Halaman

Kamis, 12 Maret 2015

DIDIDIK OLEH TUHAN



Oleh: Pdt. Maryam Kurniawati D.Min
Dididik oleh Tuhan, ah, sering menakutkan kita. Mengapa? Karena kita semua  ingin hidup enak, bahagia, dan semua lancar. Jauh dari derita dan masalah. Kita sering jadi kaget, bingung dan takut saat hadapi kenyataan, karena hidup kita tidak seenak dan selancar yang kita inginkan. Buktinya? Banyak masalah yang harus kita hadapi. Masalah dengan suami atau isteri. Masalah dengan orang tua atau anak. Masalah dengan mertua atau menantu.  Masalah uang sekolah anak dan semua urusannya. Masalah pekerjaan dan penghasilan yang semakin tak menentu. Masalah kesehatan, karena kita sakit darah tinggi, diabetes, jantung, gangguan fungsi lever, bahkan sakit kanker. Lalu kita jadi sedih, kecewa dan putus asa. Bertanya-tanya, apakah Tuhan sungguh-sungguh mengasihi kita? Kalau Dia sungguh-sungguh mengasihi kita, kenapa Dia ijinkan begitu banyak masalah dalam hidup kita? Beginikah cara Tuhan mendidik kita ?  Sangat wajar dan sah-sah saja kita ingin hidup sehat, bahagia, semua lancar, banyak uang dan senang. Tapi inikah tujuan utama kita hidup di dunia ini? Hanya mencari kesenangan dan kebahagiaan bagi diri kita ? Hanya memuaskan segala keinginan dan hawa nafsu kita? Lalu di mana tempat Tuhan dalam hidup kita? Di mana kita tempatkan Tuhan dalam kehidupan kita ?

Ada sebuah kisah. Tuhan sedemikian lelah karena mendengarkan doa seseorang. Pada suatu hari, Ia menampakkan diri dan berkata, “Aku akan menganugerahkan kepadamu tiga hal. Setelah itu, Aku tidak akan memberikan apa-apa kepadamu.” Dengan gembira, orang itu memohon kepada Tuhan, dan yang pertama kali diminta adalah agar isterinya segera mati. Dengan demikian, ia dapat kawin lagi dengan perempuan lain. Dan permohonannya dikabulkan. Namun ketika teman-teman dan saudara-saudaranya datang melayat pada saat pemakaman isterinya dan mereka mulai mengenang kembali kebaikan2 isterinya, ia mulai sadar bahwa ia terlalu gegabah. Ia menyadari bahwa ia telah buta akan semua keutamaan isterinya. Apakah ia akan menemukan perempuan lain sebaik isterinya ? Maka, ia memohon kepada Tuhan untuk menghidupkan lagi isterinya, dan Tuhan mengabulkan permohonannya. Tinggal satu permohonan yang diberikan oleh Tuhan. Ia tidak ingin berbuat salah lagi, karena tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaikinya. Beberapa sahabatnya menasihati supaya dia minta  agar dia tidak bisa mati. Tetapi apa gunanya tidak bisa mati, jika ia tidak mempunyai kesehatan yang baik. Dan apa gunanya kesehatan bila tidak punya uang. Dan apa gunanya uang, jika ia tidak punya teman. Bertahun2 telah lewat dan ia tidak dapat memuaskan hatinya dengan permohonan ini : kehidupan atau kesehatan, kekayaan atau kekuasaan atau cinta. Akhirnya, ia berkata kepada Tuhan, “Tuhan berilah petunjuk kepadaku akan apa yang kuminta.” Tuhan tertawa ketika Ia melihat kebingungan orang itu dan Ia berkata, “Mintalah akan hal2 yang tidak bisa memuaskan kehidupan di atas dunia ini.”  

Dari kisah tadi, kita melihat sebuah cermin besar. Cermin yang memperlihatkan, bahwa begitulah kita semua di hadapan Tuhan. Kita selalu minta kepada Tuhan, ini dan itu, yang kita anggap bisa membuat kita bahagia dan senang. Kita ingin sehat, hidup panjang, punya banyak uang, jauh dari musibah, sakit penyakit dan masalah. Padahal kebutuhan kita tidak akan pernah terpuaskan. Contohnya, adalah bisa saja kita punya rumah yang indah, mobil yang mewah, pekerjaan yang memberikan kedudukan yang terhormat dan penghasilan yang berlimpah. Tapi kita tak pernah puas dan bahagia. Karena itu Tuhan merasa sangat perlu untuk mendidik kita agar kita dapat merubah cara kita memandang kehidupan ini. Karena itu Dia ijinkan begitu banyak derita dan masalah yang menghadang dan menggilas kita. Dengan maksud dan tujuan supaya kita tidak lagi menempatkan Tuhan di luar kehidupan kita. Supaya kita tidak lagi serakah dan tamak. Tuhan mendidik kita, karena Dia mengasihi kita. Sama seperti  seorang ayah yang tidak ingin melihat anaknya terluka karena jatuh dari pohon.

Tuhan mau membentuk dan mendidikan kita, karena Dia amat mengetahui kemampuan kita. Dia tak akan pernah memberikan suatu beban yang kita tak sanggup memikulnya. Karena itu, kalau biasanya kita mengeluh dan berkeluh kesah setiap berhadapan dengan masalah. Kini Tuhan mendidik kita justru harus bersyukur. Kenapa? Karena masalah menunjukkan bahwa kita benar-benar hidup. Tuhan mau supaya kita tidak lagi  memandang masalah sebagai suatu bencana dan hambatan.  Masalah justru adalah suatu peluang untuk maju dan berkembang. Masalah yang pelik akan membuat otak kita berpikir keras mencari solusi yang kreatif. Masalah akan membuat kita mengerahkan  segala daya dan kemampuan kita untuk menyelesaikannya. Kalau kita menjalani prosesnya dengan benar, kita akan mendapatkan kenikmatan hidup begitu kita dapat menyelesaikannya. Kuncinya, adalah hadapilah masalah dengan tenang. Pandanglah sebagai kesempatan berharga untuk bertumbuh atau naik kelas. Sama seperti tugas yang harus dilakukan seorang anak di sekolah. Dia harus membuat pekerjaan rumahnya. Mempersiapkan diri menghadapi ujian atau ulangan agar dapat meraih prestasi dan naik kelas. Demikian juga dengan kita. David Brinkley, seorang jurnalis senior dan komentator televisi terkenal di Amerika Serikat pernah mengatakan, “Orang sukses adalah orang yang dapat membangun fondasi dari batu-batu yang dilemparkan oleh orang lain kepadanya.”

Begitulah cara Tuhan membentuk dan mendidik kita. Kita harus merubah cara kita memandang kehidupan ini. Merubah keyakinan bahwa kita akan bahagia kalau semua keinginan dan target-target kita terpenuhi. Padahal keinginan dan target-target itulah yang biasanya membuat kita tegang, frustasi, cemas, gelisah dan takut. Terpenuhinya keinginan kita paling-paling hanya membawa kesenangan dan kegembiraan sesaat. Kita pun harus merubah keyakinan kita bahwa kebahagiaan akan datang apabila kita berhasil mengubah situasi dan orang2 yang ada di sekitar kita. Kita bisa tidak bahagia dengan pasangan, orang tua, anak,  tetangga, dan atasan kita. Karena itu jangan biarkan situasi, lingkungan dan orang-orang di sekitar  kita membuat kita tidak bahagia. Yang perlu kita  lakukan adalah  bukan mengubah diri mereka, tetapi merubah diri kita sendiri, merubah hati dan paradigma kita. Urusan hasilnya adalah urusan Tuhan. Yang bisa kita lakukan sebagai manusia hanyalah berusaha dengan sekuat tenaga. Sementara hasil sepenuhnya dalam kekuasaan Tuhan. Memikirkan mengenai hasil hanyalah akan membuat kita stress dan tertekan karena semua itu berada di luar kontrol kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar