Halaman

Minggu, 20 Mei 2012

'NO PAIN NO GAIN"




       Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menghadapi masalah dan pergumulan yang menyesakkan hati kita. Goncangan yang terjadi, membuat kita yang mengalaminya menjadi limbung. Sedih, marah, kecewa, dan sakit hati. Lalu dengan kesal dan marah kita akan berkata, “Sudahlah tidak usah bicara tentang Tuhan. Buat apa saya ke Gereja? Buat apa saya berdoa? Nyatanya, realitas hidup saya seperti ini!” Memang ketika goncangan itu terjadi, kita akan mengalami saat2 yang sangat sulit. Tetapi, kalau Tuhan yang Mahakuasa dan Mahabaik itu mengijinkan kita mengalami kesedihan dan kesusahan itu, apakah Ia mengharapkan iman kita hancur lebur di tengah goncangan itu? Tentu saja tidak! 

Dari pengalaman hidup tokoh2 Alkitab menjadi jelas, bahwa ketika goncangan dan situasi itu terjadi, Allah sedang mencoba mengajarkan sesuatu tentang diri-Nya, yang selama ini mungkin belum kita sadari. Melalui pengetahuan tentang Allah itulah iman kita diharapkan-Nya bertumbuh dan berbuah. Goncangan itu pasti tidak menyenangkan dan akan membuat kita gelisah. Karena gelisah, kita tidak memperhatikan dan menolak proses goncangan itu dan memilih sikap, “Ya sudah, saya begini saja.” Padahal kata orang, “no pain, no gain”, tidak ada rasa sakit, tidak ada hasil.

Banyak orang merasa dirinya beriman, tetapi dalam praktiknya mereka kerapkali masih mengerahkan segenap upayanya sendiri dalam menyikapi segala permasalahan hidup mereka. Dorothee Soelle, seorang teolog mistik (=jalan kehidupan) Protestan dalam bukunya Suffering pernah berpendapat, “Pertanyaan terpenting yang dapat kita ajukan tentang penderitaan adalah untuk siapa penderitaan itu terjadi? Apakah penderitaan kita untuk Tuhan atau Iblis?” Dengan pernyataan itu, Soelle mau berkata, bukan dari mana tragedi itu datang, tapi kearah mana penderitaan itu tertuju. Jadi Ia mau menjawab, derita ini akan dipersembahkan kepada siapa : Allah atau Iblis?” Jika kematian atau penderitaan, atau orang yang kita kasihi membuat kita mengalami kepedihan hati, dendam, sakit hati dan semakin membenci kehidupan, itu berarti kita sudah membuat diri kita menjadi seorang hamba atau pelayan Iblis. Tapi jika penderitaan dan keterhilangan itu membuat kita menemukan Sumber Penghiburan yang tidak pernah kita mengerti sebelumnya, maka kita telah menempatkan diri kita menjadi pelayan-pelayan-Nya.

         Kebenaran yang harus kita petik dalam situasi ini adalah : Tuhan tidak mengasihi kita dengan cara yang sama seperti kita mengasihi Dia. Boleh jadi kita berpikir, Tuhan sudah meninggalkan dan membiarkan kita. Namun marilah kita melihat apa yang dikerjakan Tuhan dalam perspektif yang lebih luas karena iman kita mengatakan, bahwa segala sesuatu yang dilakukan Tuhan itu selalu tepat dan benar, sekali pun kita tidak dapat memehaminya. Beriman kepada Allah memungkinkan kita hidup dengan pengharapan yang aktif, bukan dengan sikap sinis.

         Dalam Yeremia 29:11 Firman Tuhan berkata, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Dengan demikian, yang Tuhan kehendaki dari kita, adalah bagaimana kita mengelola kesedihan, dan rasa frustasi kita dengan mengelolanya, dan menjadikannya sebagai sesuatu yang mulia. Sebab Tuhan sudah, sedang dan tengah membentuk ulang hidup kita, untuk memurnikan kita seturut dengan kehendak-Nya. Karena itu jalanilah hidup ini dengan bersandar kepada Tuhan. Jangan mau dikalahkan oleh keadaan, tetapi kalahkan keadaan!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar