Halaman

Kamis, 27 September 2012

BATU RUBY YANG RETAK




Alkisah di sebuah kerajaan, raja memiliki sebuah batu ruby yang sangat indah. Raja sangat menyayangi dan  mengaguminya,  karena memiliki sebuah batu yang sangat indah dan berharga.

Saat permaisuri akan melangsungkan ulang tahunnya, raja ingin memberikan hadiah batu ruby itu kepada istri tercintanya. Tetapi saat hendak mengeluarkannya dari tempat penyimpanan, raja agak ceroboh, sehingga batu itu terjatuh dan sedikit cacat.

Raja sangat sedih dan kecewa. Dipanggillah para ahli batu-batu berharga untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Beberapa ahli permata telah datang ke kerajaan, tetapi mereka menyatakan tidak sanggup memperbaiki batu berharga tersebut. "Mohon ampun Baginda. Cacat di batu ini tidak mungkin bisa diperbaiki. Kami tidak sanggup mengembalikannya seperti keadaan semula."

Kemudian sang baginda memutuskan mengadakan sayembara, dan mengundang seluruh ahli permata yang ada di negeri itu.

Tidak lama kemudian datanglah ke istana seorang setengah tua berbadan bongkok dan berbaju lusuh, dan mengaku sebagai ahli permata. Melihat penampilannya yang kurang meyakinkan, para prajurit menertawakan dia dan berusaha mengusirnya. Mendengar keributan, sang raja memerintahkan untuk menghadap. "Ampun Baginda. Mendengar kesedihan Baginda karena adanya cacat pada batu ruby kesayangan Baginda, perkenankanlah hamba untuk melihat dan mencoba memperbaikinya."

"Baiklah, niat baikmu aku kabulkan," kata baginda sambil memberikan batu tersebut.

Setelah melihat dengan saksama, sambil menghela napas, si tamu berkata, "Saya tidak bisa mengembalikan batu ini seperti keadaan semula, tetapi bila diperkenankan, saya akan membuat batu ruby retak ini menjadi lebih indah."

Walaupun sang raja meragukan, tetapi karena putus asa dan tidak ada yang bisa dilakukan lagi dengan batu ruby itu, raja akhirnya setuju. Maka, ahli permata itupun mulai bekerja: memotong dan menggosok batu ruby tersebut.

Beberapa hari kemudian, dia menghadap raja. Dan ternyata batu permata ruby yang retak telah dia pahat menjadi bunga mawar yang sangat indah. Baginda sangat gembira, "Terima kasih. Bunga mawar adalah bunga kesukaan permaisuri. Bunga mawar batu ruby ini sungguh cocok sebagai hadiah."

Si ahli permata pulang dengan gembira. Bukan karena besarnya hadiah yang dia terima, tetapi lebih dari itu. Karena dia telah membuat raja yang dicintainya berbahagia.

Di tangan seorang yang ahli,  benda cacat bisa diubah menjadi sesuatu yang lebih indah dengan cara menambah nilai lebih yang diciptakannya. Apalagi jika ia mengerjakannya dengan penuh ketulusan dan dengan perasaan cinta untuk membahagiakan orang lain, hasilnya pasti luar biasa.
Begitu pula dengan kita manusia,tidak ada yang sempurna. Selalu ada kelemahan, kekurangan dan cacat cela, besar atau pun kecil. Tetapi jika kita memiliki tekad untuk mengubahnya, maka perubahan-perubahan positif akan menjadi kekuatan pendorong yang akan membawa kita kepada kehidupan yang lebih bermakna dan bernilai.

Sebab itu jangan terlalu mudah menghakimi dan menganggap remeh kelemahan, kekurangan dan cacat cela yang ada pada diri orang lain, karna kita pun punya banyak kelemahan, kekurangan dan cacat cela. Yang dibutuhkan adalah sentuhan "tangan ahli" yang penuh cinta, untuk mengubah kelemahan dan kekurangan menjadi kelebihan dan sesuatu yang indah.

Kamis, 06 September 2012

KISAH BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR




Ada seorang raja yang baru saja memecat bendahara kerajaannya sebab ia didapati tidak jujur. Maka raja mulai mencari siapakah gerangan orang yang dapat menduduki jabatan bendahara negara yang sangat penting itu. Akhirnya, setelah melalui seleksi yang sangat ketat, raja mengangkat seorang yang tadiya hanyalah seorang rayat jelata yang sederhana, untuk menjabat sebagai bendahara kerajaan. Hal ini terjadi semata-mata karena kejujuran orang tersebut yang sudah terkenal di mana-mana.
Perubahan kedudukan ini segera membawa pengaruh yang besar. Kalau tadinya ia dan keluarganya tinggal di sebuah pondok sederhana, kini sesuai dengan kedudukannya, ia tinggal di sebuah rumah besar dan mewah. Tidak kekurangan sesuatu apa pun. Hal ini berlangsung selama kurang lebih satu tahun lamanya, sampai pada suatu hari disampaikan aebuah laporan kepada baginda raja.
Laporan itu menyatakan bahwa beberapa waktu yang lalu, pengawal yang menjaga gedung perbendaharaan kerajaan melihat bahwa si bendahara tersebut pergi keluar dari gedung dengan membawa sebuah bungkusan. Menurut laporan, ternyata hal seperti itu bukan hanya terjadi satu atau dua kali saja, tetapi setiap kali ia masuk dan keluar gedung perbendaharaan kerajaan, ia selalu membawa bungkusan seperti itu. Maka muncullah kecurigaan baginda raja. Apakah ia mencuri sesuatu? Raja kemudian mengeluarkan perintah untuk menangkap benahara itu pada keesokkan harinya, pada saat ia pulang kerja. Ketika ia dibawa menghadap baginda raja, ternyata memang benar ia membawa sebuah bungkusan.
 Kecurigaan raja sedemikian besar, sehingga dengan segera ia memerintahkan agar bungkusan itu dibuka.Ketika dibuka, apakah yang terdapat  di dalam bungkusan itu? Apakah emas, perak, belian? Ternyata bukan. Isinya hanya sebuah pakaian tua yang sudah koyak-koyak. Raja menjadi sangat heran dan bertanya, "Apakah maksudmu membawa pakaian tua seperti ini masuk dan keluar ruang perbendaharaan kerajaan?"
Bendahara itu menjawab, "Baginda Raja, pakaian ini tak lain adalah pakaian yang dahulu saya pakai sebelum baginda mengangkat saya sebagai ben
dahara kerajaan. Setiap kali saya masuk ke dalam gedung kerajaan dan melihat begitu banyak emas, berlian dan permata yang ada di dalamnya, saya perlu sekali membawa pakaian tua itu. Maksudnya ialah agar saya tidak lupa diri, tetapi selalu ingat bahwa dahulu saya  hanyalah seorang yang miskin dan hina, dan berkat kemurahan hati bagindalah saya dapat diangkat menjadi orang yang terhormat. Maka begitu saya melihat pakaian tua ini, segala ketamakan dan ketidakjujuran saya hilang, berganti dengan rasa syukur yang tak terhingga kepada baginda." Raja senang sekali mendapatkan kejujuran bendahara ini, dan ia segera melepaskannya dari segala tuduhan yang tidak beralasan.

"Kepercayaan adalah hal yang terkadang kita anggap kecil, tapi bernilai sangatlah besar"
Selain menjadi orang yang dapat dipercaya orang lain, mempercayai orang lain juga merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Alangkah tidak nyamannya, kalau hati kita selalu dihantui dengan rasa curiga  dan prasangka. Kalau semua orang tidak dapat dipercaya, apakah kita masih pantas mengharapkan kepercayaan dari orang lain?




Rabu, 05 September 2012

THE PAST AND THE FUTURE





The past and the future
are all linked together.
If we understand the past,
we are more likely to recognize
what is happening around us.

The past is for us;
a place that is not safely settled.

So often,
all we'd ever wanted was to forget.
but even when we thought we had,
pieces had kept emerging,
like bits of wood
floating up to the surface
that only hint at the shipwreck below.

No matter how much time has passed,
these things still affect us
and the world we live in.

MENANGIS ...




Menangis berarti menumpahkan, bukan saja tetes air mata, 
namun juga beban dalam kalbu... seiring isak tangis, 
biarlah tangan Tuhan mengisi bagian kosong dalam 
kalbumu - yang tadinya dipenuhi dengan beban - dengan damai 
sejahtera-Nya yang melampaui 
akal budi manusia...

KERENDAHAN HATI


Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan
(Amsal 15:33)



Di Mesir hidup seorang sufi tersohor bernama Zun-Nun. Pada suatu hari, seorang pemuda datang menjumpainya dan bertanya, “Guru, saya tidak mengerti mengapa orang seperti Anda koq berpakaian amat sederhana. Bukankah di masa seperti sekarang ini, penampilan diperlukan untuk banyak tujuan lain yang baik.” Sang sufi hanya tersenyum; lalu ia melepaskan cincin dari salah satu jarinya. Ia berkata, “Sobat muda, aku akan menjawab pertanyaanmu, tetapi lebih dulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?” Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda itu merasa ragu-ragyu, “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.” Tapi Zun-Nun berkata, “Cobalah dulu sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil.”
Pemuda itu segera bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata tak satu pun dari mereka yang berani membeli cincin itu seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, “Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak.” Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, “Guru ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”
Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itu jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai, jika kita mampu melihat ke kedalaman hati dan jiwa seseorang. Kita tidak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita lihat dan kita dengar secara sekilas.”
Dalam kehidupan sehari-hari, kerapkali kita menilai seseorang mungkin hanya dari penampilannya, dari baju yang dipakainya, atau mungkin dari tutur kata dan sikapnya yang kita lihat dan kita dengar, hanya sekilas. Akibatnya, sama seperti para pedagang di pasar tadi, kita jadi suka keliru, karena penampilan mereka, baju mereka, tutur kata dan sikap mereka, bisa saja mengelabui mata dan telinga kita. Mungkin sama seperti Samuel yang pada mulanya, terpikat oleh penampilan dan perawakan Eliab dan Abinadab yang tampan dan gagah perkasa. Namun ternyata bukan mereka, tetapi Daud-lah yang dipilih dan diurapi menjadi raja Israel. Karena itu dalam 1 Sam. 16:7b dikatakan, “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”  Sebab itu, jangan melihat seseorang hanya dari penampilannya, atau dari bajunya, atau kemasannya. Mengapa? Karena terus terang saja, pendengaran kita terbatas dan penglihatan kita sering keliru. Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, ternyata hanya bisa kita lihat dan kita nilai, jika kita mampu melihat ke kedalaman hati dan jiwa seseorang.
Untuk melihat ke dalaman dan jiwa seseorang, sebenarnya dibutuhkan kerendahan hati. Dalam PL kerendahan hati (modesty) diperlihatkan dengan sikap menangis, berpuasa dan mengoyakkan jubah (1 Raj. 21:29; 2 Raj.  22:11-20; Amsal 3:34). Dalam PB kerendahan hati adalah merasa tidak berdaya seperti “anak-anak” (Mat. 18:4); tidak mempertahankan kedudukan (Flp. 2:8-9); tidak merendahkan martabat orang lain (Luk. 14:11; 18:4). Dengan demikian kerendahan hati adalah bersikap ramah, terbuka, tidak sombong/tinggi hati, mampu menghargai martabat dan kelebihan orang lain, dan mudah menyesuaikan diri. Kerendahan hati seperti ini berkenan kepada Allah (Ef. 4:2) Itulah sebabnya mengapa dalam Yakobus 4:6b dikatakan, bahwa “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.”
Tampaknya tidak sedikit orang yang memandang dirinya lebih dari orang2 lain. Baik dalam penampilan, bakat, kemampuan yang dimiliki, prestasi yang dihasilkan, jabatan dan kedudukan yang diraihnya, status hidup yang didapatnya, atau popularitas dan prestise yang dicapainya di tengah masyarakat. Dengan hal2 tsb orang lalu memandang dan menilai dirinya lebih hebat dan lebih tinggi derajatnya dari orang lain. Karena itu dalam Alkitab, kesombongan atau tinggi hati dipandang sebagai “akar dosa” karena mengesampingkan orang lain dan Allah (Bnd. Ester 5:9-14 : Haman dan Mordekhai). Sebaliknya kerendahan hati tidak dipahami sebagai rendah diri atau menghinakan diri. Hidup dengan rendah hati akan membuat seseorang : menghargai dirinya dan bebas dari perangkap kesombongan. Dengan kerendahan hati orang dapat menerima dan menghargai dirinya dan menghargai orang lain, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Dengan kerendahan hati, akan terbentuk hati yang penuh cinta dan memiliki cinta untuk semua orang. Dalam Amsal 29:23 dikatakan, “Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati menerima pujian.” Dengan kata lain, perasaan lebih tinggi daripada orang lain dapat membuat orang merendahkan orang lain. Perasaan lebih rendah dapat membuatnya iri hati terhadap orang lain. Iri hati adalah perasaan tidak puas karena keberuntungan orang lain. Perasaan iri terbentuk ketika orang berpikir bahwa keberuntungan dan kebahagiaan orang lain mengurangi atau menurunkan kehormatannya. Akar iri hati terdapat pada perasaan rendah diri atau menghinakan diri.
Dalam Filipi 2:7 Paulus menggunakan istilah “kenosis” (pengosongan diri atau pengingkaran diri dari segala arogansi insani). Menurut Paulus, Yesus telah mengosongkan dirinya. Ia menerima rupa seorang hamba. Merendahkan diri dan mati. Ketakjuban Paulus akan pengorbanan Kristus di kayu salib telah melenyapkan segala bentuk kesombongan dirinya. Bagi Isaac Waat, berhadapan dengan salib Kristus, kita semua bagaikan cacing (makhluk hina, rendah dan tak berharga). When I survey the wondrous cross, for such a worm as I? (Yesaya 41:14). Oleh karena itu, dari Yesus kita belajar untuk mengosongkan diri, dalam arti menghapuskan semua pikiran mengenai diri sendiri dan mencurahkan diri habis2an untuk memperkaya orang lain (kenotic intelligence : 2 Kor. 8:9, Ef. 1:23; 4:10). Bagi kita ini berarti, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” atau menjadi pribadi yang berkarakter positif dan kooperatif (Yoh. 3:30) di dalam setiap aspek kehidupan kita, baik secara individual maupun secara kolektif. 
Akhirnya, ada kalimat bijak yang berkata demikian, “Tempat yang bisa digunakan untuk mengubah duniamu adalah hatimu (heart), isi pikiranmu (mind), dan tindakanmu (hands).” Apa yang mau dikatakan oleh perkataan bijak ini? Jika kita menginginkan kehidupan bersama kita lebih baik, mulailah melakukan perubahan dari diri kita terlebih dahulu. Kita dapat melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain, ketika kita sudah mengalami pembaruan hati, pikiran dan tindakan kita. Itulah transformasi kehidupan yang seutuhnya. Karena itu kita harus mengubah dunia ini menjadi lebih baik, dengan kerendahan hati. Mulailah dari diri kita. Memang bukan hal yang mudah, tetapi mungkin untuk dilakukan. Inilah wujud konkret iman kita kepada Tuhan Yesus, Sang Pembaru Kehidupan.