan menambah masalah. Keluarga/rumah tangga seharusnya menjadi
tempat yang dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sehingga setiap
anggota keluarga merasa sungguh-sungguh dikasihi dan dicintai.
Bagaimana
sikap kita terhadap KDRT dalam segala bentuknya? Pertama, kita harus menyatakan
secara tegas, bahwa KDRT dalam segala bentuknya adalah dosa atau berlawanan
dengan kehendak Allah. Kedua, kita dapat membentuk Tim Advokasi guna menangani
masalah KDRT. Ketiga, membentuk komunitas anti kekerasan yang memulihkan dan
menyembuhkan di lingkungan gereja dan masyarakat. Keempat, melakukan
sosialisasi keadilan gender melalui pelatihan,
studi/penelaahan, Alkitab, penerbitan modul dan
audio-visual, serta mimbar gereja. Lima, membentuk jejaring
pendamping perempuan, perkumpulan perempuan, dan
organisasi massa perempuan (=women fellowship) sebagai
strategi penghapusan kekerasan yang holistik.
"Whatever you are, be a good one" (Abraham Lincoln)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar