Halaman

Kamis, 24 Maret 2016

LIDAH TAK BERTULANG


Lidah tak bertulang adalah sebuah peribahasa Indonesia. Lidah tak bertulang memiliki arti ucapan seseorang sulit dipercaya, sebab kata-kata yang diucapkannya bisa berubah-ubah, tidak tetap. Sebuah lagu keroncong berjudul "Seribu Tahun" telah turut mempopulerkan peribahasa "lidah tak bertulang." Lagu itu dinyanyikan oleh Bob Tutupoly, tetapi entah mengapa, judulnya bisa berubah menjadi "Tinggi Gunung Seribu Janji."  Mungkin klop dengan peribahasa lidah tak bertulang yang dipopulerkan olehnya, karena seseorang sangat mudah untuk berbohong dan mengumbar janji.

Selain peribahasa lidah tak bertulang, sebenarnya masih ada beberapa peribahasa lainnya yang berkaitan dengan lidah. Contohnya orang yang senang menyampaikan rumor atau gosip dikiaskan sebagai "nenek tua yang berlidah panjang." Lidah yang panjang dengan motif yang jahat dapat menghancurkan kehidupan seseorang, menyebabkan keretakan di dalam gereja dan melukai hati  banyak orang.

Ronin Shimizu, bocah 12 tahu asal California adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menjadi "korban" akibat lidah yang panjang. Pada bulan Desember tahun 2014, Ronin memilih pemandu sorak (cheer leader) sebagai kegiatan ekstra kulikuler di Sekolah Menengah Pertama Folsom, Sacramento tempat ia menuntut ilmu. Dari sekian banyak teman-temanya yang ikut kegiatan ekstra kulikuler pemandu sorak itu hanya dia lah satu-satunya anak laki-laki. Petaka terjadi ketika teman-teman Ronin yang lain mengejek dan menyebutnya "gay." Semua teman-teman Ronin tidak menduga, si periang itu pergi dengan cara tragis, yaitu bunuh diri (3/12/14). Pantas bila Yakobus memberi perhatian yang besar kepada lidah dan memberikan peringatan keras, bahwa “Lidah pun adalah api; ia dapat merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh” (Yakobus 3:6a).


Selain lidah yang panjang, ada pula lidah penjual obat. Lidah penjual obat berarti pembual atau pembohong. Seorang penjual obat di tepi jalan, bila ingin menarik perhatian para pembeli, pasti akan membual dan mengatakan, bahwa obat yang dijualnya adalah yang nomor satu di dunia. Banyak orang yang senang membual untuk menaikan reputasi atau harga dirinya di hadapan orang banyak, dan kejujuran seolah tak lagi mendapat ruang dan tempat. "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi" (Amsal 10:19).

Masih ada satu lagi, yaitu lidah yang berbisa. Lidah yang berbisa adalah orang yang senang menghasut/mengadu domba, menghina dan menjatuhkan orang lain dengan pernyataan-pernyataan yang dikemukakan/diucapkannya. Dalam kitab Mazmur 140:4, Pemazmur mengatakan, "mereka menajamkan lidahnya seperti ular, ular senduk ada di bawah bibirnya." Lidah yang berbisa jauh lebih dasyat dan mematikan. Tubuh kita yang besar ini ternyata berada di bawah pengaruh lidah. Menurut pengarang surat Yakobus, "dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah. Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk" (Yakobus 3:9-10). 

Banyak orang menderita gara-gara "lidah yang berbisa," tidak terkecuali di rumah, di keluarga, di kantor, di gereja, di sekolah dan lain sebagainya. Contohnya, "Kamu bodoh!" "Kamu tidak berguna!" "Ini semua salahmu!" "Kamu jelek!" "Otak kamu di dengkul!" "Hai monyet!" "Seleranya kampungan!" Ternyata selama ini kita sering menyiksa dan menghukum orang dengan mengutuk, mencaci maki, menjelek-jelekan dan mempermalukan orang lain. Sebab itu pergunakan lidah untuk mempermuliakan Tuhan. Betapa terhormatnya kita bila kita dikenal sebagai orang-orang yang senantiasa penuh kasih dan bertutur kata lembut. "Barangsiapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran" (Amsal 21:23) 


"Perkataan yang baik, yang menyejukkan dan penuh kasih berasal dari lidah manusia yang dipimpin oleh Roh Kudus"


Senin, 29 Februari 2016

PERAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN SEKS ANAK

PERAN ORANGTUA DALAM PENDIDIKAN SEKS ANAK
Oleh: Pdt. Em. Maryam Kurniawati D.Min



Pengantar
Seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan oleh sebagian orang, terutama orangtua. Mungkin karena kata "seks" selalu dihubungkan dengan area organ kelamin, bentuk, peran dan segala fungsinya bahkan hubungan seks yang masih dianggap porno, kotor dan tabu. Padahal anggapan ini bisa jadi keliru. Bagaimana jika pendidikan seks dihubungan dengan anak? Yang dimaksud dengan pendidikan seks di sini adalah pengajaran, penyadaran dan penjelasan kepada anak tentang masalah yang berkaitan dengan perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual (kehamilan, perilaku seksual, pernikahan) dan membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu sebagai sesuatu yang menjijikan dan kotor, tetapi sebagai anugerah Tuhan bagi keberlangsungan kehidupan manusia, dan membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.

Setiap anak pada umumnya mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap perubahan dan perkembangan organ tubuhnya dan juga perbedaan-perbedaan dengan milik orang lain. Sebab itu anak-anak akan banyak bertanya. Orangtua perlu mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuan untuk menghadapi pertanyaan anak, sesuai dengan tingkatan usianya, sehingga anak dapat memperoleh jawaban yang memuaskan rasa ingin tahu mereka.

Menurut  para ahli, penyimpangan seksual anak, bukanlah gangguan yang pasti dihadapi oleh setiap anak. Perkembangan seksual anak, bila tidak dibantu dan diarahkan oleh orangtua, dapat menimbulkan penyimpangan orientasi seksual anak, dan perilaku yang salah  pada tahap selanjutnya (remaja, pemuda, dewasa). Di sini keteladanan, sikap dan perilaku orangtua menjadi sangat penting artinya bagi anak-anak.

Perkembangan Psikoseksual Anak
Menurut Sigmund Freud, yang dikenal dengan Teori Psikoanalisisnya, perkembangan psikoseksual anak terbagi dalam empat fase, yaitu:
1.   Fase Oral. Berlangsung dari lahir hingga usia 2 tahun. Anak mendapatkan   kenikmatan melalui mulutnya. Hal ini terlihat ketika anak menyusu pada puting payudara ibunya mau pun memasukkan segala sesuatu ke mulutnya.
2.   Fase Muskuler. Berlangsung dari usia 2 hingga 3-4 tahun. Pusat  kenikmatan anak berpindah ke otot, dan ditandai dengan kesenangan untuk dipeluk, memeluk, mencubit, atau ditimang-timang.
3.   Fase Anal Uretral. Berlangsung dari usia 4 hingga 5 tahun. Pusat kenikmatan anak terletak pada anus/dubur dan saluran kencing, sehingga anak sering menahan BAB (Buang Air Besar) atau BAK (Buang Air Kecil).
4.   Fase Genital. Berlangsung dari usia 5 hingga 7 tahun. Pusat kenikmatan dirasakan pada alat kelamin, ditandai dengan seringnya memagang atau memainkan alat kelaminnya. Seiring dengan kemampuan berpikirnya yang meningkat, muncul rasa ingin tahu akan organ tubuhnya. Seringkali memperhatikan atau mempermainkan alat kelamin (E. Hurlock, 2001).

Beberapa praktisi perkembangan seksual anak menyebutkan bahwa perkembangan seksualitas di usia pra-sekolah, hanya terbatas pada perkembangan perilaku. Perilaku berhubungan erat dengan kebiasaan. Oleh karena itu tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Pada rentang usia pra-sekolah, anak tidak mengalami perkembangan fungsi seksual karena pada tahapan ini hormon-hormonnya belum berfungsi secara maksimal.

Sebelum masa pubertas, perkembangan fungsi seksual berlangsung sangat lambat, dan akan lebih cepat berkembang pada masa pubertas. Jadi yang dapat diamati hanyalah perkembangan perilaku atau psikoseksualnya. Tidak perlu kaget bila mendapati anak di usia pra-sekolah sedang melakukan eksplorasi atau memainkan alat kelaminnya.

Menurut hasil penelitian dari The Kinsey Institute, sebuah lembaga yang bergerak di bidang penelitian tentang seksualitas manusia, gender dan kesehatan reproduksi di Indiana University menyatakan, sejak dalam kandungan anak sudah mengalami ereksi. Jadi tidak perlu heran, bila bayi laki-laki yang baru bangun tidur tampak tegang alat kelaminnya, walau pun fungsi susunan sarafnya belum sempurna dan kadar hormon androgennya masih sangat rendah, sedangkan kelamin bayi perempuan biasanya tampak berlendir.

Bantuan Orangtua Dalam Perkembangan Seksual Anak
Dalam menghadapi perkembangan seks anak dan perilaku anak yang selalu ingin tahu terhadap seks, orangtua harus memperlengkapi diri dengan pengetahuan dan informasi tentang seks yang tepat.  Orangtua hendaknya memahami motif di balik pertanyaan anak, sehingga dapat mengklarifikasi permasalahan yang dihadapi anak, serta memberi jawaban yang sederhana dan tepat.

Pada umumnya anak-anak belum dapat membayangkan fungsi seksual dari organ tubuh manusia, karena mereka belum dapat memahami. Sebab itu menghadapi pertanyaan dan tingkah polah anak yang berkaitan dengan fungsi seksual, orangtua hendaknya bersikap tenang dan memberikan jawaban dan penjelasan yang tepat guna, sehingga anak menemukan jawaban yang memuaskan dan rasional menurut mereka.

1. Memahami rasa ingin tahu anak. Orangtua diharapkan memberikan penjelasan yang rasional yang dapat ditangkap secara kognitif oleh anak. Misalnya dengan membiasakan menyebut nama alat kelamin anaknya (seperti penis, vagina). Hindari menyebutkannya dengan istilah-istilah tertentu (seperti burung, atau tongkat, dsb). Dengan cara seperti  ini anak-anak akan terbiasa dan tidak menganggap kata-kata itu sebagai sesuatu yang menjijikkan, kotor, dan tabu. Bila pertanyaan seputar alat kelamin tidak terlontar dari anak dalam usia pra-sekolah, orangtua wajib memunculkannya. Pendidikan seks dalam usia dini akan lebih baik. Tidak perlu kuatir anak tidak akan mampu menangkap informasi yang diberikan orangtua, karena otak anak bagaikan jendela yang terbuka lebar dan selalu siap menerima semua informasi sekali pun tidak langsung dimanfaatkan atau dipahami. Kelak ketika anak usia pra-sekolah beranjak besar dan telah memahami tentang seksualitas, ia tidak akan asing lagi dengan istilah atau sebutan alat kelamin dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor, berdosa atau tabu.

2.  Memberi penjelasan sesuai tingkatan usia dan kemampuan kognitif anak. Diperlukan kreativitas untuk memberikan jawaban yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Dalam rentang usia ini, anak memiliki pemahaman sebatas hal-hal yang konkret saja. Mereka ingin mengenal tentang perbedaan bentuk, perbedaan dengan lawan jenis kelamin, dan fungsi dari organ tersebut secara sederhana.

3.  Menanggapi secara jujur dan positif pertanyaan anak. Berbohong dapat membuat anak merasa ada sesuatu yang disembunyikan, dan dapat memicu rasa keingintahuan yang lebih besar. Contohnya, orangtua menyebutkan ada burung di celananya. Bisa jadi anak akan penasaran, mengapa burung bisa ada di dalam celananya. Penghindaran akan membuat anak semakin penasaran. Bisa jadi anak akan mencari informasi dari orang lain, karena informasi yang diberikan belum tentu benar dan tepat.

Mendeteksi Sejak Dini Penyimpangan Orientasi Seksual Anak
Orientasi seksual adalah suatu aspek dari kodrat manusia. Hal ini menunjukkan tentang perbedaan orientasi seksual dalam diri laki-laki dan perempuan, dan bahwa faktor-faktor budaya juga mempunyai pengaruh yang besar dalam diri seorang anak.

Akhir-akhir ini kontroversi seputar masalah homoseksualitas dan isu LGBT menjadi topik yang hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. LGBT merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender.  Lesbian  merupakan perempuan yang memiliki ketertarikan seksual kepada sesama perempuan, Gay adalah laki-laki yang memiliki ketertarikan seksual kepada laki-laki. Sementara Biseksual bisa tertarik pada perempuan maupun laki-laki. Sementara itu, Transgender merujuk pada kelompok yang memilih untuk mengganti gender mereka dari laki-laki ke perempuan ataupun sebaliknya, secara sosial maupun secara fisik. Keempat kelompok tersebut mewakili komunitas bersama yang disebut LGBT.

LGBT masih menjadi isu yang sangat sensitif di Indonesia, dan masih banyak kalangan yang melakukan kekerasan kepada LGBT seolah-oleh mereka bukan manusia seperti yang lain. Diskriminasi seksual dan bias gender juga menjadi masalah utama yang harus dihadapi LGBT, bahkan di lingkungan kerja sekali pun. Konon, semakin banyak ditemukan anak muda laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat yang melaporkan memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis. Penerimaan masyarakat yang semakin terbuka terhadap sesama jenis diprediksi yang menjadi penyebab semakin banyaknya anak muda, yang berani mengungkapkan rasa suka terhadap mereka yang memiliki jenis kelamin yang sama. seperti yang dituturkan Profesor Perkembangan Psikologi dari Cornell University, Ritch Savin Williams, yang melakukan penelitian mengenai orientasi seksual dan perilaku seksual. 

Bagaimana pun juga hubungan orangtua dan anak tidak lah dapat dipisahkan. Apa pun yang terjadi pada anak, orangtua sebaiknya selalu melakukan monitor demi tumbuh kembang anak yang optimal. proses pengasuhan anak tidak berlaku rumus-rumus matematis, karena perkembangan anak melibatkan banyak faktor yang secara sistemik bersinergi membentuk perilaku anak, selain faktor pembawaan anak itu sendiri. Sebab itu pendampingan perkembangan seksual yang proporsional dari orangtua setidaknya akan memberikan rangsangan yang terarah dan positif kepada anak di dalam masa tumbuh kembang mereka. 

Akhirnya, setiap orangtua diberi nasehat untuk mengabdi kepada Tuhan dan melatih anak untuk kehidupan dewasa. Dalam kitab Amsal 22:6 dikatakan, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tua nya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Prinsip ini mendesak para orangtua untuk memberikan perhatian khusus, mengenai tugas yang mengagumkan untuk membesarkan anak-anak mereka, sehingga anak-anak dapat bertumbuh kembang sesuai dengan jalan yang patut baginya dan tidak berpaling dari Tuhan. 

          

'MARILAH KEPADAKU, YANG LETIH LESU DAN BERBEBAN BERAT"


"MARILAH KEPADAKU ..."
Pdt. Em. Maryam Kurniawati D.Min






Thomas Smith, seorang musisi, suatu saat berjalan-jalan di toko gadai ecara spontan perhatiannya tertarik pada gitar di sudut etalase, gitar yang tampak dekil dan hanya memiliki satu senar berkarat. Sebagai musisi, ia mengenali alat musik yang bermutu. Dan ia tahu gitar buruk rupa itu sebenarnya sangat berkualitas. Dibelinya gitar itu dengan harga 30 dolar! Perlu waktu satu bulan untuk membersihkan gitar itu, memperbaiki bagian yang rusak, dan memasang senar baru. Benar saja, gitar itu mengalunkan suara yang begitu merdu saat Thomas memainkannya. Membuat iri teman-teman musisi lain yang memiliki gitar dengan harga yang jauh lebih mahal.

Dari kisah Thomas kita belajar, cara pandang Tuhan acap kali berbeda dengan kita.  Dia tidak pernah melihat tampak atau penampilan luar, karena lebih tertarik kepada hati kita, dan hidup kita bernilai bukan karena segala hal yang kita miliki, melainkan karena Tuhan lah yang memilih, menentukan, dan mengangkat hidup kita. Mengapa Tuhan memilih, menentukan, dan mengangkat hidup kita? Jawaban yang pasti, adalah karena penderitaan dan beban hidup kita terlalu berat untuk kita pikul sendiri.
Bukankah setiap keluarga mempunyai salibnya masing-masing  (
leder huis heeft zijn eigen kruis)?

Di sekeliling kita, banyak orang menderita karena kehilangan pekerjaan. Banyak orang susah dan menderita karena mempunyai anak yang berkebutuhan khusus (autis, cacat ganda dll). Banyak orang yang menderita penyakit yang tak kunjung sembuh. Banyak pula orang menderita karena kematian orang yang dikasihinya ... Jorgen Moltmann dalam The Crucified God berpendapat bahwa Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui penderitaan dan salib, dan bukan lewat kuasa dan kemuliaan. Sebab itu Allah solider, bahkan berpartisipasi, merasakan, menebus dan memberi kelegaan kepada manusia dari penderitaan yang dialaminya!

Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan”  (Matius 11:28–30).


"Pikullah kuk yang Kupasang!” Apa yang dimaksudkan Yesus dengan memakai kata “kuk’ dalam pengajaran-Nya itu? Kuk adalah sebatang kayu yang dibentuk untuk mengekang dua ekor sapi, dan menjaga mereka supaya terikat bersama sehingga mereka dapat  berbagi beban secara seimbang. Memikul kuk berarti taat kepada Dia dan mau bekerja untuk Dia. Ia berkata bahwa kuk-Nya enak dan beban yang Ia berikan ringan. Alkitab sering berbicara kepada kita tentang beban dalam arti perbudakan atau kewajiban. Namun bila Yesus memerintahkan kita untuk memikul kuk yang Dia pasang, itu bukan berarti bahwa Dia ingin menambahkan beban kepada kita.

Dia justru mengajak kita untuk “Berserah dan Berbagi”  sehingga kita dapat terus berjalan bersama-Nya sambil memikul bersama beban itu, sehingga beban kita pun akan menjadi lebih ringan. Satu-satunya cara Tuhan untuk mengangkat beban kita adalah dengan kerelaan-Nya memikul beban itu bersama dengan kita; tetapi di saat yang sama itu kita juga harus menyerahkan diri kepada-Nya, agar Dia dapat mulai  mengendalikan hidup kita! Oleh karena itu menjadikan Dia segalanya bagi kita, adalah pilihan yang terbaik.  Izinkanlah Ia mengendalikan segalanya,maka Dia  akan berurusan dengan beban  hidup kita. Langkah berikutnya, adalah belajarlah dari Yesus, sehingga kita dapat memahami apa dan bagaimana cara kita bertindak. Lihatlah bahwa Dia akan memberikan kita kuasa, dan akan memampukan kita untuk menghadapi segala ujian, cobaan dan tantangan dalam kehidupan ini! 

Selamat menjalani hari-hari indah bersama-Nya!


Kamis, 18 Februari 2016


SIAPAKAH MARIA MAGDALENA ITU?

Maria Magdalena seringkali disalahtafsirkan sebagai perempuan pendosa yang mengurapi kaki Yesus (Lukas 7:37-50). Kesalahtafsiran itu terjadi karena sesudah bercerita tentang perempuan pendosa yang mengurapi kaki Yesus, pengarang Injil Lukas menyebut nama Maria Magdalena dengan keterangan "yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat" (Lukas 8:2). Predikat "pendosa" kerapkali disamakan dengan predikat "roh-roh jahat," dan ditafsirkan sebagai "dosa seksual yang sangat berat," karena itu ditarik kesimpulan bahwa perempuan pendosa itu adalah Maria Magdalena yang pernah menjadi PSK (Pekerja Seks Komersial). Yang menarik, kesalahtafsiran itu terjadi di dalam sejarah gereja, bahkan dilakukan Bapa-bapa gereja (seperti Agustinus, Ambrosius, Efren), dan juga Paus (Gregorius Agung), sehingga terciptalah tradisi yang mengungkapkan bahwa Maria Magdalena itu adalah mantan PSK.
Penafsiran bahwa "roh-roh jahat" berarti PSK, menurut saya kurang tepat karena di dalam Alkitab tidak ada rujukan yang menyamakan kerasukan roh jahat (Markus 7:30, 9:21) sebagai pendosa atau hidup dalam dosa. Bila pengarang Injil Lukas memakai ungkapan "diampuni dosa-dosanya" (Lukas 7:47-48), maka predikat yang diberikan kepada Maria Magdalena sebagai perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat harus ditafsirkan sebagai kesembuhan dari berbagai penyakit, dan bukan dari dosa seksual. Dengan demikian dua perempuan yang berbeda, Maria Magdalena (Lukas 8:2) dan perempuan pendosa (Lukas 7:37-50). Dalam tradisi sebelum pengarangan Injil, terdapat dua kisah pengurapan. Yang pertama adalah pengurapan kaki Yesus oleh perempuan pendosa dengan air matanya. Yang kedua adalah pengurapan kepala Yesus oleh perempuan baik-baik dengan minyak narwastu. Perempuan pendosa itu melakukan pengurapan guna memohon ampun, sedangkan perempuan baik-baik itu melakukannya guna meramalkan kematian Yesus. Lukas (7:36-40) menuliskan kisah pertama, dan Markus (14:3-9, Matius 26:6-13) menuliskan kisah kedua. Jadi perempuan baik-baik yang mengurapi kepala Yesus itu bukan Maria saudara Lazarus dan Marta, dan juga bukan Maria Magdalena atau pun perempuan pendosa itu. Menurut pengajaran para Bapa Gereja, karena belas kasihan Yesus yang telah mengusir ketujuh roh jahat daripadanya, dan pengampunan Yesus atas segala dosanya, Maria (dari Betania) dapat duduk di dekat kaki Yesus dan mendengarkan-Nya.
Pengarang Injil Yohanes menyatukan kedua kisah pengurapan itu (Yohanes 12:1-9), dengan menggunakan kisah Markus tentang pengurapan di Betania, tetapi pengarang Yohanes menambahkan rincian-riancian yang berasal dari kisah Lukas (bahwa perempuan itu tidak mengurapi kepala, namun kaki Yesus, dan perempuan itu menyeka minyak wangi itu dengan rambutnya yang terurai). Pada jaman itu, rambut terurai menjadi simbol perempuan penghibur. Penggabungan kedua cerita ini memicu kebingungan bagi para pembacanya. Nama “Maria” sebenarnya adalah nama yang sangat umum dan biasa digunakan pada zaman Yesus. Hal ini disebabkan karena Maria adalah saudari dari Musa (Kel 15:20), dan setiap keluarga ingin mempunyai Musa dalam keluarga. Nama Maria digunakan, seperti nama perempuan-perempuan yang berada di bawah kaki salib Yesus: “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya (yaitu Maria), Maria istri Klopas dan Maria Magdalena (Yoh 19:25).” Ketiga perempuan itu bernama Maria. Karena itu, untuk membedakan di antara Maria-Maria, ditambahkan sebutan ibu dari, istri dari, saudari dari atau ditambahkan nama tempat asal, seperti Magdalena (dari Magdala).

Maria yang duduk di kaki Yesus tidak mungkin sama dengan perempuan pendosa. Namun justru karena belas kasih Yesus, Maria Magdalena yang tadinya hidup sebagai pendosa, dan yang darinya diusir tujuh roh jahat, setelah bertobat menjadi murid Yesus yang setia, yang memilih untuk duduk mendengarkan Yesus daripada melakukan sesuatu yang lain ketika Yesus datang ke rumahnya (Lukas 10:38-42). Pada saat yesus disalibkan, Maria Magdalena berdiri di dekat salib Yesus (Yohanes 19:25), bersama Maria ibu Yesus dan maria istri Kleopas. Pada saat kebangkitan Yesus, Maria Magdalena datang ke kubur Yesus dengan maksud mengurapi Yesus dengan minyak, namun ternyata melihat Yesus yang bangkit (Yohanes 20:11-18). Namun untuk menjawab apakah Maria Magdalena menjadi "The Apostle of Apostles"  kita perlu berhati-hati, karena menjadi saksi kebangkitan, tidak otomatis menjadikannya sebagai rasul. Pada saat Yesus menampakkan diri kepada Maria Magdalena, yang dikatakan Yesus adalah, “Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea dan di sanalah mereka akan menlihat Aku.” (Mat 28:10). Maka kita melihat bahwa Yesus tetap menempatkan para rasul sebagai pengikut-Nya yang utama, yang kemudian diutus-Nya untuk pergi ke seluruh dunia, untuk membaptis dan memberitakan Injil (lih. Mat 28:19-20).
 (Disarikan dari berbagai sumber oleh Maryam Kurniawati D.Min)







Senin, 25 Januari 2016




"DOA BAPA KAMI" (2)

Doa Bapa Kami atau yang dikenal dengan sebutan “The Pater Imon”, “Paster Noster” atau “Our Father” (English), atau "“Oratio Dominica” (Latin) yang berasal dari Kitab Suci Vulgata, karya Santo Hironimus (347-420 M), berbunyi:
Pater noster, qui es in caelis, 
sanctificetur nomen tuum. 
Adoeniai regnum tuum. 
Fiat oolunias tua, 
sicut in caelo et in terra. 
Panem nostrum quotidianum da nobis h6die. 
Et dimitte nobis debita nostra, 
sicut et nos dimittimus debit6ribus nostris. 
Et ne nos inducas in tentati6nem: 
sed li bera nos a malo. 
Amen.
 

Menurut versi  King James Version terjemahan dalam Matius 6:9-13
Our Father which art in heaven,
Hallowed be thy name. Thy kingdom come.
Thy will be done in earth, as it is in heaven.
Give us this day our daily bread. And forgive us our debts, as we forgive our debtors.
And lead us not into temptation, but deliver us from evil:
For thine is the kingdom, and the power, and the glory, for ever. Amen.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia,
Bapa kami yang di sorga,
Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu,
jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,
dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.
(Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)

Mungkin karena terlalu sering didoakan "luar kepala," keagungan dan keindahan "Doa Bapa Kami" sudah terabaikan oleh sebagian besar warga gereja sekarang ini. "Doa Bapa Kami" memang masih diucapkan dengan bibir, namun tidak lagi dihayati di dalam hati ((bnd. Yes 29:13; Mat 15:8; Mrk 7:6). Menurut informasi dari Didakhe (Ajaran Kedua Belas Rasul versi Gereja Roma Katolik), sejak abad pertama, Doa Bapa Kami sudah dianggap sebagai doa khusus bagi orang yang sudah dibaptis atau mengaku percaya (atau menjadi anggota gereja penuh). Konon, orang yang belum dibaptiskan tidak diijinkan untuk mengucapkan "Doa Bapa Kami." Mereka baru diperbolehkan, pertama kali untuk mendoakan doa tersebut sesudah mereka menerima Sakramen Baptisan Kudus, yakni pada saat mereka hendak menerima pelayanan meja  Perjamuan Kudus.  Sebab itu di kelas Katekisasi dan persiapan Baptisan Kudus/Sidi, para calon diwajibkan untuk menghafal Doa Bapa Kami, agar pada waktu dibaptiskan/mengaku percaya mereka sudah dapat mengucapkan doa tersebut dengan baik. Dengan menerima Sakramen Baptisan Kudus dan Mengaku Percaya/Sidi mereka sudah menjadi anggota gereja penuh, dan boleh mendoakan "Doa Bapa Kami" setiap hari.

Ada beberapa penjelasan tentang enam bagian paralel yang terdapat dalam "Doa Bapa Kami." Untuk dapat menghayati arti dan makna Doa Bapa Kami, penjelasan di bawah ini mungkin dapat menolong kita.

1.   "Bapa Kami yang ada di surga"
Sapaan "Bapa kami yang ada di surga" merupakan terjemahan Indonesia dari sapaan Latin "Pater noster qui es in caelis". Dalam bahasa Yunani, sapaan tersebut berbunyi " Pater hemon ho (ei) en tois ouranois ," yang berarti "Bapa kami yang (ada) di Surga",  tanpa kata "ei" atau "ada". Jika sapaan Indonesia memakai kata "ada" (mengikuti sapaan Latin yang memakai kata "es"), sapaan Yunani tidak memakai kata "ei." 

Dalam pengajaran-Nya kepada para murid, Yesus sering kali menyebut Allah sebagai "Bapamu yang di surga" (bdk Mat 5:16.45.48; 6:14.26.32; 7:11; 18:14) atau "Bapa-Ku yang di surga" (bdk Mat 7:21; 10:32.33; 12:50; 18:10.19.35) , sebab "Bapa" para murid dan "Bapa" Yesus adalah sama (bnd. Yoh 20:17), karena mereka hanya mempunyai satu "Bapa", yaitu "Dia yang di surga" (bnd. Mat 23:9). Dengan menyebut Allah sebagai "Bapa", relasi manusia dengan Allah telah ditingkatkan dari relasi antara "ciptaan" dan "Pencipia" menjadi relasi antara "Anak" dan "Bapa" (bdk Mrk 14:36; Rom 8:15; Gal 4:6). Para murid dapat mengenal "Bapa" dengan baik, karena Yesus telah memperkenalkan-Nya kepada mereka (bdk Yoh 1:18; 14:6-11).  Jadi dengan berseru: "Bapa kami yang di surga" (bdk Mat 6:9), para murid membangun relasi yang akrab dengan Allah, sehingga mereka dapat berdoa, tanpa takut untuk menyampaikan permohonan mereka kepada Allah. Untuk menumbuhkan semangat kebersamaan di antara para murid, dipakai kata "kami", bukan kata "aku," sebab Allah memang bukan Bapa untuk satu orang atau sekelompok orang saja, melainkan Bapa bagi semua orang (bnd. Mat 5:45).

2.   "Dikuduskanlah nama-Mu"
Dalam bahasa Latin permohonan tersebut berbunyi "Adveniat regnum tuum,"   atau  dalam bahasa Yunani,  "Hagiastheto to onoma sou, " yang berarti "Dikuduskanlan nama-Mu." Bagi bangsa Israel, nama bukan hanya sekedarsebutan, panggilan atau tanda pengenal; tetapi menyatakan sifat, karakter atau kepribadian yang memilikinya (bnd. 1 Sam 25:25). Jadi "menguduskan nama Allah" berarti memuliakan, membesarkan atau meninggikan Allah yang memerintah dengan keadilan, kebenaran dan kesetiaan-Nya. Para nabi sering mengungkapkan keinginan Allah untuk "menguduskan nama-Nya"    di tengah bangsa-bangsa (bnd. Yeh 36:23), khususnya di kalangan bangsa Israel (bnd. Yes 29:23). Sehubungan dengan hal tersebut, bangsa Israel harus berusaha untuk memelihara "kekudusan nama Allah" (bnd.   Im 18:21; 19:12; 21:6), dengan hidup  kudus sesuai dengan perintah Allah (bnd. Im 18:1-5;19:1-2; 20:7.26). Dalam konteks itulah, Yesus mengajak para murid-Nya untuk  "menguduskan nama Allah," dengan melakukan perbuatan-  perbuatan      baik di tengah-tengah orang banyak, supaya dengan melihat perbuatan- perbuatan baik tersebut, mereka pun akhirnya "memuliakan Bapa yang di surga" (bnd.  Mat 5:16). Jadi nama Allah dikuduskan pertama-tama dengan "perbuatan baik", bukan dengan "ucapan bibir" (bnd. Yes 29:13; Mat 15:8;   Mrk 7:6). Tidak cukup dengan berseru: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan!"  (bnd. Yes 6:3; Why 4:8), melainkan dengan berbuat baik dalam hidup sehari-hari (bnd.   Mat 7:21; 2 Tes 3:13; Yak 2:14).

3.   "Datanglah Kerajaan-Mu"
Dalam bahasa Yunani,  permohonan tersebut berbunyi " Eliheio he       basileiasou,"   yang berarti "Datanglah kerajaan-Mu." Menurut keyakinan bangsa Israel, "Tuhan adalah Raja untuk seterusnya dan selama-lamanyaa" (bnd. Mzm 10:16; 29:10; 146:10). Bukan hanya Raja atas bangsa Israel , melainkan Raja atas seluruh bumi (bnd. Mzm 47:3.8; Za 14:9. Jadi memohon agar "Kerajaan Allah datang"  berarti memohon supaya Allah segera menjadi Raja atas seluruh bumi, sehingga semua orang sujud menyembah Dia sebagai Raja semesta alam dengan berhiaskan kekudusan hidup (bnd. 1 Taw 16:29-31; Mzm 96:8-10). Jika Allah sudah meraja di atas bumi, permusuhan dan peperangan tidak akan ada lagi (Yes 9:4; 11:6-8). Seluruh bumi akan dipenuhi dengan damai sejahtera yang abadi dan tidak berkesudahan, (Yes 9:6a). Sebagai "Raja Damai" (bnd. Yes 9:5), Allah akan memerintah dengan keadilan, kebenaran, kejujuran dan kesetiaan (bdk Yes 9:6b; 11:4-5); sehingga tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk" sebab "seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan" (bnd. Yes 11:9). Dengan kedatangan Yesus untuk menyatakan   Allah di bumi ini ( Yoh 1:18), sesungguhnya "Kerajaan Surga (Allah) sudah dekat" (Mat 4:17; Mrk 1:15). Nubuat Nabi Yesaya tentang tahun rahmat Tuhan (Yes 61:1-2) telah mulai terpenuhi (bdk Luk 4:17-21), sebab di dalam Yesus, mulai terbit kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh kudus (bnd. Rom 14:17).

4.  "Jadilah kehendak-Mu" - di atas bumi  seperti di dalam surga" merupakan terjemahan Indonesia dari bahasa Latin "Fiat voluntas tua, sicut in caelo et in terra," yang secara harafiah berarti "Jadilah kehendak-Mu, seperti di dalam surga juga di atas bumi." Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi " Genetheio to thelema sou, hos en ourano kai epi ges", yang secara harafiah berarti "Jadilah kehendakMu, seperti di dalam surga juga di atas bumi."  Perubahan urutan dalam terjemahan Indonesia yang menyebutkan bumi lebih dulu, baru kemudian surga, tidak mengubah arti dan maknanya tetap sama.

5.   "Berilah kami rezeki pada hari ini"
Dalam bahasa Yunani permohonan tersebut berbunyi "Ton arton hemon ton epiousion dos hemin semeron," dan dalam bahasa Latin "Panemnostrum quotidianum da nobis hodie," yang secara harafiah kedua-duanya berarti "Roti kami sehari-hari berilah kami hari ini." Terjemahan Indonesia mengganti kata "roti sehari-hari" dengan kata Arab "rezeki," yang berarti "makanan sehari-hari." Dengan pergantian kata ini, isi permohonan menjadi lebih terbuka. Makanan tidak hanya terbatas pada roti saja, tetapi juga makanan lainnya, sesuai dengan adat istiadat dan kebiasaan masing-masing orang.

6.   "Ampuni kesalahan kami" - seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami." Permohonan ini merupakan terjemahan Indonesia dari permohonan Latin "Dimiiie nobis debita nostra, sicut et nos dimittimus debitoribus nostris," yang secara harafiah berarti "Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga kami menghapuskan bagi mereka yang berhutang kepada kami." Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi " Aphes hemin ta opheilemata hemon, hos kai heme is aphekamen to is opheiletais hemon, " yang secara harafiah berarti "Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga kami telah menghapuskan bagi pengutang-pengutang kami." Jadi terjemahan Indonesia "Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami" sudah merupakan suatu terjemahan bebas, berdasarkan pengertian bahasa Aram, yang menyamakan "utang' dengan "dosa" atau "kesalahan."  Menurut kepercayaan Israel, Tuhan adalah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga suka mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa manusia (Kel 34:6-7; Bil 14:18; Neh 9:17; Mzm 78:38; 86:5; 103:3; Mikha 7:18). Sebagai anak-anak Allah, para murid dituntut untuk menjadi sempurna sama seperti Allah ("Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna," Mat 5:48). Mereka juga harus murah hati sarna seperti Allah ("Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati!," Luk 6:36). Tidak hanya terhadap teman, melainkan juga terhadap musuh (Mat 5:44; Luk 6:27-28.35). Dalam hal pengampunan, mereka harus bersikap seperti Allah yang sudi dan murah hati mengampuni dosa, tanpa memakai perhitungan (Mat 18:21-22; Luk 17:3-4). Apabila Allah rela mengampuni dosa mereka, maka seharusnya mereka juga rela mengampuni dosa orang lain (bnd. Mat 18:23-35). Kerelaan untuk mengampuni dosa sesama akan membuat Allah juga rela mengampuni dosa mereka ("Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu!," Mat 6:14-15; Mrk 11:25-26; Luk 6:37-38)

7.   "Jangan membawa kami ke dalam pencobaan"
Permohonan terakhir ini merupakan terjemahan Indonesia dari "Ne nos inducas in tentationem, sed libera nos a malo"  (Latin), yang secara harafiah berarti "Janganlah kami Kaubawa ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari kejahatan." Dalam bahasa Yunani, permohonan tersebut berbunyi "Me eisenegkes hemas eis peirasmon, alla rusai hemas apo tou ponerou ," yang secara harafiah berarti "Janganlah Kaubawa kami ke dalam pencobaan, tetapi selamatkanlah kami dari kejahatan."  Permohonan agar tidak dibawa ke dalam     pencobaan ini sangat senada dengan doa malam orang Yahudi, yakni: "janganlah mengantar kakiku ke dalam kekuasaan dosa, dan janganlah   membawa saya ke dalam kekuasaan ketidakadilan, ke dalam kekuasaan pencobaan, dan ke dalam kekuasaan apa saja yang memalukan" Dengan doa malam ini, orang Yahudi memohon pedindungan dari segala jenis kejahatan, agar mereka tidak dikuasai oleh kejahatan tersebut. jadi permohonan "janganlah membawa kami ke dalam pencobaan" tidak meminta supaya dihindarkan dari pencobaan, tetapi supaya dilindungi dalam pencobaan , (bdk Mat 26:41; Mrk 14:38; Luk 22:40.46).

Pencobaan adalah ujian terhadap iman seseorang (bnd. Yak 1:2-3.12). Pelaku pencobaan bisa Allah sendiri (Kej 22:1-19), tetapi bisa juga Iblis dengan seizin Allah (bnd. Ayb 1:1-2:13). Meskipun demikian, sesungguhnya pencobaan tidak datang dari Allah atau Iblis, melainkan dari keinginan manusia sendiri (bnd. Yak 1:13-14). Dalam sejarah keimanan manusia, tidak banyak orang yang lulus ujian iman, seperti Abraham (Kej 22:1-19), Ayub (Ayb 1:1-2:13), Eleazar (2 Mak 6:18-31) dan Yesus (Mat 4:1-11; Mrk 1:12-;1.3; Luk 4:1-   13). Kebanyakan manusia sama seperti Adam dan Hawa, cenderung tergoda dan jatuh ke dalam dosa (Kej 3:1-7). Apabila berhadapan dengan tipu daya dan kesenangan duniawi, mereka mudah jatuh ke dalam pencobaan (bnd. Mat 13:22; Mrk 4:19; Luk 8:14; 1Tim 6:9-10). Demikian pula, jika mengalarni penindasan dan penganiayaan karena iman, mereka dengan gampang murtad. (bnd. Mat 13:21; Mrk 4:17; Luk 8:13). Sadar akan kelemahan manusiawi tersebut, Yesus menasihati para murid-Nya untuk berjaga-jaga dan berdoa, supaya mereka jangan jatuh ke dalam pencobaan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah!" (bdk Mat 6:41; Mrk 14:38; Luk 22:40,46) Untuk mencegah kejatuhan tersebut. mereka perlu memohon kepada Allah: agar dikuatkan dalam  pencobaan dan dilepaskan dari kejahatan (bnd. Mat 6:13; Luk,11:4) .

8. "Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin."
Doksologi (seruan pujian) kepada Allah ini tidak terdapat dalarn manuskrip (naskah) tertua Injil Matius, dan sama sekali tidak terdapat dalam semua manuskrip Injil Lukas. Doksologi ini pertama kali terdapat dalam Didakhe atau Ajaran Keduabelas Rasul, yang juga berasal dari abad pertama Masehi, yakni sekitar tahun 50-70 Masehi. Dalam 'doksologi' versi Didakhe, tidak disebutkan "kerajaan", hanya "kuasa" dan "kemulia-an" (bdk Did 8:2). Kata "kerajaan" baru ditambahkan kemudian oleh Konstitusi Apostolik (bdk KA 7,24,1). 
Menurut kebiasaan orang Yahudi, doa harus ditutup dengan suatu doksologi. Jadi dapat dipahami, jika doa "Bapa Kami" juga ditutup dengan suatu doksologi. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, Allah memang sering dipuji sebagai yang empunya kerajaan (bdk. 1Taw 29:11; Mzm 22:29; Ob 21), kuasa (bdk Mzm     62:12; 68:35; Ayb 25:2) dan kemuliaan (bdkl Taw 29:12; Mzm 29:1; 96:7) untuk selama-lamanya. Jadi dengan mengucapkan doksologi tersebut, para murid menegaskan kembali harapannya agar kedaulatan Allah segera dipulihkan (Why 11:6; ,4:11; 5f~13). Doksologi sesudah doa "Bapa 'Kami" ini senada dengan doksologi yang diucapkan Daud, "Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allahnya bapa  kami Israel, dari selama-Iamanya sampai selama-lamanya. Ya Tuhan, punyamulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya Tuhan, punyamulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya" (1 Taw 29:10-12).

Dengan penjelasan tersebut, diharapkan kita dapat menyelami setiap permohonan dalam Doa Bapa Kami, sehingga dapat mengucapkan/mendaraskannya dengan penuh penghayatan iman. Sebab doa yang baik adalah doa yang diucapkan dan dihayati dengan iman, bukan hanya "dengan bahasa roh," tetapi juga dengan "akal budi" (1 Kor. 14:15). Bukankah doa yang lahir dari iman, bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya? (bnd. Yak. 5:15-16). Adakah doa yang lebih agung dan indah daripada doa "Bapa Kami"?!







"DOA BAPA KAMI" (1)

Doa "Bapa Kami" versi Injil Matius terdapat dalam Mat 6:5-15, di mana Yesus mengajarkan kepada murid-Nya, bagaimana seharusnya para murid berdoa. Yesus memberi nasehat kepada murid-Nya, dua hal penting sehubungan dengan doa.

Pertama, Ia menasehati para murid-Nya agar mereka "jangan berdoa seperti orang munafik," yang suka memamerkan doanya di hadapan orang banyak (bandingkan ayat 5). Untuk mencegah kemunafikan, para murid dianjurkan untuk berdoa do tempat yang tersmbunyi, yang jauh dari keramaian (bandungkan ayat 6).

Kedua, Yesus menasehati para murid-Nya agar di dalam berdoa, mereka "jangan bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah" (bandingkan ayat 7). Daripada bertele-tele, mereka lebih baik menyampaikan secara langsung apa yang mereka perlukan, sebab sebelum mereka meminta, sesungguhnya Allah telah mengetahuinya (bandingkan ayat 8). Sesudah menasehatkan dua hal tersebut, Yesus kemudian mengajarkan Doa Bapa Kami berikut ini:

"Bapa kami yang ada di surga: 
Dikuduskanlah namaMu, 
datanglah kerajaanMu, 
jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga. 
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya 
dan ampunilah kami akan kesalahan kami, 
seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; 
dan janganlah membawa kami ke dalam percobaan, 
tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat." 
(Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanva. Amin.)

Doa singkat ini dibuka dengan menyapa Allah sebagai "Bapa." Selanjutnya disampaikan enam permohonan yang tersusun secara paralel. Tiga permohonan dimaksudkan bagi "kepentingan Allah" dan tiga permohonan dimaksudkan bagi "keperluan manusia." Bagi kepentingan Allah, dimohonkan agar nama-Nya dikuduskan, kerajaan-Nya datang, dan kehendak-Nya terjadi (bandingkan ayat 9-10). Sedangkan bagi keperluan manusia, dimohonkan agar diberi makanan secukupnya, diampuni kesalahannya, dan dilepaskan dari yang jahat (bandingkan 11-13) .

Penjelasan lebih lanjut dari Doa Bapa Kami dapat kita temukan di dalam acara Pemahaman Alkitab, atau Kelas Katekisasi di gereja. 
Penggabungan Doa Bapa Kami dengan Doa Syafaat mungkin mengikuti contoh Ibadah pada Abad Pertengahan, dan baik Calvin mau pun Luther menempatkan doa ini sesudah kotbah. Sebab demikianlah kebiasaan gereja kuno.

Betapa pun indahnya Doa Bapa Kami ini, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat menghayati setiap bagian yang diucapkan, bukan hanya sekadar menghafal tetapi sungguh-sungguh keluar dari dalam hati dan sungguh tergantung kepada-Nya.

 Disarikan dari berbagai sumber oleh Maryam Kurniawati D.Min.
Tangerang, 26 Januari 2016