Halaman

Senin, 25 Januari 2016




"DOA BAPA KAMI" (2)

Doa Bapa Kami atau yang dikenal dengan sebutan “The Pater Imon”, “Paster Noster” atau “Our Father” (English), atau "“Oratio Dominica” (Latin) yang berasal dari Kitab Suci Vulgata, karya Santo Hironimus (347-420 M), berbunyi:
Pater noster, qui es in caelis, 
sanctificetur nomen tuum. 
Adoeniai regnum tuum. 
Fiat oolunias tua, 
sicut in caelo et in terra. 
Panem nostrum quotidianum da nobis h6die. 
Et dimitte nobis debita nostra, 
sicut et nos dimittimus debit6ribus nostris. 
Et ne nos inducas in tentati6nem: 
sed li bera nos a malo. 
Amen.
 

Menurut versi  King James Version terjemahan dalam Matius 6:9-13
Our Father which art in heaven,
Hallowed be thy name. Thy kingdom come.
Thy will be done in earth, as it is in heaven.
Give us this day our daily bread. And forgive us our debts, as we forgive our debtors.
And lead us not into temptation, but deliver us from evil:
For thine is the kingdom, and the power, and the glory, for ever. Amen.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia,
Bapa kami yang di sorga,
Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu,
jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,
dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.
(Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)

Mungkin karena terlalu sering didoakan "luar kepala," keagungan dan keindahan "Doa Bapa Kami" sudah terabaikan oleh sebagian besar warga gereja sekarang ini. "Doa Bapa Kami" memang masih diucapkan dengan bibir, namun tidak lagi dihayati di dalam hati ((bnd. Yes 29:13; Mat 15:8; Mrk 7:6). Menurut informasi dari Didakhe (Ajaran Kedua Belas Rasul versi Gereja Roma Katolik), sejak abad pertama, Doa Bapa Kami sudah dianggap sebagai doa khusus bagi orang yang sudah dibaptis atau mengaku percaya (atau menjadi anggota gereja penuh). Konon, orang yang belum dibaptiskan tidak diijinkan untuk mengucapkan "Doa Bapa Kami." Mereka baru diperbolehkan, pertama kali untuk mendoakan doa tersebut sesudah mereka menerima Sakramen Baptisan Kudus, yakni pada saat mereka hendak menerima pelayanan meja  Perjamuan Kudus.  Sebab itu di kelas Katekisasi dan persiapan Baptisan Kudus/Sidi, para calon diwajibkan untuk menghafal Doa Bapa Kami, agar pada waktu dibaptiskan/mengaku percaya mereka sudah dapat mengucapkan doa tersebut dengan baik. Dengan menerima Sakramen Baptisan Kudus dan Mengaku Percaya/Sidi mereka sudah menjadi anggota gereja penuh, dan boleh mendoakan "Doa Bapa Kami" setiap hari.

Ada beberapa penjelasan tentang enam bagian paralel yang terdapat dalam "Doa Bapa Kami." Untuk dapat menghayati arti dan makna Doa Bapa Kami, penjelasan di bawah ini mungkin dapat menolong kita.

1.   "Bapa Kami yang ada di surga"
Sapaan "Bapa kami yang ada di surga" merupakan terjemahan Indonesia dari sapaan Latin "Pater noster qui es in caelis". Dalam bahasa Yunani, sapaan tersebut berbunyi " Pater hemon ho (ei) en tois ouranois ," yang berarti "Bapa kami yang (ada) di Surga",  tanpa kata "ei" atau "ada". Jika sapaan Indonesia memakai kata "ada" (mengikuti sapaan Latin yang memakai kata "es"), sapaan Yunani tidak memakai kata "ei." 

Dalam pengajaran-Nya kepada para murid, Yesus sering kali menyebut Allah sebagai "Bapamu yang di surga" (bdk Mat 5:16.45.48; 6:14.26.32; 7:11; 18:14) atau "Bapa-Ku yang di surga" (bdk Mat 7:21; 10:32.33; 12:50; 18:10.19.35) , sebab "Bapa" para murid dan "Bapa" Yesus adalah sama (bnd. Yoh 20:17), karena mereka hanya mempunyai satu "Bapa", yaitu "Dia yang di surga" (bnd. Mat 23:9). Dengan menyebut Allah sebagai "Bapa", relasi manusia dengan Allah telah ditingkatkan dari relasi antara "ciptaan" dan "Pencipia" menjadi relasi antara "Anak" dan "Bapa" (bdk Mrk 14:36; Rom 8:15; Gal 4:6). Para murid dapat mengenal "Bapa" dengan baik, karena Yesus telah memperkenalkan-Nya kepada mereka (bdk Yoh 1:18; 14:6-11).  Jadi dengan berseru: "Bapa kami yang di surga" (bdk Mat 6:9), para murid membangun relasi yang akrab dengan Allah, sehingga mereka dapat berdoa, tanpa takut untuk menyampaikan permohonan mereka kepada Allah. Untuk menumbuhkan semangat kebersamaan di antara para murid, dipakai kata "kami", bukan kata "aku," sebab Allah memang bukan Bapa untuk satu orang atau sekelompok orang saja, melainkan Bapa bagi semua orang (bnd. Mat 5:45).

2.   "Dikuduskanlah nama-Mu"
Dalam bahasa Latin permohonan tersebut berbunyi "Adveniat regnum tuum,"   atau  dalam bahasa Yunani,  "Hagiastheto to onoma sou, " yang berarti "Dikuduskanlan nama-Mu." Bagi bangsa Israel, nama bukan hanya sekedarsebutan, panggilan atau tanda pengenal; tetapi menyatakan sifat, karakter atau kepribadian yang memilikinya (bnd. 1 Sam 25:25). Jadi "menguduskan nama Allah" berarti memuliakan, membesarkan atau meninggikan Allah yang memerintah dengan keadilan, kebenaran dan kesetiaan-Nya. Para nabi sering mengungkapkan keinginan Allah untuk "menguduskan nama-Nya"    di tengah bangsa-bangsa (bnd. Yeh 36:23), khususnya di kalangan bangsa Israel (bnd. Yes 29:23). Sehubungan dengan hal tersebut, bangsa Israel harus berusaha untuk memelihara "kekudusan nama Allah" (bnd.   Im 18:21; 19:12; 21:6), dengan hidup  kudus sesuai dengan perintah Allah (bnd. Im 18:1-5;19:1-2; 20:7.26). Dalam konteks itulah, Yesus mengajak para murid-Nya untuk  "menguduskan nama Allah," dengan melakukan perbuatan-  perbuatan      baik di tengah-tengah orang banyak, supaya dengan melihat perbuatan- perbuatan baik tersebut, mereka pun akhirnya "memuliakan Bapa yang di surga" (bnd.  Mat 5:16). Jadi nama Allah dikuduskan pertama-tama dengan "perbuatan baik", bukan dengan "ucapan bibir" (bnd. Yes 29:13; Mat 15:8;   Mrk 7:6). Tidak cukup dengan berseru: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan!"  (bnd. Yes 6:3; Why 4:8), melainkan dengan berbuat baik dalam hidup sehari-hari (bnd.   Mat 7:21; 2 Tes 3:13; Yak 2:14).

3.   "Datanglah Kerajaan-Mu"
Dalam bahasa Yunani,  permohonan tersebut berbunyi " Eliheio he       basileiasou,"   yang berarti "Datanglah kerajaan-Mu." Menurut keyakinan bangsa Israel, "Tuhan adalah Raja untuk seterusnya dan selama-lamanyaa" (bnd. Mzm 10:16; 29:10; 146:10). Bukan hanya Raja atas bangsa Israel , melainkan Raja atas seluruh bumi (bnd. Mzm 47:3.8; Za 14:9. Jadi memohon agar "Kerajaan Allah datang"  berarti memohon supaya Allah segera menjadi Raja atas seluruh bumi, sehingga semua orang sujud menyembah Dia sebagai Raja semesta alam dengan berhiaskan kekudusan hidup (bnd. 1 Taw 16:29-31; Mzm 96:8-10). Jika Allah sudah meraja di atas bumi, permusuhan dan peperangan tidak akan ada lagi (Yes 9:4; 11:6-8). Seluruh bumi akan dipenuhi dengan damai sejahtera yang abadi dan tidak berkesudahan, (Yes 9:6a). Sebagai "Raja Damai" (bnd. Yes 9:5), Allah akan memerintah dengan keadilan, kebenaran, kejujuran dan kesetiaan (bdk Yes 9:6b; 11:4-5); sehingga tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk" sebab "seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan" (bnd. Yes 11:9). Dengan kedatangan Yesus untuk menyatakan   Allah di bumi ini ( Yoh 1:18), sesungguhnya "Kerajaan Surga (Allah) sudah dekat" (Mat 4:17; Mrk 1:15). Nubuat Nabi Yesaya tentang tahun rahmat Tuhan (Yes 61:1-2) telah mulai terpenuhi (bdk Luk 4:17-21), sebab di dalam Yesus, mulai terbit kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh kudus (bnd. Rom 14:17).

4.  "Jadilah kehendak-Mu" - di atas bumi  seperti di dalam surga" merupakan terjemahan Indonesia dari bahasa Latin "Fiat voluntas tua, sicut in caelo et in terra," yang secara harafiah berarti "Jadilah kehendak-Mu, seperti di dalam surga juga di atas bumi." Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi " Genetheio to thelema sou, hos en ourano kai epi ges", yang secara harafiah berarti "Jadilah kehendakMu, seperti di dalam surga juga di atas bumi."  Perubahan urutan dalam terjemahan Indonesia yang menyebutkan bumi lebih dulu, baru kemudian surga, tidak mengubah arti dan maknanya tetap sama.

5.   "Berilah kami rezeki pada hari ini"
Dalam bahasa Yunani permohonan tersebut berbunyi "Ton arton hemon ton epiousion dos hemin semeron," dan dalam bahasa Latin "Panemnostrum quotidianum da nobis hodie," yang secara harafiah kedua-duanya berarti "Roti kami sehari-hari berilah kami hari ini." Terjemahan Indonesia mengganti kata "roti sehari-hari" dengan kata Arab "rezeki," yang berarti "makanan sehari-hari." Dengan pergantian kata ini, isi permohonan menjadi lebih terbuka. Makanan tidak hanya terbatas pada roti saja, tetapi juga makanan lainnya, sesuai dengan adat istiadat dan kebiasaan masing-masing orang.

6.   "Ampuni kesalahan kami" - seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami." Permohonan ini merupakan terjemahan Indonesia dari permohonan Latin "Dimiiie nobis debita nostra, sicut et nos dimittimus debitoribus nostris," yang secara harafiah berarti "Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga kami menghapuskan bagi mereka yang berhutang kepada kami." Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi " Aphes hemin ta opheilemata hemon, hos kai heme is aphekamen to is opheiletais hemon, " yang secara harafiah berarti "Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga kami telah menghapuskan bagi pengutang-pengutang kami." Jadi terjemahan Indonesia "Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami" sudah merupakan suatu terjemahan bebas, berdasarkan pengertian bahasa Aram, yang menyamakan "utang' dengan "dosa" atau "kesalahan."  Menurut kepercayaan Israel, Tuhan adalah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga suka mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa manusia (Kel 34:6-7; Bil 14:18; Neh 9:17; Mzm 78:38; 86:5; 103:3; Mikha 7:18). Sebagai anak-anak Allah, para murid dituntut untuk menjadi sempurna sama seperti Allah ("Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna," Mat 5:48). Mereka juga harus murah hati sarna seperti Allah ("Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati!," Luk 6:36). Tidak hanya terhadap teman, melainkan juga terhadap musuh (Mat 5:44; Luk 6:27-28.35). Dalam hal pengampunan, mereka harus bersikap seperti Allah yang sudi dan murah hati mengampuni dosa, tanpa memakai perhitungan (Mat 18:21-22; Luk 17:3-4). Apabila Allah rela mengampuni dosa mereka, maka seharusnya mereka juga rela mengampuni dosa orang lain (bnd. Mat 18:23-35). Kerelaan untuk mengampuni dosa sesama akan membuat Allah juga rela mengampuni dosa mereka ("Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu!," Mat 6:14-15; Mrk 11:25-26; Luk 6:37-38)

7.   "Jangan membawa kami ke dalam pencobaan"
Permohonan terakhir ini merupakan terjemahan Indonesia dari "Ne nos inducas in tentationem, sed libera nos a malo"  (Latin), yang secara harafiah berarti "Janganlah kami Kaubawa ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari kejahatan." Dalam bahasa Yunani, permohonan tersebut berbunyi "Me eisenegkes hemas eis peirasmon, alla rusai hemas apo tou ponerou ," yang secara harafiah berarti "Janganlah Kaubawa kami ke dalam pencobaan, tetapi selamatkanlah kami dari kejahatan."  Permohonan agar tidak dibawa ke dalam     pencobaan ini sangat senada dengan doa malam orang Yahudi, yakni: "janganlah mengantar kakiku ke dalam kekuasaan dosa, dan janganlah   membawa saya ke dalam kekuasaan ketidakadilan, ke dalam kekuasaan pencobaan, dan ke dalam kekuasaan apa saja yang memalukan" Dengan doa malam ini, orang Yahudi memohon pedindungan dari segala jenis kejahatan, agar mereka tidak dikuasai oleh kejahatan tersebut. jadi permohonan "janganlah membawa kami ke dalam pencobaan" tidak meminta supaya dihindarkan dari pencobaan, tetapi supaya dilindungi dalam pencobaan , (bdk Mat 26:41; Mrk 14:38; Luk 22:40.46).

Pencobaan adalah ujian terhadap iman seseorang (bnd. Yak 1:2-3.12). Pelaku pencobaan bisa Allah sendiri (Kej 22:1-19), tetapi bisa juga Iblis dengan seizin Allah (bnd. Ayb 1:1-2:13). Meskipun demikian, sesungguhnya pencobaan tidak datang dari Allah atau Iblis, melainkan dari keinginan manusia sendiri (bnd. Yak 1:13-14). Dalam sejarah keimanan manusia, tidak banyak orang yang lulus ujian iman, seperti Abraham (Kej 22:1-19), Ayub (Ayb 1:1-2:13), Eleazar (2 Mak 6:18-31) dan Yesus (Mat 4:1-11; Mrk 1:12-;1.3; Luk 4:1-   13). Kebanyakan manusia sama seperti Adam dan Hawa, cenderung tergoda dan jatuh ke dalam dosa (Kej 3:1-7). Apabila berhadapan dengan tipu daya dan kesenangan duniawi, mereka mudah jatuh ke dalam pencobaan (bnd. Mat 13:22; Mrk 4:19; Luk 8:14; 1Tim 6:9-10). Demikian pula, jika mengalarni penindasan dan penganiayaan karena iman, mereka dengan gampang murtad. (bnd. Mat 13:21; Mrk 4:17; Luk 8:13). Sadar akan kelemahan manusiawi tersebut, Yesus menasihati para murid-Nya untuk berjaga-jaga dan berdoa, supaya mereka jangan jatuh ke dalam pencobaan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah!" (bdk Mat 6:41; Mrk 14:38; Luk 22:40,46) Untuk mencegah kejatuhan tersebut. mereka perlu memohon kepada Allah: agar dikuatkan dalam  pencobaan dan dilepaskan dari kejahatan (bnd. Mat 6:13; Luk,11:4) .

8. "Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin."
Doksologi (seruan pujian) kepada Allah ini tidak terdapat dalarn manuskrip (naskah) tertua Injil Matius, dan sama sekali tidak terdapat dalam semua manuskrip Injil Lukas. Doksologi ini pertama kali terdapat dalam Didakhe atau Ajaran Keduabelas Rasul, yang juga berasal dari abad pertama Masehi, yakni sekitar tahun 50-70 Masehi. Dalam 'doksologi' versi Didakhe, tidak disebutkan "kerajaan", hanya "kuasa" dan "kemulia-an" (bdk Did 8:2). Kata "kerajaan" baru ditambahkan kemudian oleh Konstitusi Apostolik (bdk KA 7,24,1). 
Menurut kebiasaan orang Yahudi, doa harus ditutup dengan suatu doksologi. Jadi dapat dipahami, jika doa "Bapa Kami" juga ditutup dengan suatu doksologi. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, Allah memang sering dipuji sebagai yang empunya kerajaan (bdk. 1Taw 29:11; Mzm 22:29; Ob 21), kuasa (bdk Mzm     62:12; 68:35; Ayb 25:2) dan kemuliaan (bdkl Taw 29:12; Mzm 29:1; 96:7) untuk selama-lamanya. Jadi dengan mengucapkan doksologi tersebut, para murid menegaskan kembali harapannya agar kedaulatan Allah segera dipulihkan (Why 11:6; ,4:11; 5f~13). Doksologi sesudah doa "Bapa 'Kami" ini senada dengan doksologi yang diucapkan Daud, "Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allahnya bapa  kami Israel, dari selama-Iamanya sampai selama-lamanya. Ya Tuhan, punyamulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya Tuhan, punyamulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya" (1 Taw 29:10-12).

Dengan penjelasan tersebut, diharapkan kita dapat menyelami setiap permohonan dalam Doa Bapa Kami, sehingga dapat mengucapkan/mendaraskannya dengan penuh penghayatan iman. Sebab doa yang baik adalah doa yang diucapkan dan dihayati dengan iman, bukan hanya "dengan bahasa roh," tetapi juga dengan "akal budi" (1 Kor. 14:15). Bukankah doa yang lahir dari iman, bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya? (bnd. Yak. 5:15-16). Adakah doa yang lebih agung dan indah daripada doa "Bapa Kami"?!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar