Halaman

Minggu, 08 Januari 2017

Hidup Serupa Dengan Gambar Allah



Desmond Tutu adalah seorang teolog yang berasal dari Afrika Selatan, ditahbiskan menjadi uskup berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan. Ia mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, merangkul seluruh orang Afrika Selatan dan mengkampanyekan slogan "Kebenaran itu menyakitkan, tapi diam itu membunuh” untuk mengungkap kebenaran & rekonsiliasi. Menurut Desmond Tutu, “Setiap manusia terkait dengan yang lainnya. Keselamatan adalah sebuah pemberian, bukan hasil dari usaha kita sendiri, melainkan diberikan secara cuma-cuma oleh Allah. Sebab itu kita dipanggil untuk hidup serupa dengan gambar Allah. Berekonsiliasi demi menyembuhkan dan memulihkan keadaan setiap pribadi, kehidupan sosial, ekonomi, dan politik sesuai dengan kehendak Allah terhadap manusia yaitu kedamaian…
Hidup seturut gambar Allah dan berekonsiliasi demi menyembuhkan dan memulihkan keadaan setiap orang, dalam pemikiran saya, bagaikan ulat yang berubah menjadi kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu yang indah. Terjadi proses transformasi yang mengubah diri sendiri, sekaligus mengubah sudut pandang terhadap dunia dan orang lain yang ada di sekelilingnya. Dari keinginan untuk memuaskan ambisi, obsesi dan cinta diri sendiri, menjadi hasrat dan kerinduan untuk melayani Allah dan sesama. Hidup tidak lagi berpusat pada ambisi dan obsesi.

Kisah penampakan Yesus di Danau Tiberias dapat menjadi sumber inspirasi kita. Di Danau Tiberias, tujuh orang murid Yesus pergi menangkap ikan. Mereka sedih & kecewa karena ambisi & obsesinya dalam mengikut Yesus tidak terwujud (Yohanes 21:1-19). Mereka bekerja semalaman, tetapi tidak memperoleh apa-apa. Ketika siang hari, Yesus berdiri di tepi pantai … “Hai anak-anak, adalah kamu memperoleh lauk pauk?” Mereka menjawab “Tidak ada!”
Yesus minta kepada mereka untuk menebarkan jala di sebelah kanan perahu, dan jala mereka penuh dengan ikan-ikan. 157 ekor banyaknya! Mata mereka segera terbuka, dan sekarang mengenali siapa orang yang di tepi pantai itu, yakni Yesus yang bangkit! Dalam perjumpaan itu Yesus bertanya kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi (agapan & filein) aku lebih dari hal-hal lainnya? Lebih dari pekerjaan yang sedang ia tekuni, juga ketika pekerjaan itu menghasilkan sesuatu yang luar biasa (ikan yang berlimpah)?
Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itu mengubah sudut pandang, pemikiran, keinginan, hasrat dan nafsu para murid, terutama Petrus. Sama seperti Petrus, mungkin kita mengalami banyak hal yang melukai hati dan mengecewakan dalam mengikut Tuhan, karena ada banyak keinginan, harapan, bahkan obsesi yang kita letakkan di bahu Yesus, dan kita tidak memperolehnya. Sekian puluh tahun mungkin kita telah terlibat secara aktif dalam pelayanan, lalu  tiba-tiba dideportasi untuk keluar dari pelayanan yang kita tekuni.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita mengasihi Yesus  lebih dari semua yang ada? Apakah kita mau sungguh-sungguh mengasihi Dia melebihi kasih kita kepada posisi, jabatan, popularitas, uang, harta, pekerjaan, bahkan diri kita sendiri? Apakah kita mau sungguh-sungguh mengasihi-Nya dengan meninggalkan segala keinginan, hasrat dan cinta diri kita?

Alkitab memberikan kepada kita sebuah contoh, yakni Saulus. Saulus berambisi dan terobsesi memurnikan ajaran Yudaisme. Hatinya berkobar-kobar untuk menangkap, menganiaya, bahkan membunuh murid-murid Tuhan. Ia merasa sedang berada di jalan Allah & membela Allah. Mungkin ada banyak orang seperti Saulus. Merasa superior. Sedang berada di jalan Allah dan membela Allah, namun pada kenyataannya melukai serta tidak segan-segan meniadakan kehadiran dan peran serta orang lain dengan alasan klise, mengundurkan diri.
Kita lihat, dengan semangat menggebu-gebu penuh kebencian, Saulus mengejar murid-murid Tuhan. Namun kasih Tuhan mengubah hidupnya. Di Damsyik, muncul cahaya dari langit yang menghampiri, mengugat dan merobek ambisi & obsesinya. Saulus mengalami “jeda” dalam hidupnya. Tiga hari ia buta. Namun kebutaannya justru memberi pencerahan. Kini mata hatinya dibukakan. Ia melihat Yesus yang teraniaya ada di hadapannya. Terkadang Tuhan tidak kekurangan cara untuk bertindak, untuk menghentikan ambisi, keinginan & obsesi manusia. Petrus, Saulus, dan masih banyak lagi tokoh Alkitab lainnya. Mereka semua pernah jatuh dalam ambisi & obsesi yang keliru. Namun mereka membuka diri. Mau dipulihkan, dan dibaharui melalui perjumpaan mereka dengan Tuhan.
Terkadang kita terjatuh pada ambisi & obsesi yang keliru dalam mengikut Tuhan, sehingga sangat sulit bagi kita untuk merasakan kehadiran-Nya dan sapaan-Nya yang tidka hanya menghangatkan hati dan jiwa, tetapi juga menggugat dan merobek ambisi dan obsesi kita. Sapaan  itu mungkin membuat kita merasa tidak nyaman, karena serta merta dapat meluluh-lantakkan ketegaran & kekerasan hati kita. Namun Francois Fenelon pernah berkata, “Allah tidak pernah berhenti berbicara kepada kita; tetapi keributan dari dunia luar, dan kebisingan dari nafsu-nafsu kita di dalam, membuat kita bingung & menjauhkan kita dari sikap mendengarkan. Semua di sekitar kita harus senyap, dan semua di dalam diri kita harus hening, jika kita ingin mendengar suara-Nya dengan segenap jiwa kita. Suara itu kecil & tenang, dan hanya bisa didengar oleh mereka yang tidak mendengarkan suara-suara lainnya.” So be transformed by the renewing of your mind! (Rom. 12:2) Soli Deo Gloria!


Selasa, 20 Desember 2016

BERAGAMA VS BERIMAN






Manusia adalah mahkluk yang tidak pernah merasa puas. Ia terus mencari dan mencari. Dalam pencarian makna hidupnya manusia akan terus- menerus bertanya tentang makna hidupnya yang terdalam: apakah manusia itu, mengapa manusia hidup, dari manakah asal kehidupan manusia, mengapa ada penderitaan dan kesusahan, mengapa manusia bisa sakit, dan apa akhir dari kehidupan ini, kemanakah sesudah kematian?

Manusia serba terbatas. Semua pertanyaan tersebut merupakan suatu misteri yang tak terjawab. Karena keterbatasannya manusia tidak mampu menjawab semua pertanyaan tersebut. Pada akhirnya manusia mempercayakan seluruh hidupnya pada penyelenggaraan Tuhan melalui agama yang dianutnya. Itulah sebabnya hampir seluruh penduduk dunia ini menganut suatu agama tertentu.

Alasan manusia bergama. Sebagian manusia  menganut suatu agama karena suatu kewajiban sebagai seorang warga dari suatu negara, ada pula yang menganut agama karena suatu warisan dari orang tuanya, ada pula yang menganut agama karena dapat menemukan rasa aman, ada pula yang menganut agama karena dapat menemukan makna hidupnya, ada pula yang menganut agama agar hidupnya merasa tenang.

Alasan menentukan sikap. Dari berbagai alasan manusia menganut agama, sangat menentukan bagaimana mereka menghayati agama yang dianutnya. Jika menganut agama sebagai suatu kewajiban sebagai warga negara,maka orang akan melaksanakan ajaran agamanya sebagai kewajiban saja. Jika menganut agama karena warisan dari orangtuanya, maka orang akan melaksanakan ajaran agamanya sesuai/ seturut apa yang telah dilakukan orang tuanya.

Jika melalui agama yang dianutnya orang merasa aman, maka ia berusaha mencari perlindungan keamanan melalui agama yang dianutnya. Jika orang dapat menemukan makna hidupnya melalui agama yang dianutnya maka orang akan terus melaksanakan ajaran agamanya sampai dapat menemukan makna hidupnya. Pada kenyataannya banyak orang masih menghayati agamanya secara dangkal. Mereka mengaku sebagai orang beragama, namun hanya di KTP saja.

Hidup beragama yang benar harus didasarkan pada keyakinan bahwa Allah telah mengasihi manusia, Dialah sumber kasih, Sang Penyelenggara kehidupan, sehingga hidup beragama hendaknya mengarah pada relasi yang semakin dekat dan mendalam dengan Allah. Benarlah pernyataan ini, Beragama belum tentu beriman; beriman pasti beragama.”

Beragama yang benar berarti berusaha mengenal dan menjalin hubungan yang akrab dan mendalam dengan Allah dan sesamanya. Hidup keagamaan bukan hanya memperhatikan hal-hal lahiriah, melainkan juga yang batiniah.
Beriman berarti menjawab atau menanggapi panggilan, sapaan atau cinta kasih Allah. Kesadaran bahwa Allah sungguh mencintainya mendorong manusia untuk menanggapi kasih-Nya dengan mengimaninya. Dengan beriman, manusia sungguh sadar akan konsekuensinya.

Iman adalah hubungan kasih antara manusia dengan Tuhan. Manusia menyerahkan seluruh hidunya kepada Tuhan, karena manusia mengalami dirinya dikasihi oleh Tuhan. Dalam hubungan itu manusia secara pribadi mengungkapkan segala perasaan dan hasrat hatinya kepada Tuhan melalui bermacam ungkapan, antara lain dengan ibadah, doa dan pujian. Namun iman tanpa ungkapan atau penghayatan merupakan ungkapan yang tidak bermakna. Karena itu ungkapan dan penghayatan iman harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan.

Ambil saja contohnya, untuk bisa menyerahkan dirinya kepada Tuhan manusia harus mengembangkan kemampuan dalam dirinya yaitu:

Pikiran      : manusia mampu berpikir, manusia mengerti dan merasakan Tuhan itu ada
Perasaan       : manusia merasakan bahwa Tuhan itu baik
Kehendak      : manusia terdorong untuk melakukan tindakan
Tindakan       : merupakan wujud dari kehendak manusia

Orang beriman yang baik mengetahui dan memahami kebenaran yang terkandung dalam iman itu; kemudian  mengolah dan menghayatinya dalam hati; mengungkapkannya melalui doa atu ibadat; akhirnya mewujudkannya dalam tindakan nyata sehari-hari

Ajaran Yesus dalam mewujudkan iman. Kita melakukan perbuatan baik yang berkenan kepada Allah bukan hanya pada perkataan saja
         Kita harus mau mengasihi secara radikal, maksudnya dengan sepenuh hati.
         Kita juga harus mencintai musuh-musuh kita.
         Tindakan baik itu perlu diwujudkan bagi sesama yang lemah, hina, miskin dan tak berdaya

Yohanes 1:1-18, seperti yang dikatakan oleh Dr. Leimena, adalah suatu bagian yang indah dari Kitab Suci. Malahan lebih daripada itu, salah satu bagian yang paling indah dan paling penting dari seluruh Kitab Suci karena Injil Yohanes menekankan mengenai keallahan dan kemanusiaan Yesus.

Identitas Yesus sebagai Allah dan manusia dijelaskan dalam Yoh. 1:1-18, dan  dipertegas oleh Yohanes melalui kesaksiannya kepada kepada para utusan dari Yerusalem dalam Yoh. 1:19-28. Dengan demikian Yoh. 1:1-18 jika dilihat dari konteks keseluruhan Injil Yohanes merupakan bagian dari tujuan Injil Yohanes supaya para pembaca yang belum percaya dapat percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah dan mereka yang telah percaya imannya boleh dibangun.

Allah rela menjadi seperti manusia (namun tanpa menghilangkan aspek keilahian-Nya), untuk menjangkau dan menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Allah tidak mau manusia yang telah diciptakan-Nya serupa dan segambar dengan Dia dihancurkan kuasa dosa. Untuk itu Allah datang sebagai manusia agar manusia menyadari betapa besarnya kasih Allah akan dunia.

Hidup kita adalah Sebuah Persembahan yang Hidup bagi Allah. Dalam surat Roma 12:1-2, Rasul Paulus berkata, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:1-2)



Jumat, 25 November 2016

PENGHIBURAN DARI TUHAN




PENGHIBURAN DARI TUHAN
Persiapan GSM GKI Serpong, 25 November 2016
Pdt. Em. Maryam Kurniawati D.Min

Fokus Untuk Batita
-       ASM mengenal Tuhan yang selalu menghibur mereka
Fokus Untuk Anak Kecil
-       ASM mengenal Tuhan yang selalu menghibur mereka
-       ASM dapat menyebutkan, apa yang dilakukan Tuhan untuk menghibur mereka
Fokus Untuk Anak Besar
-       ASM dapat menyebutkan, apa yang dilakukan Tuhan untuk menghibur mereka
-       ASM menjadikan Tuhan, sebagai Sumber Kekuatan dan Penghiburan dalam kehidupan mereka

Ilustrasi: Kisah Nyata Intan Olivia Marbun[1]
“Mama..aku cantik kan?” ujar Intan sembari menari kecil di hadapan Diana. Wajah manis dan imut itu begitu semringah di Minggu pagi, 13 November 2016. Kenangan itu membekas dalam benak Diana Susan Sinaga. Siapa sangka, Minggu nan cerah itu justru menjadi hari terakhirnya melihat sang buah hati.
Tarian lucu dan ucapan terakhir itu terngiang-ngiang terus di kepala Diana. Namun apa daya, Tuhan berkehendak lain. Intan Olivia Marbun, buah hatinya yang baru menginjak usia 2,5 tahun akhirnya meninggalkan Diana selamanya.
Ledakan bom di Gereja Oikumene yang menyasar ke empat anak-anak di depan gereja, menghancurkan segalanya. Kini, perempuan berusia 32 tahun itu seperti luruh tak berdaya. Air mata menggenang di kedua bola matanya. Suaranya pun parau akibat tangisan yang tak kuasa dibendungnya.
"Mama..aku cantik kan?” kata itu kembali diucapkan Diana di bawah guyuran hujan di Desa Putak Kecamatan Loa Janan Ulu Kabupaten Kutai Kertanegara, pada hari Selasa, 15 November 2016, atau sehari usai Intan bertahan belasan jam menahan sakit di RS AW Syahranie Samarinda.
Sehari sebelumnya, dokter menyebut, kondisi Intan Olivia memang memprihatinkan. Tubuhnya terbakar hebat hingga 80 persen. Paru-parunya membengkak dipenuhi asap kotor akibat ledakan.
Bocah berparas cantik ini pun tak mampu lagi bertahan. Senin pagi, 14 November, ia pun mengembuskan nafas terakhirnya di hadapan Diana dan suaminya, Anggiat Banjarnahom.
Ledakan bom molotov di Gereja Oikumene Samarinda terjadi pada Minggu, 13 November 2016, pada pukul 10.15 waktu setempat. Dilaporkan, ada seorang pria bernama Juhanda alias Jo (37 tahun) datang ke halaman gereja dan melempar bom molotov. Bom itu memang membawa malapetaka. Tiga teman Intan Olivia di Gereja Oikumene tempat mereka beribadah ikut menjadi korban. Namun memang Tuhan menghendaki Intan Olivia lebih dahulu.
Kita semua ikut berduka karena Intan Olivia Marbun meninggalkan Ibu dan Ayahnya untuk selama-lamanya. Kita doakan agar Tuhan menghibur Ibu dan Ayah Intan. Kita doakan agar tidak ada lagi anak-anak lain yang menjadi korban akibat ledakan bom di mana pun juga mereka berada.

Bacaan: Yesaya 40:1-11
Dalam versi NIV (New International Version) Bible, perikop ini berjudul “Comfort for God’s People, yang artinya ketenangan, sebuah jaminan penghiburan dari Tuhan bagi umat kepunyaan-Nya.



Cerita Alkitab: Penghiburan dari Tuhan
“Lihat, itu Tuhan ALLAH, la datang dengan kekuatan dan dengan tangan-Nya, Ia berkuasa” (Yesaya 40:10a)

Berada di dalam kesulitan dan pergumulan, karena terbelenggu atau terkurung di suatu tempat asing, memang tidak mudah. Orang yang mengalaminya akan merasa sangat sedih dan takut. Kesedihan dan ketakutan makin bertambah, jika harapan untuk segera bebas tidak kunjung tiba. Penantian panjang akan pembebasan, tanpa kepastian membuat orang merasa sedih, kecewa, putus asa dan tidak berdaya. Ketika berada di dalam pembuangan di Babel, orang-orang Israel merasa sedih dan kecewa karena sebagai umat pilihan Allah, mereka diperbudak atau diperhamba oleh bangsa asing (yaitu bangsa Babel). Mereka merasa putus asa dan tidak berdaya karena tidak ada orang yang dapat membebaskan mereka. Berbagai bentuk penyiksaan dan perlakuan kasar yang dilakukan para penguasa Babel seakan tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Ratapan menahan berbagai penderitaan dan perlakuan kasar telah mereka serukan kepada Tuhan. Namun Tuhan tak kunjung datang untuk menolong mereka.
Mereka merasa bahwa Tuhan telah mengabaikan, membiarkan dan meninggalkan umat-Nya. Setelah bertahun-tahun mengalami penderitaan dan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa Babel, Tuhan Allah memerintahkan Nabi Yesaya untuk menghibur dan menenangkan hati orang-orang Israel. Mereka diminta untuk bertobat, kembali ke jalan Tuhan karena Tuhan Allah yang akan membebaskan umat-Nya dengan kemuliaan, kekuatan dan kekuasaan-Nya. Semua manusia lemah dan tidak berdaya. Hanya Tuhan Allah yang kuat dan berkuasa untuk membebaskan dan menyelamatkan mereka.
Di tengah berbagai kesulitan yang menyedihkan dan menakutkan kita, kedatangan Tuhan Yesus dalam kemuliaan dan kekuasaan-Nya menjadi kabar yang menghibur dan menguatkan. Hanya Tuhan lah yang sanggup memampukan dan menguatkan kita untuk menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan hidup yang ada. Tuhan selalu hadir dan menguatkan atau memberikan semangat baru kepada umat-Nya. “Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung,  tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yesaya 40:30-31).
Untuk memperoleh penghiburan yang datang dari Tuhan, kita harus membersihkan hati dan pikiran kita, serta meluruskan tutur kata dan perilaku yang bengkok dan bercela. Jangan berdoa kepada Tuhan supaya hidup ini menjadi mudah. Tetapi berdoalah supaya kita menjadi pribadi yang lebih kuat untuk menghadapi segala bentuk kesulitan dan tantangan atas hidup kita. Sediakan waktu untuk ada bersama-Nya serta serahkan diri dan hidup untuk digembalakan oleh-Nya. 
Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti” (Mazmur 46:2)



[1] Intan Olivia Marbun: “Mama, Aku Cantik kan?” http://nasional.news.viva.co.id/news/read/848161-intan-olivia-marbun-mama-aku-cantik-kan seperti diunduh pada tanggal 22 November 2016

Senin, 21 November 2016

"APAKAH PENDERITAAN KITA UNTUK TUHAN ATAU IBLIS?"




Pada tanggal 14 November 1970, sebuah kecelakaan pesawat terbang telah merenggut nyawa sebagian besar anggota Tim sepakbola Marshall University. Tujuh puluh lima orang tewas, yakni staff, pelatih dan sejumlah pemimpin masyarakat di Huntington, Virginia Barat, sehingga Universitas dan masyarakat sangat terguncang. Dua dari orang-orang yang kehilangan sanak keluarga dan orang-orang yang mereka kasihi, adalah Paul Griffen dan Annie Cantrell. Kisah mereka berpautan, karena putra Griffen, Chris adalah tunangan Annie. Ketika Chris tewas, mereka tenggelam dalam tahun-tahun yang penuh kesedihan, derita dan dukacita yang tak tertanggungkan. Kata Griffen kepada Annie, “Kesedihan itu memporak-porandakan!”  Ia benar, kesedihan – apa pun bentuknya – kerapkali memporak porandakan. Pada waktu-waktu tertentu merasakan, kita semua merasakan bagaimana kesedihan itu tidak hanya memporak-porandakan hidup kita, tetapi juga membuat kita terluka dan kehilangan pengharapan. “Sudahlah tidak usah bicara tentang Tuhan. Buat apa saya ke Gereja? Buat apa saya berdoa? Nyatanya, hidup saya seperti ini!”

Dorothee Soelle, seorang teolog Protestan dalam bukunya Suffering pernah berkata, ”Pertanyaan terpenting yang dapat kita ajukan tentang penderitaan adalah untuk siapa penderitaan itu terjadi? Apakah penderitaan kita untuk Tuhan atau Iblis?” Dengan pertanyaan itu, Soelle mau berkata, yang terpenting sebenarnya bukan dari mana tragedi atau kesedihan itu datang, tetapi ke arah manakah penderitaan itu tertuju? Apakah derita itu kita persembahkan kepada Tuhan atau Iblis? Jika kematian atau penderitaan, atau orang yang kita kasihi membuat kita mengalami kepedihan hati, dendam, sakit hati dan membenci kehidupan ini, itu berarti kita sudah membuat diri kita menjadi seorang hamba atau pelayan Iblis. Tapi jika penderitaan dan keterhilangan itu membuat kita menemukan Sumber Penghiburan yang tidak pernah kita mengerti sebelumnya, maka kita telah membuat diri kita menjadi hamba atau pelayan Allah. Kebenaran yang harus kita petik dalam situasi ini adalah : Tuhan tidak mengasihi kita dengan cara yang sama seperti kita mengasihi Dia! Boleh jadi kita pikir, Tuhan sudah meninggalkan dan membiarkan kita. Namun marilah kita melihat apa yang dikerjakan Tuhan dalam perspektif yang lebih luas, karena iman kita mengatakan, bahwa segala sesuatu yang dilakukan Tuhan itu selalu tepat dan benar, sekalipun kita tidak dapat memahaminya.

Beriman kepada Allah memungkinkan kita hidup dengan pengaharapan yang aktif, bukan dengan sikap sinis. Dalam Yeremia 29:11 Firman Tuhan berkata, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Oleh karena itu, ketika kesukaran datang seperti gunung penghalang, dan kesedihan menutup pandangan kita seperti kabut, kita memang menghadapi saat-saat yang sulit. Tetapi, kalau Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahabaik itu mengijinkan kita mengalami kesedihan dan kesusahan itu, apakah Ia berharap iman kita hancur lebur di tengah goncangan itu?! Tentu saja tidak! Mungkin Tuhan sedang mengajarkan sesuatu tentang diri-Nya, yang selama ini mungkin belum kita sadari dan pahami. Seperti kata orang, ”no pain, no gain,” tidak ada rasa sakit, tidak ada hasil, dan melalui kesedihan dan kesusahan itulah iman kita diharapkan-Nya bertumbuh dan berbuah. Sebab Tuhan sudah, sedang dan tengah membentuk ulang hidup kita dan memurnikan kita seturut dengan kehendak-Nya. Tujuan atau maksudnya adalah supaya setiap kita, dapat menjadi alat di tangan Tuhan untuk mewartakan keagungan dan kasih-Nya! 

Segala kesedihan dan permasalahan yang kita hadapi, merupakan bukti nyata dari kasih dan pemeliharaan Tuhan yang dianugerahkan kepada kita. Dalam Mazmur 22:23-31 Pemazmur mengungkapkan pujian dan rasa syukurnya kepada Tuhan, karena ia sungguh-sungguh merasakan bagaimana Tuhan menyertai dan menolong dia dari segala kesedihan dan permasalahan hidup yang dialaminya. Dalam bagian sebelumnya diungkapkan kepada kita, ada saat-saat di mana Pemazmur merasa ditinggalkan oleh Tuhan sehingga ia tidak hanya putus asa tetapi juga kehilangan pengharapan dalam hidupnya. Namun bedanya dengan kita, Pemazmur tidak hanya berhenti sampai di situ. Ia melihat apa yang dikerjakan Tuhan dalam perspektif yang lebih luas, karena imannya mengatakan, bahwa segala sesuatu yang dilakukan Tuhan itu selalu tepat dan benar, sekalipun ia tidak dapat memahaminya. Bagi Pemazmur, keagungan Allah itu ditunjukkan melalui tindakan-Nya, yang memperhatikan permohonan anak-anak-Nya, dan Ia sungguh-sungguh menunjukkan perhatian-Nya kepada orang yang berseru kepada-Nya. Pemazur mengajak kita untuk mewartakan keagungan dan kasih Allah kepada anak-anak dan cucu kita, kepada generasi selanjutnya, bahwa Tuhan Allah, adalah satu-satunya sumber kekuatan di sepanjang hidup kita. Walaupun kita banyak menghadapi ujian, hambatan dan rintangan yang membuat kita susah dan menderita, namun kita tidak pernah ditinggalkan dan dibiarkan oleh-Nya. Dalam Mazmur 18:31-32 dikatakan, “Adapun Allah, Jalan-Nya sempurna; jani Tuhan adalah murni. Dia menjadi Perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya. Sebab siapakah Allah, selain dari Tuhan, dan siapakah Gunung Batu kecuali Allah kita?”
 
Late post, Rev. Maryam Kurniawati D.Min

Jumat, 29 Juli 2016

ZIARAH SPIRITUAL





“Ziarah Spiritual” pertama-tama muncul dengan kuat dalam tradisi budaya Yahudi-Hellenistik, ketika orang-orang Kristiani mempunyai pengalaman sebagai “orang asing” dan sebagai minoritas yang teraniaya, yang bergulat untuk mengidentifikasikan dirinya di tengah kekuatan tradisi-tradisi religius dan budaya yang dominan pada saat itu.

“Ziarah Spiritual” membawa mereka keluar dari asal-usul mereka, dan membangun relasi dengan tradisi-tradisi agama-agama lainnya, mengalami transformasi, untuk menggali lebih penuh realitas tradisi-tradisi agama-agama lainnya tanpa kehilangan jati diri dan perspektif teologis mereka.

Ziarah spiritual juga akan menolong kita untuk memahami asal usul kita, dan siapakah kita yang sebenarnya guna membangun relasi yang baik dengan tradisi-tradisi agama lainnya, tanpa kehilangan jati diri dan perspektif teologis kita ...



Sabtu, 16 Juli 2016

Yesus dan orang-orang Farisi. Motif Yesus adalah Kasih.


Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan membuat rencana untuk membunuh Dia. Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana.
Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia, supaya digenapi firman yang disampaikan oleh Nabi Yesaya, “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya dan Ia akan menyatakan keadilan kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.” (Mat 12:14-21) 
Selama hidupnya di dunia, kehadiran Yesus kerapkali menimbulkan pertentangan dan penolakan dari sejumlah orang Farisi. Mengapa begitu? Pada hari Sabat, Yesus menyembuhkan seseorang yang tangannya lumpuh sebelah di dekat Synagoge, dan tindakan Yesus itu akhirnya membuat mereka berencana untuk membunuh dia (Matius 12:9-13).
Injil Matius menceritakan kepada kita, bahwa Yesus mengetahui niat jahat orang-orang Farisi itu, lalu Dia menyingkir dari sana  tanpa mampu disentuh sedikit pun oleh orang-orang jahat itu. Yesus berpindah ke tempat yang lain, dan melanjutkan perbuatan baik-Nya; menyembuhkan orang dari sakit penyakit dengan segala mukjizat dan tanda heran yang mengiringinya. Semua itu dilakukan Yesus karena Dia sangat mengasihi umat-Nya. Yesus tidak membiarkan ancaman-ancaman terhadap diri-Nya melumpuhkan diri-Nya dengan rasa takut dan juga melumpuhkan pelayanan-Nya guna menyembuhkan, mengampuni dan mengubah jiwa-jiwa yang terluka.
Yesus melakukan semua tindakan kebaikan itu bukan lah untuk pencitraan diri-Nya sebagai Mesias yang kedatangan-Nya dinanti-nantikan oleh umat, atau untuk tebar pesona dan sejenisnya. Khotbah-khotbah-Nya mengenai Kerajaan Allah bukanlah sekadar “pepesan kosong.” Dia hanya ingin setiap orang menjadi percaya kepada-Nya, dan melalui diri-Nya percaya kepada kasih Bapa kepada mereka. Sebaliknya, para lawan Yesus tidak sedikitpun berhasil memperoleh petunjuk tentang motif sejati di belakang segala mukjizat dan tanda heran lainnya yang diperbuat oleh Yesus. Nah apakah sebenarnya motif Yesus itu? Sederhana saja: KASIH!! Sebuah pesan yang sangat sederhana, namun mengiring diri-Nya kepada kesengsaraan dan kematian-Nya di atas kayu salib, dengan tujuan supaya “Ia hukum/keadilan itu menang” (Matius 12:20). Yesus menunjukkan dengan jelas, bagaimana Allah itu dapat dipercaya. Melalui teladan hidup-Nya, Yesus menunjukkan bagaimana seharusnya kita menyerahkan diri kita kepada Bapa Sorgawi setiap hari. Ancaman apa pun yang dihadapi-Nya, dan kelelahan badani bagaimana pun yang dialami-Nya, Yesus sepenuhnya menggantungkan diri-Nya kepada Bapa. Kita juga dapat mempunyai pengharapan dan menaruh kepercayaan kepada Allah, sumber segala kebaikan itu. Dengan cara seperti ini, kita akan dapat melihat “keajaiban-keajaiban Tuhan” yang terjadi atas hidup kita. Betapa pun mengagumkannya segala mukjizat Yesus, semua itu tidak ada artinya apabila dibandingkan dengan perubahan diri yang kita alami sementara kita menyerahkan hati kita kepada-Nya.
(Disarikan dari Sang Sabda, 12 Juli 2016)
Noted:
Orang-orang Farisi adalah, sebuah kelompok religius di dalam Yudaisme. Mereka perjuangkan pengetahuan yang mendasar tentang Taurat dan tradisi para nenek-moyang (Misna; Talmud). Mereka menuntut penafsiran yang paling keras, terutama tentang soal-soal yang berhubungan dengan Sabat, kebersihan rituil (tahir) dan yang berkaitan dengan soal persepuluhan, dan mereka cenderung memandang rendah orang-orang yang bukan Farisi.