Halaman

Minggu, 11 Desember 2011

MEMBUAT KRISTUS HIDUP, NYATA DAN DIALAMI OLEH BANYAK ORANG

Bacaan: Yohanes 1:6-8, 19-28


Hari Rabu, tanggal 7 Desember 2011 yang lalu, saya bersama dua orang Pengurus berada di Nanggroe Aceh Darussalam. Kami melakukan kunjungan dan evaluasi terhadap tiga orang guru yang dikirimkan dari Jakarta untuk membantu Sekolah Metodist di Banda Aceh, dan kami sungguh menikmati pelayanan ini. Proyek kerjasama dengan Sekolah Metodist telah dilakukan sejak tahun 2005, sesudah peristiwa Tsunami. Bekerjasama dengan sekolah Ipeka, Lemuel, dan sekolah Ketapang, kami melakukan pembinaan dan pelatihan guru-guru di sana dan mendatangkan guru-guru dari Jakarta untuk kelangsungan hidup Sekolah tersebut. Hari itu kami dikejutkan dengan berita dari Jakarta.  Seorang laki-laki membakar dirinya di depan Istana Merdeka, sebagai protes keras atas korupsi dan pelanggaran Hak-hak Azasi Manusia yang dilakukan oleh para pejabat tinggi di negara ini. Siapakah laki-laki itu? Dia adalah Sondang Hutagalung, salah seorang mahasiswa Universitas Bung Karno. Selain itu, ia adalah salah seorang sahabat Munir, yang telah tewas dibunuh beberapa tahun yang lampau. Hari Sabtu malam, bersama seluruh rakyat Indonesia yang pernah berjuang bersamanya, kita turut berduka, karena Sondang Hutagalung telah menghembuskan nafas terakhirnya dan pengorbanannya, sungguh amat menyesakkan hati kita, karena kasus-kasus korupsi dan pelanggaran Hak-hak Azasi Manusia masih terus-menerus dibiarkan terjadi di negara ini. Bagaimana pun juga Sondang adalah pribadi yang heroik, yang berani menolak dengan tegas ketidakadilan dan dosa yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara ini.



Alkitab memperlihatkan kepada kita dua pribadi yang radikal dan heroik, yaitu Yohanes Pembaptis dan Elia. Bertahun-tahun lamanya sebelum kelahiran Yesus Kristus, nabi Maleakhi mempermaklumkan, bahwa nabi Elia akan datang kembali ke dunia sebelum kedatangan hari Tuhan. Dalam kitab Maleakhi 4:5 dikatakan, “Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan yang besar dan dasyat itu.” Empat ratus kemudian, Simon Petrus memproklamasikan bahwa “Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” (Matius 16:16) Namun bukankah Elia harus datang dulu sebelum kedatangan Sang Mesias? Hal ini membingungkan para murid, sehingga Yesus menjelaskan kepada para murid bahwa Elia telah datang dan menderita di tangan orang-orang yang tidak percaya (Matius 17:12). Dari kata-kata Yesus itu, para murid memahami bahwa yang dimaksudkan oleh Yesus adalah Yohanes Pembaptis, bentara Tuhan yang dipenggal kepalanya oleh Herodes (Matius 14:1-12).

Baik Yohanes Pembaptis maupun Elia dipandang sebagai pribadi-pribadi yang radikal. Kedua-duanya tinggal di padang gurun; menghayati suatu kehidupan yang ekstrim dan keras; tidak memiliki apa-apa; dan jauh dari hiruk-pikuknya kehidupan kota (lihat Matius 3:4, 1 Raja-raja 17:1-7). Dua-duanya adalah nabi, yang menolak dengan tegas ketidakadilan dan dosa yang ada dalam kehidupan mereka yang berkuasa. Yohanes Pembaptis melihat dosa Herodes, karena mengambil istri saudaranya sebagai “istri,” dan Yohanes Pembaptis kemudian melakukan penentangan dan protes keras terhadap sang Raja (Matius 14:3-5). Sedangkan Elia, ia mengenali tipu muslihat yang dilakukan oleh para nabi Baal, dan ia menantang para nabi Baal itu dalam sebuah “duel mati-hidup ilahi” (1 Raja2 18:17-39). Ia juga melakukan penentangan dan protes keras terhadap Raja Ahab da istrinya yang bernama Izebel, karena pembunuhan atas diri Nabot untuk mendapatkan kebun anggurnya (1 Raja2 21:17-29).

Bagaimana pun juga Yohanes Pembaptis dan Elia adalah pribadi-pribadi yang radikal dan heroic, yang menempatkan diri mereka dalam resiko – untuk setia memproklamasikan Sabda Allah. Di atas segalanya, taat kepada Allah adalah hal yang terpenting bagi mereka. Dalam masa Adven ketiga ini, kita diingatkan untuk meneruskan apa yang telah dilakukan oleh Yohanes Pembaptis, dan juga Elia. Membuat Kristus sungguh-sungguh hidup, nyata dan dialami oleh banyak orang, melalui kesaksian hidup kita itu adalah tugas terpenting bagi kita. Nah apa yang harus kita lakukan agar orang dapat melihat Kristus hidup, dan nyata dalam kehidupan kita? Sampai hari ini kita memang tidak makan belalang dan madu, hidup menyendiri di padang gurun, atau seorang diri melawan para penguasa jahat seperti yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis atau Elia. Namun demikian, kita semua dipanggil untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati kita, seperti kedua nabi itu. Dalam kehidupan kita yang lebih “biasa-biasa/normal”, kita dapat mohon kepada Allah agar memberikan kepada kita suatu visi yang lebih besar tentang apa artinya melayani Tuhan dalam situasi kita sehari-hari. Seringkali kita membatasi diri kita karena pandangan yang keliru - karena kita tidak dapat sehebat atau sebesar Yohanes Pembaptis atau Elia di masa lampau, maka tidak banyaklah yang dapat kita persembahkan. Akan tetapi, apabila kita membuka diri bagi kehendak Bapa, maka Dia dapat bekerja melalui kita sehebat yang telah dilakukan-Nya melalui Elia dan Yohanes Pembaptis. Contohnya adalah Florence Nightingale.

Pada masa Perang Krim, Perang yang terjadi sekitar tahun 1853-1856 yang melibatkan Kekaisaran Rusia melawan sekutu: Perancis, Britania Raya, Sardinia, dan kesultanan Utsmaniayah. Ada tokoh yang mencuat dan menjadi terkenal. Florence Nightingale, wanita cantik kelahiran tahun 1820 yang kelak menjadi pelopor pendidikan keperawatan modern. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli statistik. Lahir dari keluarga bangsawan Italia. Tuan tanah yang kaya raya. Namun, hatinya terenyuh pada penderitaan yang terjadi di hadapannya. Peperangan telah membuat banyak orang menderita. Ia tidak memilih hidup di istana atau kastil. Ia memilih menjadi seorang juru rawat. Pada masa itu profesi perawat bukanlah sebuah profesi yang dapat dibanggakan. Tidak ada orang tua bangsawan yang rela apalagi bangga, jika anaknya memutuskan menjadi perawat. Pekerjaan perawat hampir sama dengan pekerjaan budak.

Pada suatu malam, Nigthingale berjalan di dalam rumah sakit. Ia menyempatkan diri untuk berhenti sejenak di samping tempat tidur seorang prajurit yang luka parah. Ketika ia membungkuk mendekati prajurit itu, maka prajurit itu menengadah kepadanya dan berkata :”Bagiku Anda sungguh nampak seperti Kristus.” Florence Nigthingale telah membuat Kristus menjadi hidup, nyata, dan dialami oleh orang yang ia layani. Nah sekarang, bagaimanakah halnya dengan kita? Apakah yang akan kita lakukan, agar Kristus menjadi hidup, nyata dan dialami oleh banyak orang? Maukah kita membuka visi kita lebar-lebar tentang melayani Tuhan dalam situasi hidup kita sehari-hari, seperti halnya Yohanes Pembaptis dan Elia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar