Halaman

Senin, 01 April 2013

"AIR SUSU DIBALAS DENGAN AIR TUBA"




Cerita Malin Kundang merupakan sebuah legenda seorang anak terkutuk yang dikutuk oleh ibunya menjadi batu. Legenda ini sangat terkenal tidak hanya di Sumatra Barat, tapi juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Cerita Malin KUndang ini mengingatkan kita akan sebuah peribahasa yang mengatakan, “Air susu dibalas dengan air tuba” – perbuatan baik yang dibalas dengan kejahatan. Begini ceritanya.


Dulu kala, ayah dan ibu Malin tinggal di pesisir pantai wilayah Minangkabau, Sumatra Barat.  Karena penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, Ayah Malin memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Namun Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannhya, sehingga ibunya menggantikan posisi Ayah untuk mencari nafkah bagi keluarga.


Malin termasuk anak yang cerdas, tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Pada suatu hari, ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung baru dan terjatuh. Lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut meninggalkan bekas yang tidak bisa hilang di lengannya.



Setiap hari Ibu Malin membanting tulang dan bekerja keras mencari nafkah untuk membesarkan anaknya. Karena merasa iba kepada ibunya, Malin memutuskan untuk pergi merantau dan menjadi seorang saudagar kaya raya setelah kembali ke kampung halamannya kelak.



Pada awalnya, Ibu Malin kurang setuju, karena suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau. Tetapi Malin bersikeras untuk pergi, sehingga akhirnya dia rela melepaskan Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar. Selama berada di kapal, Malin banyak belajar tentang ilmu berlayar dari anak buah kapal yang sudah berpengalaman.



Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang ditumpangi Malin diserang oleh kawanan bajak laut. Semua barang dagangan yang berada di dalam kapal dirampas, bahkan sebagian besar para pedagang yang berada di kapal dibunuh oleh para bajak laut. Malin beruntung, karena ia bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.


Malin terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin berjalan menuju ke desa terdekat dari pantai, dan desa tempat Malin terdampar adalah sebuah desa yang sangat subur. Malin bekerja dengan ulet dan gigih, sehingga lama kelamaan ia berhasil menjadi seorang saudagar yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi saudaragar yang kaya raya, Malin mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.



Berita Malin yang telah menjadi saudagar kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada Ibu Malin di kampung halamannya. Ibu Malin merasa sangat gembira karena anaknya telah berhasil di negeri seberang. Sejak itu, Ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya Malin yang sewaktu-waktu mungkin akan kembali ke kampung halamannya.



Setelah menikah, Malin dan istrinya melakukan sebuah pelayaran ke kampung halamannya, disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Kedatangan kapal itu mengundang perhatian banyak orang, dan Ibu Malin melihat dua orang yang sedang berdiri di atas geladak akapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri di atas kapal itu adalah anaknya, Malin Kundang beserta istrinya.



Ibu Malin menuju ke arah kapal, dan setelah cukup dekat, ia melihat bekas luka di lengan orang tersebut. Ibu Malin semakin yakin, bahwa orang itu adalah Malin Kundang. “Malin, anakku. Mengapa engkau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?” kata Ibu Malin sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat perempuan tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya, Malin Kundang menjadi marah. Ia tahu benar, bahwa perempuan itu adalah ibunya. Namun ia merasa malu bila hal ini diketahui oleh istri dan juga anak buah dan pengawalnya.



Mendapat perlakuan yang tidak pantas dari anaknya, Ibu Malin Kundang menjadi sangat sedih, kecewa dan marah. Ia tidak menduga, bahwa anaknya akan merasa malu untuk mengakui dirinya sebagai ibu kandungnya. Karena sedih, kecewa dan marah, Ibu Malin berkata, “Oh Tuhan, kalau ia benar anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu!”



Tidak lama kemudian, Malin Kundang kembali pergi berlayar. Namun di tengah perjalanan, datang lah badai dan ombak dasyat yang menghempas dan menghancurkan kapalnya. Malin Kundang terdampar di sebuah pantai, namun perlahan-lahan tubuhnya menjadi kaku dan akhirnya menjadi sebuah batu karang. Sampai hari ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di Pantai Air Manis, di sebelah selatan kota Padang, Sumatera Barat.[1]


Pesan Moral



Kebaikan merupakan nilai yang penting lagi menentukan dalam keluarga. Orang tua selalu mengajarkan anaknya untuk melakukan perbuatan baik dengan tujuan agar anak-anak menjadi pribadi yang baik dan terpuji. Nilai Kebaikan akan menolong setiap anggota keluarga (baik suami-istri, orangtua-anak) untuk saling memperhatikan, dan tidak hanya mengutamakan kepentingan dan keuntungan diri sendiri. Oleh sebab itu, memupuk kembangkan nilai – nilai kebaikan dalam kehidupan bersama, merupakan suatu keharusan dan bukan pilihan. “Adalah baik menjadi orang penting tetapi jauh lebih penting menjadi orang  baik.” Begitu kata orang bijak. Kalimat bijak ini hendak mengatakan kepada kita bahwa kebaikan merupakan salah satu nilai kehidupan yang tidak boleh hilang dalam kehidupan keluarga.








[1] Sumber http://www.chenkgelate.com/2011/06/cerita-singkat-batu-malin-kundang_27.html sebagaimana diunduh pada tanggal 1 April 2013.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar