Halaman

Jumat, 29 Mei 2015

PENDIDIKAN SEBAGAI SEBUAH PROSES PEMBUDAYAAN





KI HAJAR DEWANTARA, PENDIDIKAN SEBAGAI SEBUAH PROSES PEMBUDAYAAN 

Oleh: Maryam Kurniawati 

"Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani." Seorang bocah Sekolah Dasar (SD) mengamati kata-kata itu terpampang tegak di depan kantor Kementerian Pendidikan Nasional, Kuningan, Jakarta. Cukup lama ia memandang kalimat besar itu, semakin pusing pula kepala dibuatnya. Ketika otaknya hampir saja buntu, ia lalu menoleh ke guru yang berada disampingnya.
“Bu Guru tahu artinya?” ujar bocah itu polos.

Sang guru bagai disambar petir mendengar muridnya bertanya seperti itu. Ia bukan kaget karena anak sekecil itu sudah bertanya tentang filosofi pendidikan. Ia juga bukan kaget karena peserta didiknya memang terkenal kritis kepada hal-hal baru yang ditemukannya. Tapi ia kaget karena ia sendiri juga tidak tahu apa arti "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani," meski telah 20 tahun menjadi guru.
“Eeeeee.... yang Ibu tahu kalimat itu sudah dari sananya, Nak. Ibu cuma tahunya begitu.” Ujar sang guru sedikit excuse, kalau tidak mau disebut malu....

“Terus buat apa kalimat ini ditempelkan di sini Bu, (Kantor Kemendiknas, red)?” kejar bocah sambil memukul papan besar itu. Suasana menjadi rumit. Ia baru sadar pertanyaan bocah SD lebih sulit ketimbang profesor sekalipun.  Keringat dingin sang guru mulai bercucuran. Ia mulai mencabik-cabil tisu yang ada di tangannya...

Dialog sang guru dan bocah tadi sejatinya hanya representasi berbagai motto yang mencekoki pendidik dan peserta didik kita dari kecil sampai dewasa, tanpa memahami apa arti, makna dan sejarahnya.




Ing Ngarso Sung Tulodo: Ing (di) Ngarsa (depan) Sung (menjadi) Tulodo (contoh/panutan), Ing Madyo Mangun Karso: Ing (di) Madya (tengah) Mangun (membangun) Karso (penjalar/penghubung), Tut Wuri Handayani: Tut (di) Wuri (dibelakang) Handayani (mendorong/dorongan). Bila digabungkan maknanya adalah "Di depan Sebagai Panutan/Teladan, Di Tengah Menjadi Penghubung/Membangun Keseimbangan. Dibelakang Memberikan Dorongan." Kalimat ini dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Salah satu pernyataan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah, 

"Berilah kemerdekaan kepada anak-anak kita, buka kemerdekaan yang leluasa, tetapi    yang terbatas oleh tuntutan-tuntutan kodrat alam yang nyata, dan menuju ke arahkebudayaan, yaitu keluhuran dan kehalusan hidup manusia. Kemudian agar kebudayaan itu dapat menyelamatkan dan membahagiakan hidup dan penghidupan diri dan masayarakat, maka perlulah dipakai dasar kebangsaan, tetapi dasar tersebut jangan sekali-kali melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas, yaitu dasar kemanusiaan" (Ki Hajar Dewantara)

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (selanjutnya KHD) merupakan sebuah proses untuk mengembangkan kebudayaan, untuk menumbuh-kembangkan daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif) serta nilai-nilai luhur manusia dalam kehidupan masyarakat. Menurut KHD, pendidikan jika hanya mengutamakan aspek intelektual (kognirif) saja, dapat dipastikan akan menjauhkan manusia dari masyarakatnya. Oleh karena itu pengembangan jati diri manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya (baik cita, karsa dan karya) secara seimbang. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, serta berwatak luhur dan mulia.

Sekarang ini, sebagian besar manusia dipengaruhi perilakunya oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Banyak orang terbuai dengan kemajuan tehnologi, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti pentingnya membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya menghargai sesama dan lain sebagainya. Keberadaan seseorang misalnya, seringkali diukur dari "to have" (apa saja yang dimilikinya, secara materi), dan "to do" (apa yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) dari pada keberadaan atau jati dirinya ("to be" atau "being"nya). Jika keadaan ini berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

Kekhasan manusia, yang membedakannya dengan makhluk lainnya, menurut KHD adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lain tidak berbudaya. Sebab itu salah satu cara effektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya, budaya dalam masyarakat Indonesia itu berbeda-beda. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia berlaku pepatah,
"Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya." Manusia akam benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya. Sebab itu
dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain.  Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir, mengambil keputusan, martabat, dan mentalitas).

Konsep-Konsep Dasar Pengajaran KHD
1.    a. Sistem Among
Metode yang  sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love).  Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong ataumomong, yang artinya mengasuh anak. Para guru disebut pamong  yang bertugas untuk menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang.
Di dalam sikap Momong, Among, dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat mendasar, yaitu pendidikan tidak memaksa namun bukan berarti membiarkan anak berkembang bebas tanpa arah.

b. Tri Sakti Jiwa
Salah satu konsep budaya KHD dikenal dengan  ”Konsep Trisakti Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Maksudnya, untuk melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat di dalam dirinya.

(Disarikan dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar