Halaman

Kamis, 12 Maret 2015

"BELAJAR DARI MUSA, PEMIMPIN YANG MENGAMATI DAN BERSEDIA MENYIMPANG"


Selama 40 tahun Musa menjadi seorang gembala. Mengalami suka dan duka untuk menjaga dan memelihara domba-domba yang dipercayakan kepadanya. Di Gunung Horeb, malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Musa dalam belukar duri yang menyala. Api menjadi simbol kehadiran Tuhan. Reaksi Musa: Terkejut, kuatir, dan takut. Musa diminta untuk menggalkan kasutnya.

Mungkin Musa bukan sosok pemimpin yang kita harapkan, namun beginilah cara Tuhan bekerja. Memakai orang-orang yang tidak sempurna untuk memajukan Kerajaan Allah. Dalam upayanya untuk menolong seorang budak, Musa membunuh seorang mandor Mesir, menyembunyikan mayatnya, dan namanya masuk ke dalam daftar orang yang dicari (Kel 2:11-15).  Yang perlu kita catat, Musa menjadi seorang pemimpin bukan karena kepentingan dan  ambisi pribadi. Bukan pula karena haus kekuasaan dan gila hormat. Yang Musa lakukan adalah keluar dari zona aman (atau hidup  yang berpusat pada diri sendiri) untuk berpihak dan membela orang-orang Israel yang tertindas dan teraniaya.

Musa dipakai Tuhan untuk memimpin orang-orang Israel kembali ke Kanaan. Sebuah perjalanan panjang, yang membutuhkan kesabaran, kelemah-lembutan, ketekunan, kerendah hatian dan  penyerahan yang penuh kepada Tuhan. Perenungan kita: Seorang pemimpin tidak dilahirkan, tetapi dibentuk oleh Tuhan melalui berbagai proses kehidupan. Melalui banyak suka dan duka, kita belajar untuk sabar, lemah-lembut, tekun, rendah hati dan bersandar kepada Tuhan. Jangan lupa, Tuhan bisa saja mengubah hidup seseorang untuk menjadi alat di tangan-Nya.

Persoalannya sekarang adalah, maukah kita menjadi orang-orang yang dipakai oleh Tuhan untuk menjadi orang-orang yang berpihak kepada mereka yang tertindas dan teraniaya, dan  tidak menjadi seorang penonton, atau orang-orang yang diam dan berpangku tangan? Semoga! (Materi PAW GKI Samanhudi, 25 September 2014)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar