Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

MENGAKARKAN BUDAYA PERDAMAIAN


Keterasingan menurut Anthony de Mello adalah bencana terbesar zaman ini. Banyak anak merasa kesepian dan tidak menemukan teman. Para remaja mengisi kekosongan kasih dan perhatian orangtua dengan hangout dan berkumpul di mall-mall. Keluarga-keluarga muda tidak kenal tetangga sebelah mereka. Laki-laki dan perempuan bekerja di kantor, dan duduk di balik meja logam. Mereka menikmati kopi instan dari gelas-gelas karton dan makan siang nasi kotak. Mereka sering bertanya di dalam hati, benarkah mereka memberi sumbangan bagi kehidupan ini. Para pensiunan merasa tidak berguna dan ditolak. Para manula disingkirkan ke panti-panti jompo. Satu-satunya hiburan mereka adalah kunjungan anak dan cucu. Sayangnya, mereka hanya mampu mengalami sesekali saja. Banyakk orang yang mati dalam kesendirian telah menjadi saksi bisu keterasingan yang mencengkram dunia kita. Bukankah kita sering merasa takut, terisolasi dan tidak berdaya? Bukankah kecemasan yang melumpuhkan kerapkali menguasai hidup kita? Bukankah kepercayaan diri dan kebebasan terasa semakin menjauh? Kita merasa hampa dan sendiri, karena harapan dan sukacita telah meninggalkan kita. Sekonyong-konyong kita sadar bahwa kita telah  menjadi orang asing bagi diri kita. Kita mulai membangun tembok yang memecah-belah diri kita karena iblis, "berjalan keliling seperti singa yang mengaum dan mencari mangsa yang dapat ditelannya" (1 Petrus 5:8-9).

Mungkin kita rajin berdoa dan terlibat dalam semua bentuk pelayanan untuk menyenangkan hati Tuhan, sebagai bagian dari perlawanan. Namun semuanya itu tidak mampu menghapus keterasingan dan ketakutan kita. Kita terus menerus mendengar banyak kejahatan dan diingatkan akan bahaya di sekeliling kita. Akibatnya, kita semakin kehilangan kepercayaan terhadap sesama. Hidup terasa seperti ada dimwilayah musuh, dan kita seperti dikelilingi oleh orang-orang yang mengancam hidup kita. Satu hal yang membesarkan hati kita, bila Yesus menawarkan pengampunan damai-Nya untuk membongkar belenggu keterasingan dan rasa takut  yang mencengkram kita. Yesus menawarkan pengampunan bagi mereka yang membunuh-Nya. Bahkan Dia menumpahkan darah-Nya di kayu salib, dan Ia mengutus para mutid-Nya ke dunia untuk membawa misi pendamaian. Pengampunan dan pendamaian telah mengalahkan ketakutan. Di mana ada pengampunan, di situ tatanan hidup baru ditanamkan. Ini menjadi sangat jelas dalam salah satu penampakan Yesus. Saat para murid berkumpul di dalam ruangan yang terkunci karena ketakutan, Yesus datang dan berdiri di tengah-tengah mereka dengan bekata, "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Sesudah bekata demikian, Ia menghembusi mereka dan bekata, " Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosamu diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosaya tetap ada" (Yohanes 20:19-23).

Pengampunan dosa menjadi tanda khas bagi komunitas Kristiani. Kesediaan untuk saling mengampuni adalah tanda kehadiran pengampunan Allah. Ini dinyatakan sangat jelas oleh Yesus sendiri, "Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga" (Matius 6:14). Pengampunan itu bukan suatu peristiwa yang terjadi hanya sekali. Namun, pengampunan yang berlangsung terus menerus merupakan ciri kehidupan sehari-hari seorang Kristen. Ketika Petrus bertanya kepada Yesus, " Tuhan sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya, "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali" (Matius 18:21-22).  Nah, apa yang harus kita lakukan untuk mendapat pengampunan? Jawabannya adalah pertobatan, yang berarti kerendahan hati untuk mengakui keberdosaan kita. Di dalam Perjanjian Baru, kita berkali-kali mendengar kata "Bertobatlah!!"  Kata-kata pertama yang kita dengar dari Yesus adalah "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Makus 1:15).

Pengampunan dosa adalah bentuk konkret dari pertobatan. Yesus pertama-tama meminta agar kita mengakui kebutuhan kita akan pengampunan. Dengan satu ironi Dia mengatakan, "Aku datang bukan untuk memanggil orang-orang saleh, melainkan orang-orang berdosa." Hanya orang yang menyadari diri sebagai pendosa, dapat menerima anugerah pengampunan Allah. Menjadi jelas bagi kita bahwa saling mengakui dan mengampuni adalah tanda hidup bersama sebagai umat Kristiani. Di dalam proses pengakuan dan pengampunan yang terus menerus, kita dibebaskan dari keterasingan. Kita mendapat cara  hidup baru, "tanpa senjata dan permusuhan."  Umat Kristiani menjadi pembawa damai bukan ketika menerapkan ketrampilan khusus dalam mendamaikan seseorang dengan yang lain, melainkan keitika mereka menghayati dan memberi kesaksian akan pengampunan Allah yang tak terbatas. Komunitas muncul ketika kita berani mengalahkan keakutan dan saling mengakui bahwa kita masih sering menjadi milik dunia ini. Keitika hal itu terjadi, cahaya pengampunan Tuhan dapat bersinar cerah dan kedamaian sejati semakin mekar.

Pengalaman akan pengampunan Allah itu dapat dihayati di dalam kehidupan setiap orang, di antara pasangan suami-isteri, di antara teman-teman dan di dalam rumah-rumah peribadatan. Pengampunan juga dapat terjadi di antara bangsa dan negara. Dengan demikian, garis pemisah satu dengan yang lain makin menghilang. Perbedaan agama dan etnis, tidak lagi menjadi penghalang bagi hidup komunitas yang sejati. Setiap kali terjadi pengampunan, kehidupan bekomunitas semakin berakar. Sebab itu tidak ada jalan yang lebih baik untuk menguji komitmen kita sebagai pembawa damai selain mencermati mutu hidup berkomunitas kita. Mungkin kita akan menemukan kenyataan, bahwa kita sama sekali tidak menjalani hidup komunitas. Pengakuan dan pengampunan adalah dua pilar rohani yang menopang komunitas Kristiani. Kedua pilar tersebut merupakan jalan yang dikaruniakan oleh Tuhan untuk menerobos tembok-tembok ketakutan yang memisahkan kita satu sama lain.

Refleksi:
Hidup dalam komunitas yang saling mengakui dan mengampuni akan mengubah kehidupan kita sebagai pembawa damai




Tidak ada komentar:

Posting Komentar