Halaman

Kamis, 22 Mei 2014

MENGAPA TOMAS TIDAK PERCAYA BAHWA YESUS TELAH BANGKIT?


Pembacaan Alkitab: Yohanes 20:19-31

Pertanyaan Pendahuluan

  1.   Apakah yang dimaksud dengan sikap kritis dan penuh rasa ingin tahu?
  2.  Menurut pendapat Anda, sikap kritis dan penuh rasa ingin tahu adalah sikap yang positif ataukah sikap yang negatif. Mengapa?
  3. Apakah Anda mempunyai pengalaman pribadi tentang hal tersebut. Uraikan dengan singkat, padat dan jelas (5 W: What, Who, Where, When, Why)
  4. Pelajaran apakah yang Anda dapatkan dari pengalaman tersebut?

Latar Belakang Alkitab
Nama Tomas berasal dari Bahasa Aram “te’oma,” yang artinya “anak kembar.” Ia lahir di Galilea. Menurut tradisi, Tomas menjadi martir di India dan dimakamkan di Edessa. Berbeda halnya dengan Petrus, Yakobus, Yohanes, dan Yudas Iskariot, peran Tomas kurang menonjol. Ibarat seorang pemain figuran dalam sebuah film, ia bukan pemain utamanya. Namanya hanya muncul dalam Injil Yohanes. Yohanes tiga kali memakai terjemahan Yunaninya yaitu “Didimus” (Didumos, Yohanes 11:16; 20:24; 21:2). Kita tidak tahu siapa kembarannya itu. Tradisi Siria dan Mesir menyebut namanya Yudas.

Meski pun demikian Tomas dikenal sebagai sosok murid yang berani, kritis dan berterus terang. Sikapnya ini tampak pada peristiwa meninggalnya Lazarus. Tomas tidak membiarkan Yesus pergi seorang diri ke Yudea. Dengan berani, ia menawarkan dirinya untuk menemani Yesus pergi bersama-sama ke kota yang berbahaya itu (Yohanes 11:16). Pada Perjamuan Terakhir, Tomas dengan jujur mengakui bahwa ia tidak memahami ke mana Yesus akan pergi, ketika Yesus mempersiapkan murid-murid-Nya perihal kepergian-Nya (Yohanes 14:5). Peristiwa penting yang membuat ia terkenal dengan sebutan “Tomas yang tidak percaya” adalah ketidakpercayaannya bahwa Yesus telah bangkit. Ketika Yesus yang bangkit menampakkan diri-Nya kepada murid-murid (Paskah I), Tomas tidak hadir di situ. Ia hanya mendengar berita dari teman-temannya, “Kami telah melihat Tuhan!” Tomas berkata, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali kali aku tidak akan percaya.” Seminggu kemudian (Paskah II) Yesus menampakkan diri-Nya lagi kepada murid-murid, termasuk Tomas dan memberi kesempatan kepada Tomas untuk mencucukkan jarinya ke dalam luka-luka yang ada di tubuh-Nya.

Mengenai sikap Tomas ini, Agustinus Bapa Gereja kita mengatakan, “Dengan pengakuannya dan dengan menjamah luka Yesus, ia sudah mengajarkan kepada kita apa yang harus dan patut kita percayai. Ia melihat sesuatu dan percaya sesuatu yang lain. Matanya memandang kemanusiaan Yesus, namun imannya mengakui ke-Allah-an Yesus, sehingga dengan sikap gembira bercampur penyesalan yang mendalam, ia berseru, “Ya Tuhanku dan Allahku!” Jawaban Yesus kepada Tomas itu tetap berkumandang sampai sekarang ini, “Karena engkau telah melihat, engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya!” Pernyataan itu memunculkan sebutan “Tomas yang tidak percaya.”

Refleksi

Selama berabad-abad Tomas mendapat sebutan dari para pembaca Injil Yohanes sebagai murid yang buruk karena ia ragu dan tidak percaya. Namun bukankah Tomas sebenarnya hanya meminta “tidak lebih daripada apa yang dilihat oleh murid-murid yang lain?” yaitu “tangan, lambung dan bekas luka Yesus?” Tomas hanya meminta apa yang terluput daripadanya, yaitu kesempatan yang sama seperti murid-murid yang lain untuk berjumpa dengan Kristus yang bangkit. Mungkin kata-katanya lebih keras dari sekadar meminta, tetapi motivasinya tidak lebih dan tidak kurang, yaitu perjumpaan dengan Kristus yang bangkit itu. Yesus memenuhi apa yang diminta oleh Tomas, karena Ia tahu apa yang dibutuhkan oleh Tomas. Tomas adalah seorang murid yang tidak puas hanya dengan mendengar kesaksian dari teman-temannya. Motivasi Tomas bukanlah sebuah kesalahan atau pun kekeliruan, karena sebagai murid Yesus, ia pasti mempunyai kerinduan untuk berjumpa secara langsung dengan Yesus yang telah bangkit. Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit akan mengubah kekecewaan dan kesedihan yang menghantui dirinya karena Yesus mati di atas kayu salib.

Kita memang tidak melihat Yesus dalam darah dan daging, tetapi perjumpaan dengan Yesus yang bangkit adalah sebuah peluang bagi kita untuk memiliki spiritualitas yang otentik, karena perjumpaan kita secara pribadi dengan Kristus yang bangkit. Selama ini mungkin kita hanya membaca dan mendengar kisah-Nya dalam Alkitab, atau mungkin hanya mendengar pemberitaan tentang Kristus yang bangkit melalui mimbar gereja. Namun kita belum berjumpa secara pribadi dengan-Nya, serta mengalami kasih dan kebaikan-Nya yang mengubah kehidupan kita ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, jadikanlah perjumpaan kita secara pribadi dengan Kristus yang bangkit sebagai sebuah momentum untuk memupuk kembangkan spiritualitas dan penghayatan hidup iman percaya kita, agar olehnya kita diberi kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik, seperti yang diperbuat Allah dalam Yesus Kristus bagi kita.


Pertanyaan untuk didiskusikan:

  1. Rene Decartes mengatakan “de ombibus dubitandum,” artinya segala sesuatu harus diragukan atau pun dipertanyakan.” Menurut Anda, apakah  perkataan Rene Decartes tsb bersinggungan atau berkaitan dengan topic yang kita bahas hari ini?
  2. Bila terkait, jelaskan keterkaitan/keterhubungaannya dengan singkat, padat dan jelas.
  3. Bagaimana Anda dapat mengatasi segala bentuk keraguan, kecemasan dan ketakutan yang kerapkali menghantui keseharian hidup Anda?
  4. Pengajaran apa yang hendak Anda bagikan kepada orang lain, yang berkaitan dengan topic bahasan Tomas dan perjumpaan dengan Kristus yang bangkit dalam realitas kehidupan sehari-hari.


Indonesian Home Fellowship St. Andrew Presbyterian Church
Kuala Lumpur, 23 Mei 2014. 
Oleh: Pdt. Maryam Kurniawati Sutanto D.Min


1 komentar:

  1. Pernyataan Thomas masih terasa relevan hingga kini ketika ia baru percaya setelah melihat dan mengalami kehadiran Tuhan Yesus sendiri. Iman akan Yesus memang harus senantiasa diperjuangkan dan dipertahankan.

    BalasHapus