Selama 40
tahun Musa menjadi seorang gembala. Mengalami suka dan duka untuk menjaga dan
memelihara domba-domba yang dipercayakan kepadanya. Di Gunung Horeb, malaikat
Tuhan menampakkan diri kepada Musa dalam belukar duri yang menyala. Api menjadi
simbol kehadiran Tuhan. Reaksi Musa: Terkejut, kuatir, dan takut. Musa diminta
untuk menggalkan kasutnya.
Mungkin Musa
bukan sosok pemimpin yang kita harapkan, namun beginilah cara Tuhan bekerja.
Memakai orang-orang yang tidak sempurna untuk memajukan Kerajaan Allah. Dalam
upayanya untuk menolong seorang budak, Musa membunuh seorang mandor Mesir,
menyembunyikan mayatnya, dan namanya masuk ke dalam daftar orang yang dicari
(Kel 2:11-15). Yang perlu kita catat, Musa menjadi seorang pemimpin bukan
karena kepentingan dan ambisi pribadi. Bukan pula karena haus kekuasaan
dan gila hormat. Yang Musa lakukan adalah keluar dari zona aman (atau hidup
yang berpusat pada diri sendiri) untuk berpihak dan membela orang-orang
Israel yang tertindas dan teraniaya.
Musa dipakai
Tuhan untuk memimpin orang-orang Israel kembali ke Kanaan. Sebuah perjalanan
panjang, yang membutuhkan kesabaran, kelemah-lembutan, ketekunan, kerendah
hatian dan penyerahan yang penuh kepada Tuhan. Perenungan kita: Seorang
pemimpin tidak dilahirkan, tetapi dibentuk oleh Tuhan melalui berbagai proses
kehidupan. Melalui banyak suka dan duka, kita belajar untuk sabar,
lemah-lembut, tekun, rendah hati dan bersandar kepada Tuhan. Jangan lupa, Tuhan
bisa saja mengubah hidup seseorang untuk menjadi alat di tangan-Nya.
Persoalannya
sekarang adalah, maukah kita menjadi orang-orang yang dipakai oleh Tuhan untuk
menjadi orang-orang yang berpihak kepada mereka yang tertindas dan teraniaya,
dan tidak menjadi seorang penonton, atau orang-orang yang diam dan
berpangku tangan? Semoga! (Materi PAW GKI Samanhudi, 25 September 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar