Halaman

Minggu, 30 Oktober 2011

Doa dan Perilaku Hidup

Bacaan: Matius 23:14, Markus 12:38-40

Doa adalah unsur hakiki dalam kehidupan orang Kristen. Sebab itu doa sering kita sebut sebagai “nafas iman” atau laksana udara, untuk menyebutkan betapa penting dan mutlaknya doa bagi orang beriman. Mulai sejak kecil kita diajari berdoa dan setelah besar juga masih selalu didorong untuk berdoa. Kita sama-sama tahu, bahwa orang Kristen harus menyediakan saat teduh atau waktu khusus setiap hari untuk berdoa, walaupun dalam kenyataannya, tidak semua dari kita melakukannya. Setiap pertemuan atau rapat-rapat orang Kristen selalu dibuka dan diakhiri dengan doa. Dan yang paling menarik, bila ada masalah atau kesulitan, banyak orang spontan berdoa. Sebagian orang berdoa bahkan semalam suntuk. Namun apakah sebenarnya doa itu?

1. DOA LEBIH DARI SEKEDAR ALAT MENDAPATKAN SESUATU
Banyak orang Kristen menghayati dan menggambarkan doa seperti alat (tools). Ibarat cangkul dan sekop untuk menggali harta karun, kunci untuk membuka pintu rumah atau lemari, galah dan tangga untuk memetik buah-buahan. Doa adalah alat untuk mendapatkan berkat Tuhan dan harta sorgawi. Semakin panjang galah atau tangganya, makin banyak dapat buahnya. Makin panjang doanya, makin banyak pula dapat berkatNya? Gambaran doa sebagai alat ini tidaklah salah. Yesus sendiri mengatakan “mintalah, maka kamu akan mendapat”. Namun menggambarkan doa sekedar alat untuk memperoleh sesuatu bukan saja mendangkalkan makna doa tetapi sangat riskan dan berbahaya. Mengapa? Jika ada alat lain yang lebih canggih, tentu kita akan meninggalkan yang lama. Jika untuk mendapat kesehatan, kekayaan, kesuksesan dan kebahagiaan ada alat yang lebih cepat, murah dan efektif : untuk apa berdoa? Selanjutnya, alat dapat disimpan di gudang bila tidak dipergunakan. Jika doa digambarkan laksana alat: Apakah kita hanya berdoa bila kita memerlukan sesuatu, dan berhenti berdoa bila merasa tidak butuh apa-apa? Di sini kita dapat terjebak memanipulasi doa untuk kepentingan diri sendiri semata, dan itulah yang seringkali terjadi.
2. DOA ADALAH UNGKAPAN DIRI
Alkitab dan khususnya Kitab Mazmur, mengajak kita menjadikan doa sebagai ungkapan diri kita seutuhnya dan sepenuhnya di hadapan Allah. Doa bukanlah sekedar “kata-kata mantra” untuk menyulap atau mewujudkan sesuatu keinginan, tetapi merupakan seluruh ungkapan keberadaan (eksistensi) diri dan hidup kita di hadapan Tuhan. Berdoa berarti membuka pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan kita yang paling mendalam dan tersembunyi kepada Tuhan. Sebab itu doa pada hakikatnya bukan seni ketrampilan berkata-kata, namun seni mengungkapkan perasaan yang paling dalam di hadapan Tuhan. Dalam doa, yang penting bukanlah “kata yang indah” tetapi “kata yang tepat” menggambarkan isi hati yang terdalam atau realitas hidup si pendoa. Karena itu pertanyaan yang harus kita ajukan: apakah doa kita keluar dari pikiran dan hati yang terdalam, atau cuma kata-kata kosong belaka?
Barangkali jika kita jujur, tidak selamanya dan tidak seluruhnya diri kita ingin kita buka di hadapan Tuhan. Kadang atau selalu ada hal-hal yang ingin kita sembunyikan, agar Tuhan tidak usah “tahu” apalagi mencampurinya. Kadang kita tidak ingin bisnis kita, adat-istiadat, permainan politik, dan seksualitas kita atau urusan-urusan sangat pribadi lainnya dicampuri Tuhan sebab itu tidak mau kita beritahu dan sampaikan kepadaNya dalam doa-doa kita. Di sini kita disadarkan tentang pemahaman kekristenan tentang penyatuan ibadah dan hidup sehari-hari: agenda doa harus sama dengan agenda kerja. Apa yang kita doakan itulah yang kita kerjakan. Apa yang kita kerjakan itulah yang kita doakan. 
Berbeda halnya dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Farisi. Bagi mereka, doa adalah alat untuk mendapatkan sesuatu dan memanipulasi doa untuk kepentingan diri sendiri. Dalam doa, mereka tergila-gila untuk pamer dan dihormati orang lain. Tidak segan-segan mereka mengubah tujuan doa, dari tujuan memuliakan Tuhan, menjadi tujuan untuk memuliakan diri sendiri (=mencuri kemuliaan Tuhan). Pendekatan pribadi kepada Tuhan, menjadi pendeklamasian untaian kata-kata yang indah di dengar, namun dalam kenyataannya, sikap, ucapan dan perilaku mereka menjadi batu sandungan. Tuhan Yesus mengajar kita, untuk menjadikan hidup kita seutuhnya dan seluruhnya sebagai sebuah doa, melalui doa dan di dalam doa, Tuhan masuk ke dalam hati kita dan berkomunikasi dengan perasaan-perasaan yang terdalam dari pikiran kita. Karena itu Tuhan Yesus mengajar kita Doa Bapa Kami. Dengan Doa Bapa kami, Tuhan Yesus mau mengajar kita, untuk menjadikan seluruh hidup kita – seutuhnya dan sepenuhnya – sebagai sebuah doa, sehingga apa yang kita doakan itulah yang kita kerjakan, dan apa yang kita kerjakan itulah yang kita doakan. Tentang hal ini Bapa Gereja kita, Martin Luther berkata, “Melalui doa, seharusnya kita lebih mewajibkan diri kita sendiri, daripada mewajibkan Dia!"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar