Halaman

Senin, 20 Agustus 2012

TUHAN ADA DI SANA ...


Death is Not the greatest loss is What Dies Within Us While We Live (Norman Cousin)


Bacaan : Filipi 1:20-22a

Kelahiran dan Kematian, merupakan suatu bagian yang pasti dijalani oleh semua orang. Kelahiran, menandai awal dari suatu kehidupan.  Sedangkan Kematian, menandai akhir dari suatu kehidupan. 

Berbicara  tentang kematian, sesungguhnya kita dapat melihatnya dari dua sisi. Pertama, sudah seberapa lama kita menjalani kehidupan ini? Kedua, sudah seberapa dekat kita dengan kematian? Kedua pertanyaan ini menjadi sangat penting, karena kematian bagi kita, bagaimana pun juga adalah  penyebab berakhirnya suatu kehidupan atau penyebab terputusnya secara mutlak jalinan kehidupan antara kita dengan orang-orang yang kita kasihi, teman dan sahabat serta dunia sekitar kita. Berpisah dari seseorang yang kita kasihi adalah sesuatu yang berat dan menyakitkan. Itulah sebabnya  kita sering takut menghadapi kematian.

Lalu  bagaimana seharusnya kita memandang dan menempatkan kematian itu di dalam kehidupan kita? Epicurus, seorang pemikir dari Athena, mengatakan kepada kita.   
"Biasakanlah dirimu untuk meyakini bahwa kematian tidak berpengaruh apa-apa kepada kita, karena yang baik dan yang buruk mengandaikan adanya kemampuan kita untuk merasakan sesuatu, padahal kematian adalah ketiadaan semua perasaan demikian." 
Menurut Epicurus, Kematian memang akan datang dan menghampiri setiap manusia, tetapi dia tidak boleh ditakuti, karena kematian akan membebaskan kita dari kemampuan membedakan manakah yang baik dan manakah yang buruk. 

Oleh karena itu  ketakutan pada kematian adalah sebuah kebodohan. Menurut Epicurus, yang penting adalah kehidupan, dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana mengisi kehidupan dan bukan menyia-nyiakan waktu untuk tidak melakukan sesuatu apapun, karena takut akan kematian. Bagi dia, kehidupan itu jauh lebih berharga karena hanya dalam kehidupanlah manusia memiliki kemampuan merasakan sesuatu. Dan hanya melalui kemampuan menginderai, manusia sanggup membedakan manakah hal yang baik yang harus dia lakukan, dan manakah hal yang buruk yg tidak boleh dilakukan.

Upaya kita untuk membebaskan diri dari bayang-bayang kematian justru akan membuat manusia fokus pada upaya, bagaimana mengisi kehidupan ini. Dalam bahasa sederhana, 

"Daripada menyiksa diri dalam ketakutan akan kematian dan hukuman setelah kematian, lebih baik kita menjalankan kehidupan sekarang yg lebih menyenangkan."
Tawaran Epicurus untuk fokus pada kehidupan ini sangat jelas. 
Kehidupan lebih berharga dari kematian, karena dalam kehidupanlah kita bisa merasakan sesuatu dg panca indera kita.  Hanya orang bijak yang sanggup membedakan antara perbuatan yang baik yang menciptakan  kebahagiaan dan perbuatan buruk yang menimbulkan rasa sakit.

Di dalam Filipi 1:20-22a, Rasul Paulus menuliskan pandangannya mengenai kematian. "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan ..." Hal ini menegaskan kepada kita bahwa bagi Rasul Paulus, baik Kehidupan maupun Kematian merupakan suatu kesatuan. Senada dan bahkan melampaui apa yang dipikirkan oleh  Epicurus, maka Paulus mau menegaskan, bahwa :  Kita harus fokus untuk terus mengisi kehidupan ini, dengan beriman kepada Kristus. Dengan demikian, hidup kita harus senantiasa terarah kepada Kristus dan Firman-Nya, agar hidup kita menjadi berkat bagi orang lain.

Dalam Injil Yohanes 15:5, Tuhan Yesus berkata, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Ia berbuah banyak, sebab diluar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."

Hal ini menegaskan kepada kita, bahwa hidup kita akan menjadi bermakna, serta menjadi berkat, bila kita sungguh-sungguh menempatkan Kristus di jantung kehidupan kita. Sebab itu kita  harus memandang kematian itu dengan kacamata dan  pandangan positif, yaitu dengan mengisi kehidupan ini dengan hal-hal yang positif, dan membangun orang lain. Misalnya,

memperjuangkan keadilan bagi orang yang tertindas, menjaga dan melestarikan lingkungan dan alam sekitar. Belajar melihat kelebihan (dan bukan kekurangan) orang lain dan sebagainya.
 

Bagaimana pun juga, kematian pasti akan datang dan menghampiri kita. Entah kematian suami atau istri, anak, atau orang tua, bahkan kematian kita sendiri. Tetapi dia tidak boleh ditakuti, karena kematian akan menjadi suatu pembebasan yang sempurna dari segala kekurangan dan penderitaan spiritual dan material yang kita alami selama di dunia ini.

Dengan demikian pernyataan Paulus, bahwa "bagiku hidup adalah Kristus dan  mati adalah untungku" seharusnya mampu mengangkat segala bentuk kecemasan dan ketakutan kita akan kematian .. Kita harus terus menatap masa depan dengan memaknai kehidupan  ini. Seperti Norman Cousin mengatakan, bahwa kematian bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup. Kehilangan yang terbesar adalah apa yang mati dalam diri kita pada waktu kita hidup. Dengan demikian, kematian bukanlah akhir karena Tuhan ada di sana dan kekekalan akan menjadi bagian dari kehidupan kita.
Saya jadi ingat sebuah kisah.

Seorang pasien berpaling menghadap dokternya, selagi dokter itu bersiap untuk pergi. "Dokter, aku takut mati. Ceritakan apa yang ada di sebelah sana." Dengan lembut, dokter itu berkata, "Saya tidak tahu."

"Anda tidak tahu? Anda, seorang Kristen, tidak tahu apa yang ada di sebelah sana?" Dokter itu sedang memegang gagang pintu kamar di sebelah sana terdengar suara garukan dan keluhan, begitu pintu itu dibukanya, seekor anjing menerobos masuk dan lompat ke arahnya dengan antusias dan senang sekali.

Menoleh ke arah sang pasien, dokter berkata, "Anda lihat anjing saya? Ia belum pernah masuk ruangan ini sebelumnya, dan ia tidak tahu apa di dalamnya. Ia tidak tahu apa-apa,  kecuali bahwa tuannya ada di dalam, dan ketika pintu dibuka, ia langsung masuk tanpa takut. Saya hanya tahu sedikit tentang ada apa di sebelah kematian, tapi saya tahu benar tentang satu hal, saya tahu Tuhan saya ada di sana dan itu cukup."