PERAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN SEKS ANAK
Oleh:
Pdt. Em. Maryam Kurniawati D.Min
Pengantar
Seks masih dianggap tabu untuk
dibicarakan oleh sebagian orang, terutama orangtua. Mungkin karena kata
"seks" selalu dihubungkan dengan area organ kelamin, bentuk, peran
dan segala fungsinya bahkan hubungan seks yang masih dianggap porno, kotor dan
tabu. Padahal anggapan ini bisa jadi keliru. Bagaimana jika pendidikan seks
dihubungan dengan anak? Yang dimaksud dengan pendidikan seks di sini adalah
pengajaran, penyadaran dan penjelasan kepada anak tentang masalah yang
berkaitan dengan perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang
berkaitan dengan masalah seksual (kehamilan, perilaku seksual, pernikahan) dan
membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab. Hal ini
dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu sebagai sesuatu yang
menjijikan dan kotor, tetapi sebagai anugerah Tuhan bagi keberlangsungan
kehidupan manusia, dan membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat dan
bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.
Setiap anak pada umumnya mempunyai
rasa ingin tahu yang besar terhadap perubahan dan perkembangan organ tubuhnya
dan juga perbedaan-perbedaan dengan milik orang lain. Sebab itu anak-anak akan
banyak bertanya. Orangtua perlu mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuan
untuk menghadapi pertanyaan anak, sesuai dengan tingkatan usianya, sehingga
anak dapat memperoleh jawaban yang memuaskan rasa ingin tahu mereka.
Menurut para ahli, penyimpangan seksual anak, bukanlah
gangguan yang pasti dihadapi oleh setiap anak. Perkembangan seksual anak, bila
tidak dibantu dan diarahkan oleh orangtua, dapat menimbulkan penyimpangan orientasi
seksual anak, dan perilaku yang salah pada
tahap selanjutnya (remaja, pemuda, dewasa). Di sini keteladanan, sikap dan
perilaku orangtua menjadi sangat penting artinya bagi anak-anak.
Perkembangan
Psikoseksual Anak
Menurut Sigmund Freud, yang dikenal dengan Teori Psikoanalisisnya,
perkembangan psikoseksual anak terbagi dalam empat fase, yaitu:
1.
Fase
Oral. Berlangsung dari lahir hingga usia 2 tahun.
Anak mendapatkan kenikmatan melalui
mulutnya. Hal ini terlihat ketika anak menyusu pada puting payudara ibunya mau
pun memasukkan segala sesuatu ke mulutnya.
2.
Fase
Muskuler. Berlangsung dari usia 2 hingga 3-4 tahun.
Pusat kenikmatan anak berpindah ke otot,
dan ditandai dengan kesenangan untuk dipeluk, memeluk, mencubit, atau
ditimang-timang.
3.
Fase
Anal Uretral. Berlangsung dari usia 4 hingga 5
tahun. Pusat kenikmatan anak terletak pada anus/dubur dan saluran kencing,
sehingga anak sering menahan BAB
(Buang Air Besar) atau BAK (Buang Air
Kecil).
4.
Fase
Genital. Berlangsung dari usia 5 hingga 7 tahun. Pusat
kenikmatan dirasakan pada alat kelamin, ditandai dengan seringnya memagang atau
memainkan alat kelaminnya. Seiring dengan kemampuan berpikirnya yang meningkat,
muncul rasa ingin tahu akan organ tubuhnya. Seringkali memperhatikan atau
mempermainkan alat kelamin (E. Hurlock, 2001).
Beberapa
praktisi perkembangan seksual anak menyebutkan bahwa perkembangan seksualitas
di usia pra-sekolah, hanya terbatas pada perkembangan perilaku. Perilaku
berhubungan erat dengan kebiasaan. Oleh karena itu tidak perlu ditanggapi
secara berlebihan. Pada rentang usia pra-sekolah, anak tidak mengalami
perkembangan fungsi seksual karena pada tahapan ini hormon-hormonnya belum
berfungsi secara maksimal.
Sebelum
masa pubertas, perkembangan fungsi seksual berlangsung sangat lambat, dan akan
lebih cepat berkembang pada masa pubertas. Jadi yang dapat diamati hanyalah
perkembangan perilaku atau psikoseksualnya. Tidak perlu kaget bila mendapati
anak di usia pra-sekolah sedang melakukan eksplorasi atau memainkan alat
kelaminnya.
Menurut hasil penelitian dari The
Kinsey Institute, sebuah lembaga yang bergerak di bidang penelitian
tentang seksualitas manusia, gender dan kesehatan reproduksi di Indiana University menyatakan, sejak
dalam kandungan anak sudah mengalami ereksi. Jadi tidak perlu heran, bila bayi laki-laki
yang baru bangun tidur tampak tegang alat kelaminnya, walau pun fungsi susunan
sarafnya belum sempurna dan kadar hormon androgennya masih sangat rendah, sedangkan
kelamin bayi perempuan biasanya tampak berlendir.
Bantuan
Orangtua Dalam Perkembangan Seksual Anak
Dalam menghadapi perkembangan seks
anak dan perilaku anak yang selalu ingin tahu terhadap seks, orangtua harus
memperlengkapi diri dengan pengetahuan dan informasi tentang seks yang
tepat. Orangtua hendaknya memahami motif
di balik pertanyaan anak, sehingga dapat mengklarifikasi permasalahan yang
dihadapi anak, serta memberi jawaban yang sederhana dan tepat.
Pada umumnya anak-anak belum dapat
membayangkan fungsi seksual dari organ tubuh manusia, karena mereka belum dapat
memahami. Sebab itu menghadapi pertanyaan dan tingkah polah anak yang berkaitan
dengan fungsi seksual, orangtua hendaknya bersikap tenang dan memberikan
jawaban dan penjelasan yang tepat guna, sehingga anak menemukan jawaban yang
memuaskan dan rasional menurut mereka.
1. Memahami
rasa ingin tahu anak. Orangtua diharapkan memberikan
penjelasan yang rasional yang dapat ditangkap secara kognitif oleh anak.
Misalnya dengan membiasakan menyebut nama alat kelamin anaknya (seperti penis,
vagina). Hindari menyebutkannya dengan istilah-istilah tertentu (seperti
burung, atau tongkat, dsb). Dengan cara seperti
ini anak-anak akan terbiasa dan tidak menganggap kata-kata itu sebagai
sesuatu yang menjijikkan, kotor, dan tabu. Bila pertanyaan seputar alat kelamin
tidak terlontar dari anak dalam usia pra-sekolah, orangtua wajib
memunculkannya. Pendidikan seks dalam usia dini akan lebih baik. Tidak perlu
kuatir anak tidak akan mampu menangkap informasi yang diberikan orangtua,
karena otak anak bagaikan jendela yang terbuka lebar dan selalu siap menerima
semua informasi sekali pun tidak langsung dimanfaatkan atau dipahami. Kelak
ketika anak usia pra-sekolah beranjak besar dan telah memahami tentang
seksualitas, ia tidak akan asing lagi dengan istilah atau sebutan alat kelamin
dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor, berdosa atau tabu.
2. Memberi
penjelasan sesuai tingkatan usia dan kemampuan kognitif anak.
Diperlukan kreativitas untuk memberikan jawaban yang sesuai dengan tingkat
pemahaman anak. Dalam rentang usia ini, anak memiliki pemahaman sebatas hal-hal
yang konkret saja. Mereka ingin mengenal tentang perbedaan bentuk, perbedaan
dengan lawan jenis kelamin, dan fungsi dari organ tersebut secara sederhana.
3. Menanggapi
secara jujur dan positif pertanyaan anak. Berbohong dapat
membuat anak merasa ada sesuatu yang disembunyikan, dan dapat memicu rasa
keingintahuan yang lebih besar. Contohnya, orangtua menyebutkan ada burung di
celananya. Bisa jadi anak akan penasaran, mengapa burung bisa ada di dalam
celananya. Penghindaran akan membuat anak semakin penasaran. Bisa jadi anak
akan mencari informasi dari orang lain, karena informasi yang diberikan belum
tentu benar dan tepat.
Mendeteksi
Sejak Dini Penyimpangan Orientasi Seksual Anak
Orientasi seksual
adalah suatu aspek dari kodrat manusia. Hal ini menunjukkan tentang perbedaan
orientasi seksual dalam diri laki-laki dan perempuan, dan bahwa faktor-faktor
budaya juga mempunyai pengaruh yang besar dalam diri seorang anak.
Akhir-akhir
ini kontroversi seputar masalah homoseksualitas dan isu LGBT menjadi topik yang hangat dibicarakan di kalangan
masyarakat. LGBT merupakan singkatan dari Lesbian,
Gay, Bisexual dan Transgender. Lesbian merupakan perempuan yang memiliki ketertarikan
seksual kepada sesama perempuan, Gay adalah laki-laki yang memiliki
ketertarikan seksual kepada laki-laki. Sementara Biseksual bisa tertarik
pada perempuan maupun laki-laki. Sementara itu, Transgender merujuk pada
kelompok yang memilih untuk mengganti gender mereka dari laki-laki ke perempuan
ataupun sebaliknya, secara sosial maupun secara fisik. Keempat kelompok
tersebut mewakili komunitas bersama yang disebut LGBT.
LGBT masih menjadi isu yang sangat sensitif di Indonesia, dan masih banyak kalangan yang melakukan kekerasan kepada LGBT seolah-oleh mereka bukan manusia seperti yang lain. Diskriminasi seksual dan bias gender juga menjadi masalah utama yang harus dihadapi LGBT, bahkan di lingkungan kerja sekali pun. Konon, semakin banyak ditemukan anak muda laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat yang melaporkan memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis. Penerimaan masyarakat yang semakin terbuka terhadap sesama jenis diprediksi yang menjadi penyebab semakin banyaknya anak muda, yang berani mengungkapkan rasa suka terhadap mereka yang memiliki jenis kelamin yang sama. seperti yang dituturkan Profesor Perkembangan Psikologi dari Cornell University, Ritch Savin Williams, yang melakukan penelitian mengenai orientasi seksual dan perilaku seksual.
Bagaimana pun juga hubungan orangtua dan anak tidak lah dapat dipisahkan. Apa pun yang terjadi pada anak, orangtua sebaiknya selalu melakukan monitor demi tumbuh kembang anak yang optimal. proses pengasuhan anak tidak berlaku rumus-rumus matematis, karena perkembangan anak melibatkan banyak faktor yang secara sistemik bersinergi membentuk perilaku anak, selain faktor pembawaan anak itu sendiri. Sebab itu pendampingan perkembangan seksual yang proporsional dari orangtua setidaknya akan memberikan rangsangan yang terarah dan positif kepada anak di dalam masa tumbuh kembang mereka.
Akhirnya, setiap orangtua diberi nasehat untuk mengabdi kepada Tuhan dan melatih anak untuk kehidupan dewasa. Dalam kitab Amsal 22:6 dikatakan, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tua nya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Prinsip ini mendesak para orangtua untuk memberikan perhatian khusus, mengenai tugas yang mengagumkan untuk membesarkan anak-anak mereka, sehingga anak-anak dapat bertumbuh kembang sesuai dengan jalan yang patut baginya dan tidak berpaling dari Tuhan.