Halaman

Jumat, 27 Maret 2015

"WE DON'T GET A CHANCE TO DO THAT MANY THINGS ..."


Posting ini dibuat untuk mengenang moment terbaik dalam hidup saya, ketika Tuhan mempercayakan saya untuk melayani sebagai Pendeta Tugas Khusus di sebuah Lembaga Pendidikan Kristiani yang cukup bergengsi di Jabodetabek (2009-2012). Menjadi Pendeta Sekolah dan sekaligus Kepala Bagian, bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Saya masuk dengan hati gembira, tetapi juga dengan rasa takut dan gentar. Ada banyak "rumor" yang saya dapatkan tentang penolakan dan tantangan yang harus saya hadapi di lapangan. Tampaknya gereja-gereja dan lembaga-lembaga pendidikan kita tidak steril dari dari "resistensi/sikap menolak (terhadap orang-orang tertentu yang berada diluar pagar) sekali pun mereka belum pernah duduk dan bekerja sama dalam sebuah kelompok. 

Dalam perjalanan hidup saya, Tuhan sering memberikan kejutan yang tak terduga. Itulah cara yang dipakai Tuhan untuk mendewasakan dan memurnikan panggilan hidup saya. Jalan hidup yang saya lalui tidak selalu mudah, mulus dan rata. Ada kalanya, bahkan seringkali, saya berada di lembah dan jurang yang sangat dalam. Namun Dia selalu menemani saya dan memberikan keberanian kepada saya untuk melanjutkan perjalanan dan menemukan kasih Tuhan. Tiga tahun tanpa terasa telah berlalu ... Ada suka dan duka, gelak tawa, dan derai air mata, kesedihan dan keceriaan. Ternyata hal yang tersulit dalam hidup ini, bukanlah untuk melampaui orang lain, tetapi melampaui ego dan diri kita sendiri. Saya tiba pada kesadaran, bahwa saya tidak akan pernah berhasil jika saya hanya memperbaiki hal yang di luar, dengan konflik yang terus menerus terjadi di dalam (Bukankah perubahan kerapkali membuat banyak orang merasa kurang nyaman, dan yang lebih menyedihkan adalah bila Anda berjuang seorang diri melawan arus yang mendominasi lapangan?). Akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan saya ... Di sinilah saya belajar tentang kasih, pengampunan, keikhlasan, ketulusan, dan kemurahan hati karena saya yakin Tuhan menaruh saya di tempat itu bukan karena "kebetulan" dan juga bukan "kecelakaan," tapi karena ada maksud Tuhan yang lebih indah dalam kehidupan saya.




Pengalaman hidup saya sebenarnya dibentuk oleh Tuhan melalui kesukaran, tantangan dan air mata. Masa kecil saya sulit, karena ayah saya memiliki delapan anak, membiayai Ibunya dan menyekolahkan adik-adiknya. Hidup kami pas-pasan, dan Papa menggembleng saya, adik dan kakak saya untuk kerja keras, berusaha dan terus  belajar. Kalau tidak, saya tidak akan bisa makan dan sekolah. Setiap libur kenaikan kelas, ayah saya menyediakan satu lemari buku kepahlawanan (waktu itu serial Old Shaterhand and Winnetou) untuk saya baca. Hasilnya, profile saya, jadi seperti ini. Lebih dekat dengan buku dan introvert. Saya bertumbuh kembang menjadi seorang pribadi yang senang belajar dan membaca. Tidak cukup banyak waktu yang saya miliki untuk berkumpul (hangout) bersama dengan teman-teman. Saya kuliah sambil bekerja, sebagai Guru Pendidikan Agama Kristen, Guru Sejarah dan Guru Geografi di salah satu sekolah swasta di Jakarta. Namun hobby belajar dan membaca masih terus terbawa, hingga saya berkeluarga dan bahkan menjadi seorang Pendeta. Saya bersyukur kepada Tuhan, yang mengijinkan saya untuk melanjutkan studi hingga Pascasarjana, sekali pun studi ini pada awalnya adalah sebuah kecelakaan (atas permintaan Lembaga, namun kemudian mengingkarinya, dan lepas tangan). Namun Tuhan mengubah kecelakaan itu menjadi anugerah dan berkat, karena saya mendapatkan sponsor dan dukungan dari sepasang suami dan istri yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dalam hidup mereka.

Di penghujung pelayanan saya sebagai seorang Pendeta, saya bersyukur kepada Tuhan untuk semua suka dan duka serta manis dan pahitnya dunia pelayanan dan pendidikan, yang menempa dan membentuk saya. Saya berdoa dan berharap, agar Tuhan berkenan memakai saya untuk terus melanjutkan pekerjaan-Nya dalam bentuk yang berbeda. Bukankah ladang Tuhan seluas dunia ini? Mengapa kita memagarinya hanya dalam ruang lingkup lembaga atau institusi, yang pada akhirnya hanya akan memadamkan kreativitas dan sukacita kita dalam melayani Tuhan dan sesama? Saya berdoa agar Tuhan Yang Mahabaik memberikan kepada saya, hati yang penuh dengan belas kasih dan tangan yang siap untuk merangkul, sehingga setiap orang yang saya jumpai dapat merasakan tuntunan, sapaan dan didikan Tuhan yang penuh dengan kasih melalui kehidupan mereka. Semoga! Saya jadi ingat apa yang dikatakan oleh Steve Jobs, "We don't get a chance to do that many things, and every one should be really excellent. Because this our life. Life is brief, and then you die, you know? And we'all chosen to do this with our lives. So it better be damn good. It better be worth it." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar