Halaman

Rabu, 05 September 2012

MERAJUT BENANG KEARIFAN DALAM HIDUP





Hidup kita tampaknya tidak pernah sepi dari yang namanya susah dan derita, keberhasilan dan kegagalan baik dalam kehidupan keluarga, pekerjaan, dan bahkan dalam pelayanan kita. Sekali waktu, mungkin kita sudah bekerja keras, berupaya seoptimal mungkin untuk membangun usaha, pekerjaan atau masa depan keluarga kita. Lalu tiba-tiba saja, ada orang menjahati kita, dan merampas semua kebahagiaan hidup kita. Hidup kita jadi morat marit. Jangankan untuk keperluan yang lain, untuk makan pun susah. Belum lagi, biaya untuk anak-anak sekolah, bayar listrik, telpon dan air. Kepala kita jadi pusing tujuh keliling. Keadaan kita, mungkin sama dengan si anak muda dalam cerita tadi. Sedih, kecewa, dan sakit hati, menghadapi pahit getirnya hidup ini. Akibatnya,  hati kita jadi kosong dan hampa diperhadapkan pada kesulitan, keras dan kejamnya kehidupan ini.. Bagaikan minum segelas air dengan segenggam garam. Kita tidak pernah menduga, bahwa prestasi, kerja keras kita selama bertahun-tahun akan dihancurkan dalam sekejab mata. Rumah pun tak pernah sepi dari pertengkaran dan kesalahpahaman. 

Saya jadi ingat sebuah kisah. Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gotai dengan air muka muram. Anak muda itu tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, ia segera menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak hanya mendengarkannya dengan saksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya  perlahan. “Coba, minum ini dan katakan bagaimana rasanya …”, ujar Pak Tua itu. “Asin dan pahit. Pahit sekali,” jawab anak muda itu, sambil meludah ke lantai.
Pak Tua sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.” Saat anak muda itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya ?” “Segar,” sahut tamunya. “Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu ?” tanya Pak Tua itu.
“Tidak,” jawab si anak muda. Dengan bijak Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh disamping telaga itu dan berkata, “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.”
Kepahitan itu didasarkan pada perasaan, tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. ”Lapangkanlah dadamu menerima semuanya … “ Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasihat. “Hatimu adalah wadah itu .. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.” Keduanya lalu  beranjak pulang. Mereka telah belajar sesuatu yang penting hari itu.

Dari kisah Pak Tua kita diajak untuk mengubah paradigma atau cara berpikir kita. Caranya, dengan melapang dada. Menerima semua kenyataan, bahkan kepahitan hidup kita dengan berjiwa besar, dan tidak putus asa. Kita jadikan hati kita laksana telaga, yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi peluang atau kesempatan, yang akan membawa kebahagiaan bagi kita di masa depan. Hidup kita mungkin akan makin susah, tapi berkat Tuhan toh tak pernah berkurang. Kita tidak selalu dapat melihat tangan Tuhan bekerja, dan tangan-Nya tidak pernah berhenti bekerja. Itulah sebabnya, mengapa Yesus katakan, kita harus punyai iman (dalam arti tetap percaya dan bersandar kepada Allah). Sebab bila kita punya iman sebesar biji sesawi saja, iman itu akan dapat memindahkan ”gunung” persoalan kita dan tidak ada yang mustahil bagi Allah (Lukas 17:6).
Alkitab memperlihatkan kepada kita orang-orang yang dipilih Allah sebagai kakek moyang Israel. Namun toh hidup mereka tidak selalu indah dan manis. Contohnya adalah Yakub. Berapa banyak persoalan yang harus Yakub hadapi. Karena mengambil secara paksa hak kesulungannya, hidup Yakub jauh dari rasa aman, nyaman dan tentram. Ia harus meninggalkan keluarganya. Diburu rasa takut, kalau-kalau Esau akan membunuhnya. Di rumah Laban, pamannya, ia harus bekerja selama 7 tahun untuk menyunting Rahel. Namun Lea yang diperoleh. Ia harus bekerja kerasa lagi selama 7 tahun pada Laban. Sesudah menikah dengan Rahel dan punya 12 anak, Yakub dikhianati oleh anak2nya sendiri yang cemburu kepada Yusuf, anak kesayangannya. Begitulah kenyataan hidup Yakub. Tidak bebas dari kesulitan, kesalahan2 dan kekeliruan2. Namun Allah membentuk Yakub menjadi lebih matang dan dewasa secara rohani.  Pengalaman manis, positif dan luar biasa bersama Tuhan itu, menjamin bahwa kenyataan2 hidup yang paling pahit sekalipun bermanfaat, dan berbuah manis bagi umat-Nya. Hal ini dijamin dengan kuat, karena kebangkitan Kristus Yesus sendiri. Kenyataan pahit dalam kehidupan-Nya, ketika dijalani dengan setia, berbuah manis, bukan hanya untuk diri-Nya sendiri, tetapi juga untuk seluruh dunia. Itulah sebabnya mengapa Rasul Paulus berkata, ” Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Roma 8:35)
Dengan pertanyaan itu, Rasul Paulus mau mengatakan, bahwa hidup beriman tidak secara otomatis membuat kita menjadi nyaman dan aman. Sebab kekuatan yang menghancurkan kehidupan kita terus bekerja. Namun semuanya berada di bawah kasih karunia Allah. Jaminan bahwa Allah setia mengasihi serta setia kepada umat-Nya digambarkan secara dramatis, bahwa “Anak-Nya” sendiri saja diberikan, tentu Ia tidak akan membiarkan penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, atau pedang menjadi kekuatan yang menghancurkan kehidupan kita. Kalau seorang berobat ke dokter, lalu dokter itu memberikan kepadanya obat yang pahit dan tidak enak, atau bahkan memutuskan untuk melakukan operasi, toh pasien harus menerimanya, karena akibat yang diharapkan, adalah pulihnya kesehatan. Dengan demikian, keadaan yang tidak baik dalam pandangan manusia, bisa menjadi berguna bagi manusia di tangan Allah. Dalam perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi, Yesus mau mengatakan kepada kita, bahwa kuasa Kerajaan Allah itu mengubahkan karakter kehidupan seseorang. Dalam takaran yang tepat ragi mengubah adonan menjadi roti yang sedap. Ketika seorang pengikut Kristus hidup dengan nilai-nilai sorgawi (atau berlaku seperti ragi sorgawi), maka karakter atau kondisi lingkungannya akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Kecil tetapi berakibat besar dan berguna. Begitulah pesan dari perumpamaan itu. Karya penyelamatan Allah yang istimewa tidak selalu hadir dalam bentuk-bentuk yang spektakuler dan kolosal, tetapi juga lewat perkara-perkara yang sangat sederhana. 
           Dalam Mazmur 105:4, Firman Tuhan berkata, “Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!”  Dengan demikian, lakukanlah POWER. P adalah Positif. Berpikirlah secara positif dalam menghadapi kenyataan hidup ini. Keberhasilan dan kegagalan, kesedihan dan kegembiraan merupakan bagian dari kehidupan. Sebab itu terimalah dengan lapang hati manis dan pahitnya kehidupan ini, sebagai kesempatan untuk mematangkan keimanan kita. O adalah Opportunity. Dalam menghadapi setiap permasalahan dan pergumulan, setiap kita tidak hanya diperhadapkan dengan ancaman ataupun bahaya, tapi juga peluang untuk menjadi lebih dewasa dan arif dalam menjalani kehidupan ini. W adalah Will, dengan berpikir secara positif dan melihat setiap persoalan hidup kita sebagai peluang atau kesempatan untuk bertumbuh, maka Tuhan pasti akan memberikan kekuatan dan kemampuan kepada kita. E adalah Energy, tetaplah bersemangat dalam menjalani kehidupan ini. R adalah Reality. Berpikir dan bersikaplah secara realitis dalam menghadapi kehidupan ini. Bukankah tidak selamanya kita susah, dan tidak selamanya juga kita senang? Ketika kita susah, ingatlah saat-saat yang menyenangkan dan menggembirakan dalam hidup kita, sehingga kita tidak putus asa. Dan pada saat kita senang, ingatlah saat-saat yang sulit dan pahit dalam hidup kita, sehingga kita tidak takabur dan bersyukur kepada Tuhan atas setiap anugerah dan berkat-Nya dalam kehidupan kita.  Semoga kasih Allah dalam Kristus Yesus selalu menjadi topangan yang meneguhkan dan menguatkan kita dalam menghadapi keras dan kejamnya hidup ini.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar