Halaman

Senin, 15 April 2013

KEBAIKAN DALAM KEHIDUPAN KELUARGA




Bacaan Alkitab: Kejadian 37:1-11

“Siapa mengejar kebaikan, berusaha untuk dikenan orang, tetapi siapa mengejar kejahatan akan ditimpa kejahatan”
(Amsal 11:27)

Peristiwa ini terjadi di Lodi, China (Juli 2012). Seorang pemuda, Deng Jinjie (27 tahun) sedang bermain di taman dengan kedua ekor anjingnya. Tiba-tiba ia mendengar teriakan minta tolong dari arah sungai. Jinjie segera berlari menuju sungai, dan tampak suami-istri sedang berteriak minta tolong. Mereka panik melihat anak mereka yang sedang berenang terlihat semakin jauh terbawa arus sungai. Anak itu berusia 5 tahun dan sudah terpisah hingga jarak belasan meter dari kedua orang tuanya.
Tanpa pikir panjang, Jinjie langsung melompat ke sungai untuk memberi pertolongan. Dua orang warga desa lainnya juga ikut menyebur ke sungai membantu usaha penyelamatan Jinjie. Berkat pertolongan mereka, ketiga anggota keluarga tersebut berhasil sampai ke tepian sungai dengan selamat. Namun, ketika semua upaya penyelamatan sudah berakhir, orang-orang baru menyadari bahwa Jinjie, sang pemimpin usaha penyelamatan tidak terlihat di mana-mana. Warga lalu menghubungi polisi dan petugas pemadam kebakaran, dan pada akhirnya berhasil menemukan Jinjie yang sudah tewas karena terlalu lama berada di dalam air.
Ketika semua orang sibuk berusaha mencari Jinjie, keluarga yang baru saja diselamatkan oleh Jinjie dengan taruhan nyawa itu malah melangkah pergi begitu saja dari lokasi. Tidak ada ucapan terima kasih terdengar dari mulut mereka, dan ketika seorang dari warga desa bertanya, "Orang yang menyelamatkan kalian masih berada di dalam air, mengapa kalian pergi?" Sang Ibu dari keluarga tersebut malah menjawab "Itu bukan urusan saya.” Betapa mengenaskan “nasib” Jinjie. Perbuatan baik Jinjie dibalas dengan air tuba.
Sebuah pelajaran bagi kita untuk tidak lupa mengucapkan “terima kasih” atas hal baik yang orang lain lakukan. Menjadi pribadi yang baik, tulus, tanpa pamrih dalam menolong sesama, adalah sebuah keharusan dan bukan pilihan. Apa jadinya bila orang tua mendidik anak-anak mereka untuk “membalas air susu dengan air tuba[1]?” Bukankah orang tua seharusnya mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan kebaikan serta menjadi pribadi yang baik dan terpuji? “Adalah baik menjadi orang penting tetapi jauh lebih penting menjadi orang  baik.” Begitu kata orang bijak. Kalimat bijak ini hendak mengatakan kepada kita bahwa kebaikan merupakan salah satu nilai utama yang perlu dihidupi dan menghidupi dalam kehidupan keluarga.

Apa yang dimaksud dengan “Kebaikan?” Kata “kebaikan” dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) menunjuk pada arti perbuatan baik, atau sifat yang dianggap baik menurut system norma dan pandangan umum yang berlaku, dan orang yang melakukannya disebut “bersikap baik.” Bagaimana konsep nilai kebaikan dalam Alkitab? Di dalam Alkitab, kebaikan atau perbuatan baik merupakan bagian hidup beriman, yang tidak boleh dilupakan umat  dalam kehidupan mereka. Berbuat baik merupakan salah satu bentuk kebajikan dalam memandang orang lain sebagai sesama ciptaan Tuhan.
 
Di dalam kehidupan keluarga, kebaikan dan hubungan baik di antara suami dan istri, orang tua dan anak-anak, mertua dan menantu, adik dan kakak ipar (dan sebagainya),  tidak boleh hilang. Perbedaan pendapat dan bahkan kesalah pahaman di antara mereka selalu saja dapat terjadi terjadi. Namun berikanlah kepada seluruh anggota keluarga semua kepedulian dan kebaikan yang dapat kita kumpulkan, dan lakukanlah dengan hati yang tulus. Di dalam Kejadian 37:3-4, Alkitab menunjukkan kepada kita, bahwa Yakub sangat mengasihi Yusuf, sehingga  kakak-kakak Yusuf merasa iri hati dan cemburu. Bahkan sampai berkonspirasi untuk membunuh Yusuf, saudara mereka. Namun ketika Yusuf menjadi Kepala Pejabat Urusan Pangan di Mesir yang dilanda kelaparan, ia menyambut kedatangan saudara-saudaranya dengan baik, meskipun ia harus melakukan beberapa kebijakan untuk memastikan bahwa mereka tercukupi kebutuhannya dan mendapatkan makanan untuk dibawa pulang kepada ayah mereka yang lanjut usia (Kej. 41:53-42:8, 45:23). Demikian pula dengan Yakub. Menjelang kematiannya, Yakub memberkati semua anak-anaknya, meskipun kesalahan yang mereka lakukan membuat beberapa hak istimewa mereka dikurangi. Namun tidak seorang pun dari mereka yang diperkecualikan dari memperoleh warisan di negeri itu (Kej. 49:2-28).

Di dalam Perjanjian Baru, ada dua kata yang dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan baik atau kebaikan. Kata yang pertama ialah agathōsunē (baca: ag-ath-o-soo’-nay) yang berarti sesuatu yang baik mutunya. Yang dimaksud di sini adalah sikap hidup sehari-hari dalam segenap aspek kehidupan di dalam berelasi dengan orang lain. 

     Bagi Paulus, kebaikan atau agathōsunē ini merupakan salah satu bentuk konkretisasi kematangan iman (Efesus 2: 10; 5: 8 – 10; Roma 15: 14). Dengan kesadaran bahwa kita adalah umat yang telah menerima anugerah penebusan Allah, maka berbuat baik atau menunjukkan kebaikan kepada sesama merupakan sebuah keharusan, bukan pilihan, untuk diperlihatkan kepada sesama dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang mampu menunjukkan kebaikan kepada sesamanya menandakan ia hidup dalam terang Tuhan. Kebaikan Allah yang telah menebus dosa dan memberikan hidup baru menjadi pendorong untuk melakukan hal yang sama kepada sesama. Oleh sebab itu, sangat tepat apabila Paulus menyebut kebaikan(agathōsunē) sebagai salah satu buah Roh (Galatia 5: 22). 

Di dalam pengertian Paulus, nilai kebaikan hanya dapat diperlihatkan seseorang apabila ia hidup dalam terang Yesus. Seseorang mampu berbuat kebaikan apabila ia menghayati bahwa ia telah terlebih dahulu menerima kebaikan Allah sebelumnya. Oleh sebab itu, menjumpai dan menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan adalah sebuah panggilan, bukan sebuah beban. Di dalam relasi dengan sesama, mereka harus menjadi pribadi-pribadi yang membangun jembatan hubungan, bukan tembok-tembok yang menghambat dan memisahkan seorang dengan yang lainnya. Dalam kehidupan keluarga, baik suami maupun istri, orangtua maupun anak, menantu maupun mertua, dipanggil untuk hidup dalam terang Allah, guna membangun hubungan baik dengan anggota keluarga dan orang lain. Oleh karena itu tembok-tembok yang memisahkan mereka, dalam segala bentuknya harus diatasi bersama-sama.



"To become wholly compassionate requires us to open our eyes and hearts, 
to behold the pain and exploitation our culture obscures, to arouse deadened emotions, and to rise above our egos"
 -- Joanne Stepaniak –



[1] Pepatah “air susu dibalas dengan air tuba” mempunyai arti “perbuatan jahat dibalas dengan kejahatan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar