Halaman

Senin, 23 Mei 2016

MERANCANG PEMBELAJARAN YANG AKTIF, INOVATIF, KREATIF DAN MENYENANGKAN



GURU YANG MERANCANG PEMBELAJARAN
YANG AKTIF, INOVATIF, KREATIF DAN MENYENANGKAN

Maryam Kurniawati D.Min

Pengantar
            "Apa pun pekerjaan kita, jika ditekuni dengan maksimal, akan berbuah manis bagi diri sendiri dan orang lain." Demikian prinsip yang selalu memotivasi Niken Kencono (30), seorang guru di SMK Yudha Karya, Magelang, Jawa Tengah untuk berprestasi dan berkarya hingga diakui di tingkat nasional.[1]

            Bagi Niken, menjadi seorang guru bukanlah cita-citanya sejak kecil. Dulu ia bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Bahkan sempat diterima di Fakultas Kedokteran sebuah universitas ternama. Namun karena keterbatasan ekonomi orangtuanya, Niken pun akhirnya kuliah di Universitas Negeri Tidar Magelang, jurusan Bahasa Inggris pada tahun 2004. Sambil kuliah, ia mengajar di SD Muhammadiyah 2 Magelang hingga saat ini, ketika ia sedang menyelesaikan pendidikan S-2 di UST Yogyakarta.

            "Saya ingat pesan Ibu. Tidak perlu malu apa pun profesi kita, yang penting bekerja secara maksimal, maka akan berbuah manis bagi diri kita dan orang lain. Bekerjalah dengan ikhlas, biarkan Tuhan yang menghitungnya," ujar Niken.

            Niken mendapat penghargaan Best Practise Teacher 2014 dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, berkat inovasinya dalam menciptakan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode yang sederhana, menyenangkan, dan mudah diingat oleh siswa. Niken menyebut metodenya dengan "Tepuk Tangan Keledai Cerdik."[2]

            Gagasan atau ide metode tersebut tercetus karena pengalaman pribadinya, bahwa ia selalu merasa kesulitan jika belajar Bahasa Inggris. Selama ini pelajaran bahasa asing itu menjadi momok yang menakutkan sehingga siswa menjadi malas untuk belajar.

            "Saya tidak ingin anak-anak didik saya takut dengan Bahasa Inggris. Saya mulai berpikir, hingga terciptalah metode Tepuk Tangan Keledai cerdik pada tahun 2011. Metode ini memudahkan siswa menjawab soal-soal dengan sebuah trik sederhana," ujar Ibu empat putra itu. Sementara itu metode "Tepuk Tangan Keledai cerdik," lanjut Niken merupakan pengembangan dari metode sebelumnya, yakni penerapan metode "Keledai cerdik" yang disertai dengan tepuk tangan. Metode ini pun ia peroleh dengan berimajinasi saat bersantai di rumahnya yang terletak di Jalan Ketepeng 3, Kampung Trunan, Magelang Selatan.

            "Saya berimajinasi dan iseng-iseng saja, bagaimana membuat metode belajar yang asyik dan menyenangkan bagi siswa. Awalnya, saya praktikkan kepada anak saya yang masih SD, ternyata dia bisa menjawab soal-soal Bahasa Inggris dengan benar. Kemudian saya memberanikan diri untuk saya terapkan kepada siswa-siswa di SMK Yudha Karya setahun yang lalu," kata Niken.

            "Respon siswa beragam ketika metode tersebut diperkenalkan, bahkan ada yang menganggap metode tersebut seperti cara belajar anak Taman Kanak-kanak (TK). Namun lambat laun, siswa justru menyukainya," ucap Niken. Selain menyenangkan, metode "Tepuk Tangan Keledai cerdik" sangat mudah diingat dan effektif untuk menjawab soal-soal Bahasa Inggris dan mata pelajaran lainnya.[3]

            "Sekarang siswa tidak perlu bersusah-payah menghafal rumus grammar Bahasa Inggris yang panjang dan banyak. Hanya dengan tepuk tangan saja, mereka bisa menjawab soal dengan cepat dan benar," kata Niken sambil memeragakan cara "Bertepuk Tangan Keledai cerdik" tersebut. Menurut NIken, tepuk tangan ternyata memiliki manfaat luar biasa. Tepuk tangan yang benar dapat membuka dan menghubungkan ribuan syaraf ke berbagai organ dan otak manusia.

            Ide tepuk tangan itulah yang membuat para juri tercengang. Mereka tidak mengira, bila perempuan kelahiran 24 Agustus 1984 itu mampu menciptakan metode yang sangat berbeda dengan para kontestan lainnya. Padahal hampir semua kontestan yang terdiri dari para guru SMA/SMK/SMAN dari seluruh Indonesia itu mempresentasikan karya yang lebih modern dan "berkelas."

            "Saya sempat ditanya oleh Dewan Juri, mengapa saya menggunakan metode ini untuk siswa SMK. Saya lalu menjawab bahwa saya tidak mungkin mengajarkan siswa-siswa saya yang memiliki kemampuan ekonomi dan kecerdasan menengah ke bawah dengan metode yang rumit dan canggih. Wong menggunakan gadget saja mereka banyak yang belum bisa, apalagi siswa-siswa saya terkenal karena "hobby tawuran. Saya tidak mau mereka tambah terbebani dan stress," ucap guru yang gemar menyanyi ini.

            Selain mendapat penghargaan bergengsi itu, ternyata Niken termasuk perempuan yang memiliki segudang prestasi. Tidak terhitung karya tulis ilmiah dan fiksi yang dibuatnya. Belum lagi prestasi dari berbagai kejuaraan tingkat kota, kabupaten, provinsi, hingga nasional.[4]

            Kisah Niken dengan metodenya "Tepuk Tangan Keledai Cerdik." menginspirasi kita untuk memahami kondisi dan kebutuhan siswa kita yang berbeda-beda (latar belakang suku, ras, agama, budaya dan golongan). Seorang guru yang cerdas dan bijak akan menganalisa apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan siswa-siswa yang ada di kelasnya, mencari sumber-sumber (kepustakaan dan non-kepustakaan) yang sesuai dengan program pembelajaran siswa di kelasnya dan merancang pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Rencana program pembelajaran seperti ini disebut dengan Program Pembelajaran Individual (PPI) atau Individualized Education Program (IEP).
                       

Merancang Model Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif dan Menyenangkan            
         Untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir kritis, konstruktif dan kreatif setiap guru perlu merancang suatu model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM). Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan Pasal 19:1 diamanatkan bahwa Proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.[5] Di sini guru mempunyai peran sebagai "agen pembelajaran" (learning agent) - sebagai fasilitator, motivator dan pemberi inspirasi bagi peserta didik mereka. Seperti halnya seorang "tour leader" yang membawa kelompoknya untuk mengekspolrasi obyek wisata yang dikunjunginya, demikian pula peran seorang guru di kelas.

            Banyak guru yang lebih fokus pada pencapaian target materi kurikulum dengan mendominasi kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Dalam merancang pembelajaran, guru hanya menggunakan "metode instruksional" (dalam bentuk ceramah, menghafalkan konsep dll), dan siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan guru dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya dan mendiskusikan materi pembelajaran di kelas. Hasilnya, siswa tidak hanya bersikap pasif, tetapi juga tidak mampu berpikir kritis, konstruktif dan kreatif.

            Pada tahun 2012, saya dan teman-teman dari BPK Penabur Jakarta melakukan studi banding ke tiga sekolah di Singapore. Satu sekolah yang berafiliasi agama dan dua sekolah (SMP dan SMA) yang tidak berafiliasi agama tertentu, namun menjadi nilai "compassion" (belas kasih" sebagai nilai utama yang diintegrasikan di dalam seluruh program dan kegiatan pembelajaran sekolah. Selain melihat design atau konsep pembelajaran yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, kami diberi kesempatan untuk melihat praktiknya di lapangan, bagaimana interaksi guru dan siswa di kelas dan di lapangan.

            Yang menarik adalah guru yang kreatif membuat pembelajaran di kelas dan di lapangan sekolah menjadi menarik dan disukai oleh para peserta didik. Suasana kelas direncanakan dan dibangun sedemikian rupa, dengan model pembelajaran yang tepat guna sehingga siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain, bahkan berinteraksi dengan kami sebagai "tamu yang mengunjungi mereka" sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

            Hal ini mengingatkan setiap guru bahwa proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan menuntut partisipasi aktif dari seluruh siswa, sehingga kegiatan belajar mengajar berpusat kepada siswa, dan guru hanya mengambil peran sebagai fasilitator dan motivator. Peran aktif siswa sangat penting dalam rangka membentuk generasi yang kritis, aktif dan kreatif, guna menghasilkan sesuatu bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi juga bermanfaat bagi banyak orang. Selain memilih metode pembelajaran yang mempermudah pemahaman siswa tentang materi yang diberikan dan memilih media yang tepat untuk memperlancar proses pembelajaran, serta menemukan instrumen evaluasi yang tepat untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan, guru harus menciptakan suasa belajar mengajar yang membuat siswa senang sehingga memusatkan perhatiannya secara penuh untuk belajar secara optimal.





                [1] Ika Fitriana,  "Tepuk Tangan Keledai Cerdik" Bawa Niken Jadi Guru Terbaik di Indonesia," Kompas, Senin, 13 Oktober 2014 diunduh tanggal 2 Juni 2015)
            [2] Ibid.
            [3] Ibid.
            [4] Ibid.
            [5] Hadi Susanto, "Pembelajaran Aktif, Kreatif, Effektif dan Menyenangkan,"  https://bagawanabiyasa.wordpress.com diunduh tanggal 2 Juni 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar