Halaman

Senin, 29 Februari 2016

PERAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN SEKS ANAK

PERAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN SEKS ANAK
Oleh: Pdt. Em. Maryam Kurniawati D.Min



Pengantar
Seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan oleh sebagian orang, terutama orangtua. Mungkin karena kata "seks" selalu dihubungkan dengan area organ kelamin, bentuk, peran dan segala fungsinya bahkan hubungan seks yang masih dianggap porno, kotor dan tabu. Padahal anggapan ini bisa jadi keliru. Bagaimana jika pendidikan seks dihubungan dengan anak? Yang dimaksud dengan pendidikan seks di sini adalah pengajaran, penyadaran dan penjelasan kepada anak tentang masalah yang berkaitan dengan perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual (kehamilan, perilaku seksual, pernikahan) dan membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu sebagai sesuatu yang menjijikan dan kotor, tetapi sebagai anugerah Tuhan bagi keberlangsungan kehidupan manusia, dan membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.

Setiap anak pada umumnya mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap perubahan dan perkembangan organ tubuhnya dan juga perbedaan-perbedaan dengan milik orang lain. Sebab itu anak-anak akan banyak bertanya. Orangtua perlu mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuan untuk menghadapi pertanyaan anak, sesuai dengan tingkatan usianya, sehingga anak dapat memperoleh jawaban yang memuaskan rasa ingin tahu mereka.

Menurut  para ahli, penyimpangan seksual anak, bukanlah gangguan yang pasti dihadapi oleh setiap anak. Perkembangan seksual anak, bila tidak dibantu dan diarahkan oleh orangtua, dapat menimbulkan penyimpangan orientasi seksual anak, dan perilaku yang salah  pada tahap selanjutnya (remaja, pemuda, dewasa). Di sini keteladanan, sikap dan perilaku orangtua menjadi sangat penting artinya bagi anak-anak.

Perkembangan Psikoseksual Anak
Menurut Sigmund Freud, yang dikenal dengan Teori Psikoanalisisnya, perkembangan psikoseksual anak terbagi dalam empat fase, yaitu:
1.   Fase Oral. Berlangsung dari lahir hingga usia 2 tahun. Anak mendapatkan   kenikmatan melalui mulutnya. Hal ini terlihat ketika anak menyusu pada puting payudara ibunya mau pun memasukkan segala sesuatu ke mulutnya.
2.   Fase Muskuler. Berlangsung dari usia 2 hingga 3-4 tahun. Pusat  kenikmatan anak berpindah ke otot, dan ditandai dengan kesenangan untuk dipeluk, memeluk, mencubit, atau ditimang-timang.
3.   Fase Anal Uretral. Berlangsung dari usia 4 hingga 5 tahun. Pusat kenikmatan anak terletak pada anus/dubur dan saluran kencing, sehingga anak sering menahan BAB (Buang Air Besar) atau BAK (Buang Air Kecil).
4.   Fase Genital. Berlangsung dari usia 5 hingga 7 tahun. Pusat kenikmatan dirasakan pada alat kelamin, ditandai dengan seringnya memagang atau memainkan alat kelaminnya. Seiring dengan kemampuan berpikirnya yang meningkat, muncul rasa ingin tahu akan organ tubuhnya. Seringkali memperhatikan atau mempermainkan alat kelamin (E. Hurlock, 2001).

Beberapa praktisi perkembangan seksual anak menyebutkan bahwa perkembangan seksualitas di usia pra-sekolah, hanya terbatas pada perkembangan perilaku. Perilaku berhubungan erat dengan kebiasaan. Oleh karena itu tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Pada rentang usia pra-sekolah, anak tidak mengalami perkembangan fungsi seksual karena pada tahapan ini hormon-hormonnya belum berfungsi secara maksimal.

Sebelum masa pubertas, perkembangan fungsi seksual berlangsung sangat lambat, dan akan lebih cepat berkembang pada masa pubertas. Jadi yang dapat diamati hanyalah perkembangan perilaku atau psikoseksualnya. Tidak perlu kaget bila mendapati anak di usia pra-sekolah sedang melakukan eksplorasi atau memainkan alat kelaminnya.

Menurut hasil penelitian dari The Kinsey Institute, sebuah lembaga yang bergerak di bidang penelitian tentang seksualitas manusia, gender dan kesehatan reproduksi di Indiana University menyatakan, sejak dalam kandungan anak sudah mengalami ereksi. Jadi tidak perlu heran, bila bayi laki-laki yang baru bangun tidur tampak tegang alat kelaminnya, walau pun fungsi susunan sarafnya belum sempurna dan kadar hormon androgennya masih sangat rendah, sedangkan kelamin bayi perempuan biasanya tampak berlendir.

Bantuan Orangtua Dalam Perkembangan Seksual Anak
Dalam menghadapi perkembangan seks anak dan perilaku anak yang selalu ingin tahu terhadap seks, orangtua harus memperlengkapi diri dengan pengetahuan dan informasi tentang seks yang tepat.  Orangtua hendaknya memahami motif di balik pertanyaan anak, sehingga dapat mengklarifikasi permasalahan yang dihadapi anak, serta memberi jawaban yang sederhana dan tepat.

Pada umumnya anak-anak belum dapat membayangkan fungsi seksual dari organ tubuh manusia, karena mereka belum dapat memahami. Sebab itu menghadapi pertanyaan dan tingkah polah anak yang berkaitan dengan fungsi seksual, orangtua hendaknya bersikap tenang dan memberikan jawaban dan penjelasan yang tepat guna, sehingga anak menemukan jawaban yang memuaskan dan rasional menurut mereka.

1. Memahami rasa ingin tahu anak. Orangtua diharapkan memberikan penjelasan yang rasional yang dapat ditangkap secara kognitif oleh anak. Misalnya dengan membiasakan menyebut nama alat kelamin anaknya (seperti penis, vagina). Hindari menyebutkannya dengan istilah-istilah tertentu (seperti burung, atau tongkat, dsb). Dengan cara seperti  ini anak-anak akan terbiasa dan tidak menganggap kata-kata itu sebagai sesuatu yang menjijikkan, kotor, dan tabu. Bila pertanyaan seputar alat kelamin tidak terlontar dari anak dalam usia pra-sekolah, orangtua wajib memunculkannya. Pendidikan seks dalam usia dini akan lebih baik. Tidak perlu kuatir anak tidak akan mampu menangkap informasi yang diberikan orangtua, karena otak anak bagaikan jendela yang terbuka lebar dan selalu siap menerima semua informasi sekali pun tidak langsung dimanfaatkan atau dipahami. Kelak ketika anak usia pra-sekolah beranjak besar dan telah memahami tentang seksualitas, ia tidak akan asing lagi dengan istilah atau sebutan alat kelamin dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor, berdosa atau tabu.

2.  Memberi penjelasan sesuai tingkatan usia dan kemampuan kognitif anak. Diperlukan kreativitas untuk memberikan jawaban yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Dalam rentang usia ini, anak memiliki pemahaman sebatas hal-hal yang konkret saja. Mereka ingin mengenal tentang perbedaan bentuk, perbedaan dengan lawan jenis kelamin, dan fungsi dari organ tersebut secara sederhana.

3.  Menanggapi secara jujur dan positif pertanyaan anak. Berbohong dapat membuat anak merasa ada sesuatu yang disembunyikan, dan dapat memicu rasa keingintahuan yang lebih besar. Contohnya, orangtua menyebutkan ada burung di celananya. Bisa jadi anak akan penasaran, mengapa burung bisa ada di dalam celananya. Penghindaran akan membuat anak semakin penasaran. Bisa jadi anak akan mencari informasi dari orang lain, karena informasi yang diberikan belum tentu benar dan tepat.

Mendeteksi Sejak Dini Penyimpangan Orientasi Seksual Anak
Orientasi seksual adalah suatu aspek dari kodrat manusia. Hal ini menunjukkan tentang perbedaan orientasi seksual dalam diri laki-laki dan perempuan, dan bahwa faktor-faktor budaya juga mempunyai pengaruh yang besar dalam diri seorang anak.

Akhir-akhir ini kontroversi seputar masalah homoseksualitas dan isu LGBT menjadi topik yang hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. LGBT merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender.  Lesbian  merupakan perempuan yang memiliki ketertarikan seksual kepada sesama perempuan, Gay adalah laki-laki yang memiliki ketertarikan seksual kepada laki-laki. Sementara Biseksual bisa tertarik pada perempuan maupun laki-laki. Sementara itu, Transgender merujuk pada kelompok yang memilih untuk mengganti gender mereka dari laki-laki ke perempuan ataupun sebaliknya, secara sosial maupun secara fisik. Keempat kelompok tersebut mewakili komunitas bersama yang disebut LGBT.

LGBT masih menjadi isu yang sangat sensitif di Indonesia, dan masih banyak kalangan yang melakukan kekerasan kepada LGBT seolah-oleh mereka bukan manusia seperti yang lain. Diskriminasi seksual dan bias gender juga menjadi masalah utama yang harus dihadapi LGBT, bahkan di lingkungan kerja sekali pun. Konon, semakin banyak ditemukan anak muda laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat yang melaporkan memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis. Penerimaan masyarakat yang semakin terbuka terhadap sesama jenis diprediksi yang menjadi penyebab semakin banyaknya anak muda, yang berani mengungkapkan rasa suka terhadap mereka yang memiliki jenis kelamin yang sama. seperti yang dituturkan Profesor Perkembangan Psikologi dari Cornell University, Ritch Savin Williams, yang melakukan penelitian mengenai orientasi seksual dan perilaku seksual. 

Bagaimana pun juga hubungan orangtua dan anak tidak lah dapat dipisahkan. Apa pun yang terjadi pada anak, orangtua sebaiknya selalu melakukan monitor demi tumbuh kembang anak yang optimal. proses pengasuhan anak tidak berlaku rumus-rumus matematis, karena perkembangan anak melibatkan banyak faktor yang secara sistemik bersinergi membentuk perilaku anak, selain faktor pembawaan anak itu sendiri. Sebab itu pendampingan perkembangan seksual yang proporsional dari orangtua setidaknya akan memberikan rangsangan yang terarah dan positif kepada anak di dalam masa tumbuh kembang mereka. 

Akhirnya, setiap orangtua diberi nasehat untuk mengabdi kepada Tuhan dan melatih anak untuk kehidupan dewasa. Dalam kitab Amsal 22:6 dikatakan, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tua nya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Prinsip ini mendesak para orangtua untuk memberikan perhatian khusus, mengenai tugas yang mengagumkan untuk membesarkan anak-anak mereka, sehingga anak-anak dapat bertumbuh kembang sesuai dengan jalan yang patut baginya dan tidak berpaling dari Tuhan. 

          

'MARILAH KEPADAKU, YANG LETIH LESU DAN BERBEBAN BERAT"


"MARILAH KEPADAKU ..."
Pdt. Em. Maryam Kurniawati D.Min






Thomas Smith, seorang musisi, suatu saat berjalan-jalan di toko gadai ecara spontan perhatiannya tertarik pada gitar di sudut etalase, gitar yang tampak dekil dan hanya memiliki satu senar berkarat. Sebagai musisi, ia mengenali alat musik yang bermutu. Dan ia tahu gitar buruk rupa itu sebenarnya sangat berkualitas. Dibelinya gitar itu dengan harga 30 dolar! Perlu waktu satu bulan untuk membersihkan gitar itu, memperbaiki bagian yang rusak, dan memasang senar baru. Benar saja, gitar itu mengalunkan suara yang begitu merdu saat Thomas memainkannya. Membuat iri teman-teman musisi lain yang memiliki gitar dengan harga yang jauh lebih mahal.

Dari kisah Thomas kita belajar, cara pandang Tuhan acap kali berbeda dengan kita.  Dia tidak pernah melihat tampak atau penampilan luar, karena lebih tertarik kepada hati kita, dan hidup kita bernilai bukan karena segala hal yang kita miliki, melainkan karena Tuhan lah yang memilih, menentukan, dan mengangkat hidup kita. Mengapa Tuhan memilih, menentukan, dan mengangkat hidup kita? Jawaban yang pasti, adalah karena penderitaan dan beban hidup kita terlalu berat untuk kita pikul sendiri.
Bukankah setiap keluarga mempunyai salibnya masing-masing  (
leder huis heeft zijn eigen kruis)?

Di sekeliling kita, banyak orang menderita karena kehilangan pekerjaan. Banyak orang susah dan menderita karena mempunyai anak yang berkebutuhan khusus (autis, cacat ganda dll). Banyak orang yang menderita penyakit yang tak kunjung sembuh. Banyak pula orang menderita karena kematian orang yang dikasihinya ... Jorgen Moltmann dalam The Crucified God berpendapat bahwa Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui penderitaan dan salib, dan bukan lewat kuasa dan kemuliaan. Sebab itu Allah solider, bahkan berpartisipasi, merasakan, menebus dan memberi kelegaan kepada manusia dari penderitaan yang dialaminya!

Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan”  (Matius 11:28–30).


"Pikullah kuk yang Kupasang!” Apa yang dimaksudkan Yesus dengan memakai kata “kuk’ dalam pengajaran-Nya itu? Kuk adalah sebatang kayu yang dibentuk untuk mengekang dua ekor sapi, dan menjaga mereka supaya terikat bersama sehingga mereka dapat  berbagi beban secara seimbang. Memikul kuk berarti taat kepada Dia dan mau bekerja untuk Dia. Ia berkata bahwa kuk-Nya enak dan beban yang Ia berikan ringan. Alkitab sering berbicara kepada kita tentang beban dalam arti perbudakan atau kewajiban. Namun bila Yesus memerintahkan kita untuk memikul kuk yang Dia pasang, itu bukan berarti bahwa Dia ingin menambahkan beban kepada kita.

Dia justru mengajak kita untuk “Berserah dan Berbagi”  sehingga kita dapat terus berjalan bersama-Nya sambil memikul bersama beban itu, sehingga beban kita pun akan menjadi lebih ringan. Satu-satunya cara Tuhan untuk mengangkat beban kita adalah dengan kerelaan-Nya memikul beban itu bersama dengan kita; tetapi di saat yang sama itu kita juga harus menyerahkan diri kepada-Nya, agar Dia dapat mulai  mengendalikan hidup kita! Oleh karena itu menjadikan Dia segalanya bagi kita, adalah pilihan yang terbaik.  Izinkanlah Ia mengendalikan segalanya,maka Dia  akan berurusan dengan beban  hidup kita. Langkah berikutnya, adalah belajarlah dari Yesus, sehingga kita dapat memahami apa dan bagaimana cara kita bertindak. Lihatlah bahwa Dia akan memberikan kita kuasa, dan akan memampukan kita untuk menghadapi segala ujian, cobaan dan tantangan dalam kehidupan ini! 

Selamat menjalani hari-hari indah bersama-Nya!


Kamis, 18 Februari 2016


SIAPAKAH MARIA MAGDALENA ITU?

Maria Magdalena seringkali disalahtafsirkan sebagai perempuan pendosa yang mengurapi kaki Yesus (Lukas 7:37-50). Kesalahtafsiran itu terjadi karena sesudah bercerita tentang perempuan pendosa yang mengurapi kaki Yesus, pengarang Injil Lukas menyebut nama Maria Magdalena dengan keterangan "yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat" (Lukas 8:2). Predikat "pendosa" kerapkali disamakan dengan predikat "roh-roh jahat," dan ditafsirkan sebagai "dosa seksual yang sangat berat," karena itu ditarik kesimpulan bahwa perempuan pendosa itu adalah Maria Magdalena yang pernah menjadi PSK (Pekerja Seks Komersial). Yang menarik, kesalahtafsiran itu terjadi di dalam sejarah gereja, bahkan dilakukan Bapa-bapa gereja (seperti Agustinus, Ambrosius, Efren), dan juga Paus (Gregorius Agung), sehingga terciptalah tradisi yang mengungkapkan bahwa Maria Magdalena itu adalah mantan PSK.
Penafsiran bahwa "roh-roh jahat" berarti PSK, menurut saya kurang tepat karena di dalam Alkitab tidak ada rujukan yang menyamakan kerasukan roh jahat (Markus 7:30, 9:21) sebagai pendosa atau hidup dalam dosa. Bila pengarang Injil Lukas memakai ungkapan "diampuni dosa-dosanya" (Lukas 7:47-48), maka predikat yang diberikan kepada Maria Magdalena sebagai perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat harus ditafsirkan sebagai kesembuhan dari berbagai penyakit, dan bukan dari dosa seksual. Dengan demikian dua perempuan yang berbeda, Maria Magdalena (Lukas 8:2) dan perempuan pendosa (Lukas 7:37-50). Dalam tradisi sebelum pengarangan Injil, terdapat dua kisah pengurapan. Yang pertama adalah pengurapan kaki Yesus oleh perempuan pendosa dengan air matanya. Yang kedua adalah pengurapan kepala Yesus oleh perempuan baik-baik dengan minyak narwastu. Perempuan pendosa itu melakukan pengurapan guna memohon ampun, sedangkan perempuan baik-baik itu melakukannya guna meramalkan kematian Yesus. Lukas (7:36-40) menuliskan kisah pertama, dan Markus (14:3-9, Matius 26:6-13) menuliskan kisah kedua. Jadi perempuan baik-baik yang mengurapi kepala Yesus itu bukan Maria saudara Lazarus dan Marta, dan juga bukan Maria Magdalena atau pun perempuan pendosa itu. Menurut pengajaran para Bapa Gereja, karena belas kasihan Yesus yang telah mengusir ketujuh roh jahat daripadanya, dan pengampunan Yesus atas segala dosanya, Maria (dari Betania) dapat duduk di dekat kaki Yesus dan mendengarkan-Nya.
Pengarang Injil Yohanes menyatukan kedua kisah pengurapan itu (Yohanes 12:1-9), dengan menggunakan kisah Markus tentang pengurapan di Betania, tetapi pengarang Yohanes menambahkan rincian-riancian yang berasal dari kisah Lukas (bahwa perempuan itu tidak mengurapi kepala, namun kaki Yesus, dan perempuan itu menyeka minyak wangi itu dengan rambutnya yang terurai). Pada jaman itu, rambut terurai menjadi simbol perempuan penghibur. Penggabungan kedua cerita ini memicu kebingungan bagi para pembacanya. Nama “Maria” sebenarnya adalah nama yang sangat umum dan biasa digunakan pada zaman Yesus. Hal ini disebabkan karena Maria adalah saudari dari Musa (Kel 15:20), dan setiap keluarga ingin mempunyai Musa dalam keluarga. Nama Maria digunakan, seperti nama perempuan-perempuan yang berada di bawah kaki salib Yesus: “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya (yaitu Maria), Maria istri Klopas dan Maria Magdalena (Yoh 19:25).” Ketiga perempuan itu bernama Maria. Karena itu, untuk membedakan di antara Maria-Maria, ditambahkan sebutan ibu dari, istri dari, saudari dari atau ditambahkan nama tempat asal, seperti Magdalena (dari Magdala).

Maria yang duduk di kaki Yesus tidak mungkin sama dengan perempuan pendosa. Namun justru karena belas kasih Yesus, Maria Magdalena yang tadinya hidup sebagai pendosa, dan yang darinya diusir tujuh roh jahat, setelah bertobat menjadi murid Yesus yang setia, yang memilih untuk duduk mendengarkan Yesus daripada melakukan sesuatu yang lain ketika Yesus datang ke rumahnya (Lukas 10:38-42). Pada saat yesus disalibkan, Maria Magdalena berdiri di dekat salib Yesus (Yohanes 19:25), bersama Maria ibu Yesus dan maria istri Kleopas. Pada saat kebangkitan Yesus, Maria Magdalena datang ke kubur Yesus dengan maksud mengurapi Yesus dengan minyak, namun ternyata melihat Yesus yang bangkit (Yohanes 20:11-18). Namun untuk menjawab apakah Maria Magdalena menjadi "The Apostle of Apostles"  kita perlu berhati-hati, karena menjadi saksi kebangkitan, tidak otomatis menjadikannya sebagai rasul. Pada saat Yesus menampakkan diri kepada Maria Magdalena, yang dikatakan Yesus adalah, “Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea dan di sanalah mereka akan menlihat Aku.” (Mat 28:10). Maka kita melihat bahwa Yesus tetap menempatkan para rasul sebagai pengikut-Nya yang utama, yang kemudian diutus-Nya untuk pergi ke seluruh dunia, untuk membaptis dan memberitakan Injil (lih. Mat 28:19-20).
 (Disarikan dari berbagai sumber oleh Maryam Kurniawati D.Min)